24 Desember 2024
08:51 WIB
Pemerintah: PPN QRIS Dibebankan Ke Pedagang Bukan Konsumen
Dasar pengenaan transaksi QRIS adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa (provider) dari pemilik merchant.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Ilustrasi. Pedagang menyediakan kode QRIS untuk pembayaran di Pasar Tomang Barat, Jakarta, Selasa (14/11/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) pada transaksi pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) tidak dibebankan ke konsumen, melainkan kepada pedagang.
Transaksi QRIS sendiri sudah lama menjadi objek PPN sejak ketentuan PMK No. 69/2022. Hanya saja, tarif PPN tersebut ditanggung oleh merchant, seperti Gopay, OVO, dan sejenisnya bukan konsumen/pelanggan.
Artinya, dasar pengenaan transaksi QRIS adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa (provider) dari pemilik merchant.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti mengamini bahwa yang menjadi dasar pengenaan PPN untuk pembayaran QRIS itu adalah merchant discount rate (MDR).
Asal tahu saja, MDR merupakan biaya yang dibebankan oleh penyedia jasa kepada merchant atau pedagang atas penggunaan fasilitas pembayaran elektronik, seperti mesin EDC (Electronic Data Capture) atau layanan QRIS. Umumnya, pedagang sudah menghitung biaya MDR dalam harga produk/jasa yang mereka jual.
Baca Juga: Celios: Penjelasan PPN 12% Hanya Bikin Harga Naik 0,9% Keliru
"Nanti ada mekanisme antara provider dengan merchant-nya. Nanti merchant yang bayar PPN-nya. Berapa tarif jasanya? Bisa jadi 0,1% dari transaksi bisa jadi 0,2%. Itu sebenarnya merchant-nya yang bertanggung jawab dengan provider. Kita mau bayar sama-sama aja," kata Dwi dalam konferensi pers di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta Selatan, Senin (23/12).
Dia memberikan contoh, dalam transaksi untuk pembelian televisi, A membeli televisi seharga Rp5 juta. Atas pembelian tersebut, dia terutang PPN sebesar Rp550 ribu (asumsi PPN masih 11%), maka total yang harus dibayarkan oleh konsumen adalah Rp5,55 juta, baik secara tunai maupun non-tunai.
Dwi menyatakan, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh A tidak akan berbeda apabila menggunakan QRIS maupun menggunakan tunai, karena merchant yang akan menanggung tarif PPN-nya bukan konsumen.
“Jadi, bertransaksi dengan QRIS maupun tunai itu tidak ada bedanya,” tegas Dwi.
Kendati demikian, Dwi tidak memberikan penjelasan lebih lanjut ketika ditanya mengenai kemungkinan penjual melakukan penyesuaian harga karena bertambahnya beban PPN.
Transaksi Memanfaatkan Fintech
Sebelumnya, dalam keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Senin (23/12), Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menyatakan PPN memang dikenakan atas transaksi yang memanfaatkan finansial teknologi (fintech), di mana QRIS menjadi salah satunya.
Namun, beban PPN atas transaksi via QRIS sepenuhnya ditanggung oleh pedagang. Hal itu sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022.
“Dengan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%, tidak ada tambahan beban bagi konsumen yang bertransaksi via QRIS,” ujar Febrio.
Untuk diketahui, besarnya biaya MDR ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) dan berlaku sesuai dengan kategori merchant dan nilai transaksi.
Baca Juga: Wajib Tahu! Ini Mekanisme PPN 12% Di Uang Elektronik Per 1 Januari 2025
Untuk usaha mikro, biaya MDR QRIS yang berlaku sebelumnya adalah sebesar 0,3% untuk transaksi di atas Rp100 ribu, dan 0% untuk transaksi di bawah Rp100 ribu.
Namun, BI menerapkan biaya MDR QRIS 0 persen untuk transaksi hingga Rp500 ribu pada merchant usaha mikro yang berlaku mulai 1 Desember 2024.
Untuk usaha kecil, menengah, dan besar, biaya MDR yang berlaku adalah sebesar 0,7%. Untuk layanan pendidikan sebesar 0,6% serta SPBU, BLU, dan PSO 0,4%.
Secara terpisah, Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta menegaskan, tidak ada biaya tambahan bagi konsumen saat melakukan pembayaran melalui QRIS pada merchant.
Jika terdapat merchant yang mengenakan biaya tambahan kepada konsumen, maka segera dilaporkan kepada Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP).
Sebagai sanksi, merchant atau pedagang tersebut berpotensi masuk blacklist atau PJP bisa menghentikan kerja sama dengan merchant tersebut.