c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

16 Desember 2024

19:22 WIB

Pemerintah Bisa Serap Rp75 Triliun dari PPN 12%

Hitungan pemerintah, potensi penerimaan dari kenaikan PPN 12% mencapai Rp75 triliun. Sementara, pembebasan PPN pada 2025 diproyeksikan mencapai Rp265,5 triliun. 

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Pemerintah Bisa Serap Rp75 Triliun dari PPN 12%</p>
<p id="isPasted">Pemerintah Bisa Serap Rp75 Triliun dari PPN 12%</p>

Konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). Sumber: ANTARA/Imamatul Silfia

JAKARTA - Pemerintah memiliki potensi menyerap penerimaan negara senilai Rp75 triliun dari kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang berlaku pada tahun 2025.

"(Potensi penerimaan dari kenaikan PPN 12%) itu sekitar Rp75 triliun," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu kepada media di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12).

Dalam memberlakukan PPN 12% ini, dia menegaskan pemerintah terus mendengarkan aspirasi masyarakat dalam merumuskan kebijakan PPN, terutama mengenai azas keadilan.

Dengan demikian, meski pemerintah menetapkan kenaikan tarif PPN 12% berlaku mulai 1 Januari 2025, namun pemerintah juga melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN.

Insentif perpajakan yang diberikan pemerintah untuk pembebasan PPN pada 2025 diproyeksikan mencapai Rp265,5 triliun.

Baca Juga: Kemenkeu Kenakan PPN 12% Untuk Barang Mewah Masyarakat Kaya

Rinciannya, untuk bahan makanan sebesar Rp77,1 triliun, insentif UMKM Rp61,2 triliun, transportasi Rp34,4 triliun, jasa pendidikan dan kesehatan Rp30,8 triliun, keuangan dan asuransi Rp27,9 triliun.

Kemudian, otomotif dan properti Rp15,7 triliun, listrik dan air Rp14,1 triliun, kawasan bebas Rp1,6 triliun, serta insentif jasa keagamaan dan pelayanan sosial Rp700 miliar.

Sementara itu, barang dan jasa yang termasuk dalam kategori premium menjadi sasaran pengenaan tarif PPN 12%, yang mencakup bahan makanan premium seperti wagyu dan salmon, jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan medis premium, serta listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 VA.

"Untuk PPN saja, nilai insentifnya itu adalah Rp265,6 triliun, kita estimasi untuk 2025. Nah tadi kita tunjukkan juga bahwa setengah dari itu dinikmati oleh desil 9 dan 10. Nah di situlah kita bilang ini sudah mayoritas dinikmati oleh yang menengah ke atas. Justru yang miskin rentan dan aspiring middle class itu memanfaatkannya itu tadi totalnya setengah dari itu. Jadi, desil 1 sampai 8 itu kurang lebih setengah. Desil 9 dan 10 itu sudah setengah sendiri menikmati dari Rp265,6 triliun tersebut," ungkap Febrio.

Dengan adanya prinsip keadilan, maka diwajarkan jika desil 9 dan 10 membayar lebih banyak. Pemerintah memastikan masyarakat miskin dan rentan akan dilindungi. Sedangkan, masyarakat yang mampu membayar, akan dikenakan prinsip keadilan.

Adapun, azas keadilan di antaranya bagi kelompok yang mampu, berkontribusi membayar pajak sesuai Undang-Undang (UU), bagi rakyat yang tidak mampu dilindungi Negara dan diberikan bantuan (Negara hadir).

Untuk detil lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12% maupun yang diberikan insentif, akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan. Hal itu bisa berupa peraturan menteri maupun Peraturan Pemerintah (PP).

Ke depan, pemerintah akan terus memantau perkembangan dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "APBN tahun depan kan belum mulai, tapi akan kami kelola," tuturnya.

Baca Juga: Tahun Depan PPN Resmi Naik Jadi 12%, Berikut Jenis Barang Dan Jasa yang Dibebaskan Pajak

Lebih Banyak Insentif PPN
Masih dalam kesempatan yang sama, Febrio menegaskan Indonesia memberikan lebih banyak insentif PPN dibandingkan dengan negara tetangga, Vietnam. Pernyataannya itu untuk merespons kritik tentang Indonesia yang menaikkan tarif PPN ketika Vietnam menurunkan tarif.

“PPN di Vietnam itu sangat terbatas pembebasannya. Insentif PPN kita jauh lebih besar daripada yang diberikan oleh Vietnam,” tegas Febrio.

Dia memberikan contoh, Indonesia memberikan pembebasan pajak atau tarif PPN 0% terhadap bahan makanan pokok, seperti beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan gula pasir.

Sementara, insentif yang diberikan Vietnam untuk bahan makanan pokok adalah pengurangan PPN menjadi hanya 5%.

“Vietnam pasti juga melihat kondisi perekonomian yang mereka butuhkan. Tetapi, dari segi jumlah insentif yang diberikan oleh pemerintah, Indonesia memberikan jauh lebih banyak dibandingkan dengan Vietnam,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar