24 Juni 2025
20:52 WIB
MSIG Life Dukung Regulasi OJK Soal Co-payment 10%
Presiden Direktur MSIG Life Wianto Chen menilai co-payment 10% akan mampu menekan tingginya klaim asuransi kesehatan yang terjadi di industri.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Ilustrasi asuransi kesehatan. Sumber: Envato/photobyphotoboy
JAKARTA - PT MSIG Life Insurance Indonesia Tbk atau MSIG Life (LIFE) menilai skema co-payment atau pembagian risiko yang telah diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Asuransi Kesehatan akan memberi katalis positif bagi industri asuransi.
Presiden Direktur MSIG Life Wianto Chen menilai langkah ini akan mampu menekan tingginya klaim asuransi kesehatan yang terjadi di industri.
”Perusahaan mendukung co-payment 10%, karena dampak co-payment ini akan berakibat kepada penurunan rasio klaim yang terjadi di market ini,” ujarnya, dalam acara public expose 2025 MSIG Life di Jakarta, Selasa (24/6).
Menurut Wianto, saat ini industri asuransi yang memasarkan produk asuransi kesehatan masih menghadapi masa yang menantang. Hal ini dipicu oleh semakin tingginya inflasi medis secara global, dan juga praktik-praktik pelayanan berlebih (over treatment/over utilitas) yang pada akhirnya mendongkrak kenaikan klaim asuransi kesehatan secara industri.
Baca Juga: Survei Visi: Generasi Z Tidak Begitu Tertarik Pada Asuransi Kesehatan Swasta
Dengan adanya partisipasi dari pemegang polis melalui skema co-payment, ia yakin akan membuat utilisasi atas klaim kesehatan ini akan semakin terkendali.
“Karena kontribusi pribadi 10% tentunya pemegang polis atau nasabah yang mengklaim akan melihat apa saja yang di charge,” kata Wianto.
Sehingga dia menilai jika skema co-payment akan membuat rasio klaim asuransi kesehatan menurun dan memberikan efek pada penurunan harga premi asuransi kesehatan.
Dia menilai dampak positifnya akan membuat harga premi semakin murah maka sehingga semakin banyak orang yang bisa mengakses asuransi kesehatan.
Di kesempatan Direktur MSIG Life Herman Soelistyo menjelaskan, dengan keterlibatan pemegang polis dalam mengontrol biaya kesehatannya, menjadi salah satu kunci sukses dari implementasi co-payment ini.
“Kita berharap partisipasi aktif dari tertanggung kita ketika dilakukan perawatan di rumah sakit untuk sama-sama mengecek biaya atau tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut,” ucapnya.
Karena menurutnya, jika tidak ada peran aktif dari para peserta atau pemegang polis, maka apapun model atau skema penyehatan yang diterapkan industri tidak akan mampu menekan potensi fraud yang terjadi di lapangan.
Baca Juga: Inflasi Kesehatan Tinggi Potensi Dorong Rumah Tangga Jadi Miskin
Sekadar informasi, SEOJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggara Produk Asuransi Kesehatan atau biasa disebut SEOJK Asuransi Kesehatan yang dirilis 19 Mei 2025 lalu mengatur sejumlah poin penting.
Salah satu yang menjadi sorotan, mulai 1 Januari 2026 mendatang mewajibkan nasabah atau pemegang polis asuransi kesehatan untuk membayar paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim. Artinya, pemegang polis sudah tidak bisa lagi mendapatkan klaim kesehatan 100%.
Secara detail, produk asuransi kesehatan harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh pemegang polis paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim, dengan batas maksimum biaya sendiri sebesar Rp300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan, dan Rp3 juta per pengajuan klaim untuk rawat inap.