c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

06 Agustus 2025

19:13 WIB

Pemerintah Luncurkan Dua Dokumen Dukung Pengembangan Pangan Biru

Menteri PPN Rachmat menyebut berbagai tantangan yang selama ini dihadapi pengembangan pangan biru sudah dipetakan dalam dokumen BFA.

Penulis: Al Farizi Ahmad

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Pemerintah Luncurkan Dua Dokumen Dukung Pengembangan Pangan Biru</p>
<p id="isPasted">Pemerintah Luncurkan Dua Dokumen Dukung Pengembangan Pangan Biru</p>

Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di Jakarta, Rabu (5/8/2025). ValidNewsID/Al Farizi Ahmad

JAKARTA – Pemerintah meluncurkan dua dokumen untuk mendukung pengembangan ekonomi biru (blue economy) dan pangan biru (blue food), di tengah peningkatan kebutuhan protein.

Dokumen pertama adalah Blue Food Assessment (BFA) untuk memetakan kondisi aktual dan strategis pangan akuatik untuk menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

Dokumen kedua adalah Indonesia Blue Economy Index (IBEI) untuk mengukur kemajuan pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan dan inklusif.

“Berbagai rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari asesmen ini diharapkan dapat menjadi katalisator, memotivasi pemangku kepentingan untuk memperluas kolaborasi dalam pengembangan pangan biru yang inklusif dan berkelanjutan,” jelas Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas RI, Rachmat Pambudy di Kantor Bappenas pada Rabu (6/8).

Rachmat menyebut berbagai tantangan yang selama ini dihadapi pengembangan blue food sudah dipetakan dalam dokumen BFA. Dokumen ini mencakup data primer yang diambil dari 4.000 responden di 12 provinsi.

Lalu, survei pendalaman untuk mendapatkan data kualitatif yang melengkapi data kuantitatif, serta melibatkan 27 pakar dari berbagai disiplin ilmu, menjadikan asesmen ini memiliki keunggulan dalam metodologi yang sangat masif.

Baca Juga: Perbedaan Ekonomi Hijau Dan Ekonomi Biru Yang Perlu Kamu Tahu

Selanjutnya, Rachmat menerangkan IBEI akan menjadi alat ukur pembangunan ekonomi biru berbasis data yang komprehensif, memberikan gambaran menyeluruh terhadap kinerja dan capaian pembangunan ekonomi biru yang meliputi tiga dimensi utama yakni sosial, ekonomi, dan lingkungan.

“Sebagai instrumen strategis untuk mengukur kinerja dan dampak pembangunan ekonomi biru secara terstruktur, Indeks Ekonomi Biru Indonesia juga menjadi acuan indikator dalam persenaan rencana pembangunan jangka panjang nasional kita, dan menjadi rencana pembangunan jangka panjang daerah sebagaimana telah diamanatkan melalui Surat Edaran bersama Menteri Dalam Negeri,” ungkapnya.

Saat ini, lanjut Rachmat, perhitungan terbaru yang dicakup dalam laporan Indeks Ekonomi Biru Indonesia tahun 2025 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki fondasi sosial yang kuat dalam pengembangan ekonomi biru, terutama dalam hal kejahatan masyarakat pesisir, kontribusi sumber air laut, terhadap kesehatan gizi.

“Saya berharap ekonomi biru, pengembangan ekonomi biru termasuk blue food yang inklusif, berbasis sains, siap menghadapi masa depan yang berkelanjutan. Mari kita bersama memperkuat ekonomi biru, blue food sebagai pilar pertumbuhan masa depan kita semua. Perikanan, kelautan adalah bukan hanya masa lalu tapi masa kini dan masa yang datang. Bukan hanya untuk generasi kita, tapi generasi umat manusia di dunia,” ujarnya.

Peran Laut
Ia menambahkan, pengembangan ekonomi biru dalam lima tahun ke depan sangat penting dilakukan, termasuk pengembangan blue food. Langkah ini dinilai relevan untuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.

Laut memberikan peran yang besar bagi kehidupan, mulai dari transportasi, penyerapan karbon hingga penyedia pangan.

“Laut bukan pembatas, tapi laut adalah penghubung. Laut menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen, yang sangat penting untuk kehidupan. CO2 penting untuk tanaman, oksigen penting untuk manusia dan kehidupan yang lain,” kata Rachmat.

Peran penting itu membuat pembangunan visi Indonesia Emas 2045 itu mencantumkan bahwa laut adalah sumber kekayaan alam dan sumber kehidupan bagi manusia.

Karena itu, menurut dia, lautan Indonesia bukan harus dilindungi oleh orang Indonesia saja, tapi juga masyarakat dunia.

Baca Juga: Pemberdayaan Ekosistem Laut Dorong Pertumbuhan Ekonomi Biru

Di sisi penyediaan pangan, laut diperlukan untuk mencukupi permintaan protein yang terus meningkat. Secara khusus, lanjut dia, konsumsi ikan dunia juga terus meningkat dari 9,1 kg per kapita pada tahun 1961 menjadi 20,7 kg per kapita di tahun 2002, dan diproyeksikan 21,2 kg pada tahun 2032.

“Mengapa kita harus makan ikan? Mengapa ikan penting? Mengapa ikan sangat baik untuk lingkungan kita? Dari struktur konsumsi dan produksi sumber protein, maka ikanlah yang paling efisien,” ujarnya.

Ia menambahkan, ikan merupakan sumber protein yang efisien dilihat dari struktur konsumsi dan produksi.

Dilihat dari sumber protein, ikan mencakup nutrisi penting bagi manusia termasuk omega 3. Dari sisi produksi, ikan juga lebih efisien dibandingkan sumber protein lainnya. Pasalnya, kebutuhan pakan ikan jauh di bawah kebutuhan ternak lainnya.

“Yang paling mahal, paling tidak efisien, ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing. Setelah itu, babi, ayam, dan ikan, konversi pakannya paling rendah. Yang lain konversi pakannya di atas 1%. Di atas 100% dari 1 kg daging harus lebih dari 1 kg pakan, ikan di bawah 1%,” ungkapnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar