12 Juni 2024
19:15 WIB
Pemerintah Antisipasi Perdagangan Cross Border Di Aplikasi Temu
Pemerintah menilai aplikasi Temu memiliki potensi menjadi jalur masuk produk impor sehingga dapat mengancam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM( Indonesia.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Konferensi pers Kemenko Perekonomian terkait perkembangan ekonomi digital dan UMKM. Validnews/Nuzulia Nur Rahma
JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menanggapi isu terkait aplikasi Temu yang berasal dari China. Aplikasi ini dinilai memiliki potensi menjadi jalur masuk produk impor sehingga dapat mengancam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia.
Asisten deputi Koperasi dan UMKM Kemenko Pereokonomian Herfan Brilianto Mursabdo mengakui, belakangan ini memang terdapat perkembangan baru terkait cross border di e-commerce yang menjadi perhatian pemerintah, salah satunya Temu.
“Aplikasi Temu ini memang sudah beriperasi ke total 58 negara. Aplikasi Temu dinilai berpotensi berbahaya sebab terhubung langsung dengan 80 pabrik di China. Kita perlu mengantisipasi apabila mereka akan beroperasi di Indonesia,” kata Herfan dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perkenomomian, Rabu (12/6).
Ia menyebut pemerintah telah melakukan beberapa langkah antisipatif, seperti pada saat TikTok Shop hadir di mana salah satunya lewat Peraturan Menteri perdagangan Nomor 31 tahun 2023 yang memisahkan antara media sosial dan e-commerce.
“Ini sebagai respons fenomena pada saat itu. Namun kemudian di dalam dalam Permendag itu juga sebetulnya ada beberapa ketentuan terkait PMSE yang bisa kita jadikan acuan untuk, bukan menahan, tapi meregulasi secara lebih tepat aplikasi-aplikasi yang lain,” jelasnya.
Baca Juga: Menilik Dilema Pelarangan Perdagangan Cross Border
Dalam Permendag tersebut, ia juga menyebut Pasal 18, yang mana dalam pasal ini platform luar negeri wajib menunjuk perwakilan yang berkedudukan di wilayah hukum NKRI untuk beroperasi di Indonesia.
“Sehingga, platform hanya bisa beroperasi jika memiliki basis dukungan operasional, termasuk kantor dan mempekerjakan tenaga kerja Indonesia,” kata dia.
Lalu Pasal 19, platform yang melakukan kegiatan lintas negara, wajib menerapkan harga barang minimum untuk merchant yang menjual Barang jadi asal luar negeri ke Indonesia sebesar FOB US$100.
Implikasinya platform asing tidak bisa menjual barang-barang murah, namun harus merupakan barang dengan nilai minimal US$100, sehingga diharapkan mendorong equal playing field bagi UMKM dan perdagangan di Indonesia.
“Pengecualian penerapan harga minimum dapat dilakukan khusus bagi barang yang masuk daftar positive list yang ditetapkan rapat koordinasi tingkat menteri,” ucapnya.
Adapun kriteria barang yang masuk sebagai positive list adalah barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, barang yang tidak melekat dengan kekayaan intelektual Indonesia termasuk indikasi geografis.
Lalu barang yang tidak atau belum dapat dihasilkan pelaku UMKM serta barang yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana utama untuk menyebarkan pengetahuan, menginspirasi kreativitas, dan meningkatkan literasi masyarakat Indonesia.
Jenis-jenis barang jadi tersebut diklasifikasikan berdasarkan delapan digit pos tarif HS Code pada 4 jenis produk, yaitu buku, film, perangkat lunak, dan musik.
“Evaluasi terhadap jenis barang jadi dalam positive list dapat berubah setiap enam bulan sekali dan memperhatikan perkembangan teknologi serta kebutuhan masyarakat yang diajukan melalui K/L terkait,” imbuhnya.
Baca Juga: Kemendag Imbau Pelaku e-Commerce Penuhi Standar Barang Yang Dijual Online
Sebelumnya Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengungkapkan, aplikasi bernama Temu berpotensi berbahaya sebab terhubung langsung dengan 80 pabrik di China. Menurutnya, aplikasi ini lebih berbahaya daripada TikTok Shop.
“Nah kalau TikTok kan masih mending lah, masih ada reseller, ada afiliator, masih membuka lapangan kerja. Kalau ini kan akan memangkas langsung," kata Teten usai rapat dengan DPR Komisi VI, Senin (10/6).
Teten mengaku khawatir meskipun pemerintah sudah mempunyai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 yang mengatur mengenai social commerce.
Belajar dari kasus TikTok Shop, ia mengatakan pemerintah membiarkan aplikasi tersebut melanggar aturan selama dua tahun lamanya. Untuk itu ia mewanti-wanti kehadiran aplikasi Temu yang juga berpotensi menyasar pasar Indonesia.
“Nah ini saya hanya warning saja, karena keadaan ekonomi UMKM saat ini indeks bisnisnya sedang turun. Karena itu (angka) NPL (Non Performing Loan/Kredit Macet) juga naik. Nah kalau ditambah lagi nanti masuk persaingan produk UMKM dengan produk dari China, pabrikan dari China, China yang pasti murah. Ya lewat platform global ini, ini sudah pasti berat,” imbuhnya.