17 Maret 2025
19:45 WIB
Neraca Dagang Masih Defisit dengan China, Ini Jurus Kemendag Naikkan Ekspor
Salah satu upaya mendorong peningkatan ekspor produk UMKM ke China adalah keikutsertaan Indonesia dalam pameran China-Asean (CAEXPO) 2025, pada 17-21 September 2025 mendatang di Nanning, China.
Penulis: Erlinda Puspita
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso dalam acara Road to CAEXPO UMKM Bisa Ekspor ke China, di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Senin (17/3). Validnews/Erlinda PW
JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menuturkan, China masih menjadi mitra dagang terbesar Indonesia. Dia pun tak menampik jika neraca dagang Indonesia dengan negeri tirai bambu tersebut mengalami defisit. Oleh karena itu, Budi mendorong pelaku UMKM untuk bisa meningkatkan ekspor produk mereka ke China.
Salah satu upaya mendorong peningkatan ekspor produk UMKM ke China menurut Budi adalah keikutsertaan Indonesia dalam pameran China-Asean (CAEXPO) 2025, pada 17-21 September 2025 mendatang di Nanning, China.
"Ekspor terbesar kita sebenarnya ke China dan impornya terbesar juga dari China. Kita defisit US$10 miliar. Tapi kita pernah surplus, jadi kita bisa optimis, kita bisa menembus pasar China. Sekarang tinggal caranya saja supaya bisa masuk ke sana," ujar Budi dalam acara Road to CAEXPO UMKM Bisa Ekspor ke China, di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Senin (17/3).
Berdasarkan laporan BPS, perdagangan Indonesia dengan China di tahun 2024 mengalami defisit mencapai US$11,41 miliar. Defisit perdagangan tersebut terjadi atau turun drastis dari capaian tahun 2023 yang sempat surplus sebesar US$0,15 miliar.
Baca Juga: BPS: Neraca Perdagangan RI Februari 2025 Surplus US$3,12 M
Komoditas penyumbang defisit terbesar perdagangan Indonesia - China di tahun lalu didorong oleh komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS84) sebesar US$16,75 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85) sebesar US$14,10 miliar, serta kendaraan dan bagiannya (HS87) sebesar US$13,17 miliar.
Dari laporan terbaru BPS, China menjadi salah satu negara penyumbang defisit neraca dagang Indonesia di Februari 2025, yakni menyumbang defisit US$1,75 miliar. Defisit tersebut menurun tipis dari Januari 2025 sebesar US$1,77 miliar.
Upaya yang akan dilakukan Kemendag untuk mendorong ekspor produk UMKM Indonesia ke China, menurut Budi adalah dengan penjajakan bisnis (business matching) dengan para pembeli luar negeri.
Terkait hasil transaksi business matching, Budi melaporkan bahwa di periode Februari 2025 hasil dari penjajakan bisnis tersebut mencatatkan transaksi senilai US$3,55 juta dari hasil 77 kali pitching (presentasi) dan penjajakan bisnis.
Nilai tersebut mengalami penurunan dibanding Januari 2025 yang mencapai US$5,22 juta dari hasil 40 kali pitching dan 32 kali penjajakan bisnis. Adapun untuk Maret 2025, hingga saat ini transaksi UMKM secara akumulatif masih di kisaran US$300 ribu.
Baca Juga: BPS: Januari 2025, RI Cetak Surplus Dagang US$3,45 M
Budi pun menegaskan, target utama pihaknya dalam mendorong ekspor produk UMKM ke luar negeri, salah satunya China, bukanlah mengejar nilai transaksi. Namun ia menitikberatkan pada peningkatan kepercayaan diri para pelaku UMKM, sehingga produk mereka bisa dikenal secara global.
"Jadi trennya memang menurun (transaksi UMKM), dan ini wajar. Sebenarnya target kami ini bukan transaksi dulu, target kami adalah agar UMKM itu paling enggak punya rasa percaya diri dan produknya itu dikenal secara global," imbuhnya.
Melalui adanya peningkatan kepercayaan diri pelaku UMKM, Budi menilai hal tersebut bisa menunjukkan bahwa produk UMKM Indonesia bisa laku di pasar global. Dia pun meyakini, meski di awal transaksi UMKM Indonesia masih menurun, namun secara berangsur-angsur nilai transaksi tersebut akan naik.
Kenaikan transaksi tersebut bisa terjadi melalui adanya pembelian ulang atau repeat order oleh pembeli. Sehingga Budi menegaskan agar para pelaku UMKM yang telah berhasil memperoleh pembeli (buyer) agar bisa menjaga kualitas produk.
"Trennya menurun, nanti akan menurun tapi ke depannya juga akan naik. Kalau sudah terjadi repeat order. Jadi sekarang beberapa yang sudah dapat kontrak dagang, maka nanti tinggal teman-teman bapak ibu dari UMKM konsisten dengan produknya," tandas Budi.