08 April 2025
11:02 WIB
OJK Ungkap Alasan Perubahan ARB dan Trading Halt
Perubahan ARB dan trading halt dilakukan di tengah ketidakpastian ekonomi yang berdampak pada gejolak pasar yang dialami beberapa bursa saham.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
Warga memantau pergerakan saham melalui gawainya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (18/3/2025). AntaraFoto/Sulthony Hasanuddin
JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan dukungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengubah ketentuan pelaksanaan penghentian sementara perdagangan efek (trading halt) dan batasan persentase Auto Rejection Bawah (ARB).
Lewat keputusan baru ini, batasan persentase ARB diubah menjadi 15% bagi efek berupa saham pada Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Ekonomi Baru, kemudian Exchange-Traded Fund (ETF), serta Dana Investasi Real Estat (DIRE) untuk seluruh rentang harga.
Selain itu BEI juga akan menghentikan perdagangan (trading halt) selama 30 menit apabila Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok lebih dari 8% dalam satu hari bursa yang sama. Angka ini naik dari sebelumnya 5%.
Lalu bila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 15% pada hari yang sama, trading halt akan kembali dilakukan selama 30 menit. Bursa akan melakukan suspensi pasar hingga akhir sesi atau lebih dari 1 sesi perdagangan bila penurunan berlanjut hingga lebih dari 20% pada hari yang sama.
Baca Juga: Pasca Libur Panjang IHSG Dibuka Merah, Langsung Kena Trading Halt
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aditya Jayaantara mengatakan, penyesuaian trading halt bertujuan untuk memberikan ruang bagi price recovery dalam kondisi yang cukup fluktuatif.
"Pasar yang saat ini sebenarnya adalah pasar yang tetap bisa bergerak dan dengan trading halt yang lebih fleksibel diharapkan dapat memberikan ruang bagi mekanisme penyesuaian harga yang lebih baik. Namun dengan tetap menjaga keteraturan, kewajaran, serta kenormalan saat terjadi lonjakan harga yang cukup tinggi," kata dia dalam konferensi pers, Selasa (8/4).
Cegah Penurunan Harga
Sementara itu, pengetatan asimetris auto-rejection diharapkan dapat mencegah penurunan harga dan tekanan transaksi yang masif serta tidak rasional dalam waktu yang relatif singkat.
"Kombinasi kebijakan tersebut bukan hanya untuk mengakomodasi masukan dari pelaku pasar namun juga mengacu pada praktek global di berbagai negara yang merupakan upaya progresif dan berimbang dalam menjaga fungsi price recovery yang sehat. Sekaligus memberikan perlindungan bagi investor dan kestabilan pasar secara menyeluruh," tuturnya.
Aditya sebelumnya mengungkapkan, dalam beberapa waktu terakhir telah terjadi peningkatan tekanan pada pasar keuangan global akibat kombinasi dari proses penyusunan kebijakan monitor the Fed, ketegangan geopolitik, dan kebijakan global lainnya.
Baca Juga: BEI Ubah Batasan ARB Dan Trading Halt Demi Jaga Perdagangan Teratur
"Ini semua masih dipenuhi dengan uncertainty yang pada gilirannya tentunya memiliki atau memicu gejolak pada rantai pasok dan pasar komoditi. Dampaknya dapat didasarkan pada seluruh bursa regional dan global, ditandai oleh meningkatnya fluktuasi harga, sensitivitas terhadap berita global, dan potensi transaksi serta beberapa bursa mengalami gejolak pasar," imbuhnya.
Merespons hal tersebut akhirnya OJK dan SRO (Self-Regulatory Organization) telah berkoordinasi untuk membangun soliditas antaregulator dengan mengambil langkah mitigasi dan antisipasi atas kondisi terkini yang terjadi di regional maupun di global.
"Kami memiliki pandangan bahwa dalam kondisi seperti ini dibutuhkan respon yang tepat, terukur, dan akuntabel. Kami tidak memilih untuk membatasi pasar, tapi memilih untuk mengatur ritmenya agar tetap stabil. Dengan melakukan berbagai asesmen, mitigasi, dan pengeluaran risiko terhadap volatilitas pasar dengan cara yang adaptif dan berimbang," jelasnya.