13 Mei 2024
20:45 WIB
Bahlil Minta Australia Tanam Modal Kembangkan Industri Baterai EV
Menteri Investasi meminta Australia menanamkan modalnya untuk mengembangkan industri kendaraan listrik atau EV di tanah air.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia berjalan usai mengikuti sidang kabinet paripurna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (11/10/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mendorong Australia untuk berkolaborasi sekaligus menanamkan modalnya di Indonesia guna melaksanakan pengembangan industri baterai mobil listrik.
Bahlil menilai hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia sudah terjalin baik. Namun menurutnya dari sisi investasi, kerja sama dua negara belum optimal. Ia menyebut dalam kurun 5 tahun terakhir, investasi Australia di RI baru senilai US$1,96 miliar.
"Saya yakin hubungan Indonesia dan Australia bisa dipererat lagi. Dalam konteks investasi, jujur kami katakan belum maksimal. Ini tugas kita bersama, jika kedua negara bisa berkolaborasi, ini akan menjadi kekuatan baru dalam industri baterai mobil listrik," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (13/5).
Baca Juga: Kapasitas Produksi Baterai Kendaraan Listrik Perlu Ditingkatkan
Bahlil melihat potensi kerja sama antara Indonesia dan Australia dalam mengembangkan industri baterai mobil listrik. Ia menuturkan, kedua negara sama-sama memiliki komoditas nikel. Kemudian Indonesia juga memiliki kobalt dan mangan, hanya litium saja yang tidak ada. Sedangkan Australia memiliki komoditas litium yang dibutuhkan.
Ia juga mengatakan, pemerintah RI saat ini fokus pada sektor hilirisasi. Ia mengingatkan Indonesia sekarang ini tidak lagi mengekspor komoditas mentah untuk diproses di luar negeri, melainkan harus di tanah air.
Bahlil mencontohkan komoditas pertama yang dilarang ekspornya adalah nikel pada 2020. Menurutnya, hasil pelarangan ekspor itu telah dirasakan saat ini. Pada 2017, ekspor produk turunan nikel hanya sebesar US$3,3 miliar, lalu pada 2022 meningkat 10 kali lipat sampai US$33,8 miliar.
Menurutnya, hal ini tidak mudah karena mendapat tentangan dari negara lain yang merasa dirugikan karena Indonesia tidak lagi ekspor bahan mentah. Sejalan dengan program hilirisasi yang tengah digencarkan, Menteri Investasi mendorong kolaborasi dalam bentuk permodalan dari Australia.
"Kami sudah memulai (hilirisasi), ibarat pesawat kami sudah take off. Tidak ada satu negara pun yang dapat memerintahkan kita untuk mundur. Kami akan jalan terus seiring berjalan waktu dan dinamika global," katanya.
Adapun perihal dorongan kolaborasi, investasi dan hilirisasi tersebut Bahlil sampaikan di hadapan pebisnis Australia dalam acara Indonesia-Australia Business Summit (IABS) 2024 yang digelar di Melbourne, Australia.
Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia and Vanuatu Siswo Pramono menyoroti tentang investasi Australia di Indonesia. Ia mengatakan awalnya investor Australia paling banyak menanamkan modalnya di sektor pertambangan dan pariwisata.
Namun beberapa waktu belakangan, ia menyampaikan investasi Australia mulai meluas. Di antaranya menyuntikkan modal ke sektor energi, kesehatan, pendidikan, utilitas, kimia, dan properti.
“Sesuai dengan topik IABS hari ini, kami ingin menggali peluang emas kedua negara. Kami menatap ke arah pertumbuhan menarik dari hubungan ekonomi Indonesia-Australia yang terus berkembang," kata Dubes Siswo Pramono.
Baca Juga: Potensi Biomassa Bambu Sebagai Pengganti Grafit Belum Memadai
Adapun ajang IABS 2024 juga turut dihadiri oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P. Joewono, President Director PT Bank HSBC Indonesia Francois De Maricourt, serta General Manager for Investment Austrade Peter Horn. IABS 2024 mengusung tema “Green Horizons and Golden Opportunities: Forging a Sustainable Future Together". Ini merupakan tahun kesepuluh penyelenggaraan IABS sebagai forum unggulan yang mempertemukan dunia usaha Indonesia dan Australia.
Sebagai tambahan informasi, Kementerian Investasi/BKPM mencatat dalam kurun 5 tahun terakhir, sejak 2019–2024, total realisasi investasi Australia di Indonesia mencapai US$1,96 miliar.
Pada 2023, Australia menempati peringkat ke-10 sebagai sumber penanaman modal asing (PMA) terbesar bagi Indonesia dengan realisasi investasi US$500 juta. Kemudian pada kuartal I/2024, Australia masih berada di peringkat ke-10 dengan realisasi investasi sebesar US$172,3 juta.
BKPM melaporkan ada tiga sektor utama yang menjadi tujuan utama PMA asal Australia. Itu terdiri dari sektor pertambangan (65,4%), hotel dan restoran (7,6%), serta sektor Jasa Lainnya (6,4%).