11 Februari 2025
18:07 WIB
Pemerintah Bidik Kerja Sama Perdagangan dan Investasi Dengan Australia
Beberapa sektor strategis yang bisa menjadi fokus kerja sama perdagangan dan investasi RI-Australia, antara lain, industri mineral, sektor pariwisata dan teknologi energi bersih.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat menerima kunjungan beberapa media dari Australia, serta perwakilan Kedutaan Besar Australia. Sumber: Kemenko Perekonomian
JAKARTA - Pemerintah membidik kerja sama bilateral dengan Australia, khususnya dalam mengembangkan pemurnian atau smelter nikel dan memproduksi litium.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, dua bidang tersebut berpotensi besar untuk dikembangkan di masa mendatang.
"Sinergi antara kedua negara di sektor ini dapat menciptakan rantai pasok yang lebih berkelanjutan dan bernilai tambah tinggi," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (11/2).
Airlangga menerangkan, Indonesia tengah mengembangkan ekosistem hilirisasi melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Morowali yang berfokus pada pemrosesan nikel.
Sementara Australia memiliki keunggulan dalam produksi lithium. Sejalan dengan itu, dia menilai pentingnya mempererat kerja sama RI-Australia ke depan.
Untuk diketahui, dua mineral tersebut merupakan bahan baku strategis untuk kendaraan listrik berbasis baterai (KLBB). Australia merupakan salah satu produsen lithium terbesar, dan produknya berupa baterai lithium-ion.
Baca Juga: Bahlil Minta Australia Tanam Modal Kembangkan Industri Baterai EV
Adapun jenis baterai lithium ion dikelompokkan menjadi dua, yakni berbasis nikel dan non nikel. Bagi baterai yang berbasis nikel, tentu membutuhkan mineral nikel sebagai bahan bakunya.
Di satu sisi, Indonesia kaya akan sumber daya nikel. Pemerintah pun menggencarkan hilirisasi nikel guna meningkatkan nilai tambah. Salah satu caranya, dengan membangun smelter nikel untuk menghasilkan produk setengah jadi atau bahan baku lainnya berbasis nikel.
Dengan kata lain, Indonesia bisa menyuplai produk turunan nikel hasil hilirisasi atau pemurnian ke pasar Australia. Sebab, bahan baku tersebut bisa diolah untuk memproduksi baterai lithium ion.
Di samping itu, Australia bisa menyediakan investasi untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas smelter. Dari kaca mata bisnis, kerja sama yang terjalin yakni perdagangan dan investasi.
"Indonesia secara fundamental berupaya menciptakan investasi baru serta meningkatkan iklim investasi untuk mendukung stabilitas makroekonomi yang kuat," kata Airlangga.
Selain kerja sama industri mineral, Menko mengungkapkan ada potensi kerja sama RI-Australia dalam pengembangan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta hidrogen sebagai sumber energi bersih di masa depan.
"Dengan komitmen kedua negara terhadap transisi energi, sektor ini memiliki prospek kerja sama yang sangat strategis," katanya.
Kembangkan Priwisata
Sementara itu, di sektor pariwisata, Airlangga menjelaskan, pemerintah berencana memperluas destinasi wisata unggulan. Saat ini Pulau Dewata masih menjadi destinasi utama wisatawan Australia.
Menko menyebutkan, Labuan Bajo, Raja Ampat, dan Danau Toba sedang dikembangkan, termasuk dari segi konektivitasnya guna menarik wisatawan mancanegara. Dengan begitu, tidak hanya terpusat di Bali.
Baca Juga: Australia Masih Jadi Pasar Utama Wisata Indonesia
"Penguatan konektivitas ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan Australia serta mendukung pertumbuhan ekonomi daerah," tutup Airlangga.
Adapun hal tersebut dipaparkan saat menerima kunjungan beberapa media dari Australia, serta perwakilan Kedutaan Besar Australia.
Adapun kunjungan tersebut bertujuan memperdalam pemahaman para editor media Australia terkait kebijakan ekonomi RI. Juga, memperkuat wawasan mengenai hubungan Indonesia dan Australia, khususnya pada sektor-sektor strategis yang menjadi fokus kerja sama kedua negara.