14 November 2025
11:55 WIB
MPR Dorong Pertamina Jadi Pemain Utama Bioavtur Dunia
Tak ada kendala dari sisi pasokan, Pertamina harus bisa jadi pemimpin pengembangan bioavtur, terutama yang berbasis minyak jelantah, setidaknya di tingkat regional
Penulis: Yoseph Krishna
Warga memindahkan minyak jelantah ke UCollect Box di SPBU Pertamina MT Haryono, Jakarta, Rabu (15/1/2025). Minyak jelantah bisa menjadi bahan baku Sustainable Aviation Fuel atau bioavtur. AntaraFoto/Fakhri Hermansyah
BELEM - Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menilai Indonesia punya kekayaan sumber bahan baku yang melimpah untuk memproduksi bioavtur, terutama berbasis minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO).
Hal itu ia ungkapkan dalam salah satu sesi talkshow di Pavilion Indonesia COP30 Belem, Brasil dengan tema “Accelerrating Sustainable Fuel, Focusing on Used Cooking Oil and Its Potential to be Sustainable Aviation Fuel”.
Dengan mengoptimalkan sistem yang terintegrasi, Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu meyakini Indonesia bisa memobilisasi hingga 715 kiloton minyak jelantah per tahun. Tapi sayangnya, saat ini baru sekitar 20%-30% minyak jelantah yang berhasil dikumpulkan, sedangkan sisanya terbuang.
Eddy pun mengapresiasi PT Pertamina yang telah menghadirkan peluang ekonomi lewat transformasi minyak jelantah menjadi bahan bakar penerbangan berkelanjutan.
Baca Juga: Jelantah Bekas Masak MBG Berpotensi Dijadikan Biofuel
MPR, sambungnya, terus mendorong PT Pertamina yang sedang gencar memproduksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis UCO supaya bisa menjadi pemimpin bioavtur, setidaknya di tingkat regional, sebagai bahan bakar penerbangan berkelanjutan.
"Misi lembaga kami (MPR) jelas, memastikan visi Indonesia terhadap SAF bukan sekadar inisiatif percontohan, melainkan komitmen nasional yang memberdayakan Pertamina untuk menjadi pemimpin regional dalam bahan bakar penerbangan berkelanjutan, mendorong daya saing ekonomi, sekaligus kepemimpinan lingkungan," jabar Eddy, lewat siaran pers, Kamis (13/11).
Eddy menekankan, Indonesia melihat pengembangan SAF bukan sekadar upaya menurunkan emisi, tetapi sebagai investasi strategis untuk mendongkrak daya saing industri, ketahanan energi, dan ketangguhan ekonomi nasional.
"Inisiatif ini sepenuhnya sejalan dengan agenda besar Indonesia untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat, seiring tetap menjaga pertumbuhan ekonomi dan memperkuat rantai nilai nasional," tutur dia.
Perkuat Dekarbonisasi
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Odo R.M. Manuhutu menuturkan SAF berbasis minyak jelantah milik PT Pertamina semakin memperkuat strategi pemerintah dalam melakukan dekarbonisasi.
Upaya dekarbonisasi, sambung Odo, antara lain diprioritaskan untuk sektor transportasi sebagai salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia.
"Sektor transportasi menjadi tiga besar penyumbang emisi karbon," paparnya.
Pemerintah saat ini sedang meracik peta jalan pengembangan SAF sebagai upaya dekarbonisasi transportasi udara. Disebutkannya, implementasi SAF 1% pada maskapai bakal diterapkan tahun 2027 mendatang.
Baca Juga: Airbus Dan Garuda Indonesia Siap Optimalkan Bioavtur Berbasis Minyak Jelantah
Meski tak ada kendala dari sisi pasokan, dia menegaskan harus ada peran aktif dari berbagai pemangku kepentingan untuk memperluas penggunaan bioavtur berbasis minyak jelantah tersebut.
"Termasuk menyiapkan skema pendanaan untuk penelitian pengembangan sekitar 1% dari pendapatan transportasi maupun sektor energi," imbuh Odo.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication PT Pertamina Muhammad Baron menjelaskan selain memberi dampak positif pada lingkungan, SAF juga bisa menjadi instrumen untuk menciptakan ekosistem ekonomi sirkular.
Di samping itu, Pertamina juga menjadikan SAF sebagai dukungan kepada pemerintah untuk menaati peraturan lembaga penerbangan internasional terkait Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) yang mewajibkan penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan.
"SAF menjadi bahan bakar aviasi di masa depan, sebagai salah satu cara maskapai memenuhi target pengurangan emisi CO2 global. Karena itu, Pertamina telah melakukan berbagai upaya untuk menghasilkan bahan bakar berkualitas SAF, sehingga dapat memberi kemudahan bagi maskapai dalam memenuhi kebutuhannya," pungkas Baron.