c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

28 April 2025

16:57 WIB

OJK: Perbankan Wajib Siaga Hadapi Dampak Tarif Trump

OJK minta perbankan menyiapkan mitigasi risiko yang tepat dan terukur mengantisipasi dampak dinamika kebijakan tarif Trump terhadap risiko pasar, kredit, hingga likuiditas.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Khairul Kahfi

<p>OJK: Perbankan Wajib Siaga Hadapi Dampak Tarif Trump</p>
<p>OJK: Perbankan Wajib Siaga Hadapi Dampak Tarif Trump</p>

Ilustrasi - Teller menunjukkan uang rupiah yang ditransaksikan di kantor pusat BNI, Jakarta. Antara Foto/Sigid Kurniawan/kye/pri.

JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KE PBKN) OJK Dian Ediana Rae mengingatkan, perbankan di dalam negeri patut memantau dampak kebijakan tarif Donald Trump yang dapat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar, yang nantinya juga dapat berpengaruh pada nilai aset dan kewajiban bank.

"Dampak dari kebijakan Trump memang perlu terus kita pantau bersama, utamanya karena meningkatnya tarif impor AS akan berdampak pada perdagangan global dan dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam keterangan tertulis RDKB, Jakarta, dikutip Senin (28/4).

Baca Juga: Kurang Dari 1%, OJK: Dampak Tarif Trump Kecil ke PDB RI

Menyikapi kondisi tersebut, OJK mendorong perbankam untuk menerapkan manajemen risiko yang kuat dengan melakukan pemantauan dan evaluasi exposure portfolio secara intensif.

Selain itu, bank juga diminta melakukan stress test menggunakan berbagai skenario mendalam. Untuk dapat mengidentifikasi secara dini kondisi yang perlu menjadi perhatian, serta menyiapkan mitigasi risiko yang tepat dan terukur mengantisipasi dampak terhadap risiko pasar, kredit, hingga likuiditas.

"Perbankan juga perlu tetap mengedepankan strategi pengembangan bisnisnya secara selektif dan prudent," tambahnya.

Dian menjelaskan, ketidakpastian ekonomi global nyatanya turut memengaruhi persepsi investor terhadap perekonomian Indonesia, yang tercermin dalam pergerakan volatilitas nilai tukar.

Ketahanan Perbankan Masih Kuat
Di lain sisi, Dian menyebut, kondisi saat ini juga  dapat menjadi momentum bagi penguatan koordinasi kebijakan untuk meningkatkan daya saing dan menjaga stabilitas makroekonomi nasional.

Sementara itu, berdasarkan data hingga Februari 2025 atau sebelum kebijakan tarif resiprokal Trump diumumkan, industri perbankan tercatat memiliki kinerja yang baik, tercermin dari Posisi Devisa Neto (PDN) berada pada level 1,55%, jauh di bawah threshold 20%.

"Ini dapat dimaknai bahwa eksposur langsung bank terhadap risiko nilai tukar relatif kecil, sehingga pelemahan nilai tukar tidak akan banyak berpengaruh secara langsung terhadap neraca bank," imbuh Dian.

Baca Juga: Imbas Tarif Trump, BI Agresif Perkuat Intervensi Rupiah

Sementara dari sisi kredit valas, umumnya kredit yang diberikan dalam valas merupakan produk/kegiatan berbasis ekspor yang juga memiliki basis penerimaan dalambentuk valas (naturally hedged). 

Selanjutnya, PDN bank juga berada dalam posisi long. Artinya, eksposur langsung bank dalam bentuk valuta asing di sisi kredit dan surat berharga yang dimiliki justru akan meningkatkan nilai aset bank saat terjadi depresiasi rupiah, sehingga berdampak pada meningkatnya profitabilitas bank.

Dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit valas juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK valas yaitu masing-masing sebesar 16,30% (yoy) dan 7,09% (yoy), sehingga LDR valas meningkat dari 74,98% di Februari 2024 menjadi 81,43% di Februari 2025.

"Likuiditas industri perbankan juga masih ample (cukup) dengan rasio LCR sebesar 210,14%," urainya.

Baca Juga: Gara-Gara Trump, Pertumbuhan Kredit Perbankan Diramal Tak Sesuai Target BI

Lebih lanjut, dibeberkan bahwa LDR (Loan to Deposit Ratio) mencapai sebesar 87,67% dengan pertumbuhan kredit sebesar 10,30% (yoy) dan dengan pertumbuhan DPK sebesar 5,75% (yoy), serta NPL yang terjaga sebesar 2,22%.

"Ketahanan perbankan juga tetap kuat tercermin dari permodalan CAR (Capital Adequacy Ratio) yang berada di level tinggi yaitu sebesar 26,98%," tambahnya.

Dian kembali mengingatkan, saat ini pemerintahan Trump masih menunda pemberlakuan tarif dan masih dilakukan berbagai upaya oleh banyak yurisdiksi untuk mendiskusikan dampak terkait hal tersebut.

"Sebagaimana diketahui pula, debitur yang dibiayai perbankan tidak selalu memiliki keterkaitan dengan isu ini dan masih banyak peluang yang dapat dimanfaatkan dalam perdagangan internasional saat ini," paparnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar