02 Mei 2025
13:31 WIB
Moncer! Setoran Pajak Digital Tembus Rp34,91 T Sampai Maret 2025
DJP Kemenkeu melaporkan total penerimaan pajak usaha ekonomi digital telah mencapai Rp34,91 triliun hingga Maret 2025. Penerimaan pajak digital ini naik sekitar Rp1,36 triliun dibanding Februari 2025.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Khairul Kahfi
Deretan film dan serial Netflix. ValidNews/Arief Rachman
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan, hingga 31 Maret 2025, total penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital telah mencapai Rp34,91 triliun. Hitungan Validnews, penerimaan pajak digital ini naik sekitar Rp1,36 triliun dibanding Februari 2025.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti menyebutkan, penerimaan itu berasal dari empat jenis pajak. Yakni, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp27,48 triliun, dan pajak kripto sebesar Rp1,2 triliun.
Kemudian, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp3,28 triliun, serta pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,94 triliun.
"Hingga 31 Maret 2025, pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp34,91 triliun," sebutnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat (2/5).
Baca Juga: Netflix, Google, TikTok Cs Setor PPN PMSE Rp33,5 T Pada Februari 2025
Sementara itu, sampai dengan Maret 2025 pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada Maret 2025 terdapat satu pembetulan atau perubahan data pemungut yaitu Zoom Communications, Inc.
Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 190 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp27,48 triliun.
“Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020; Rp3,90 triliun setoran tahun 2021; Rp5,51 triliun setoran tahun 2022; Rp6,76 triliun setoran tahun 2023; Rp8,44 triliun setoran tahun 2024; dan Rp2,14 triliun setoran (sementara) tahun 2025,” ujarnya.
Penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp1,2 triliun sampai dengan Maret 2025. Penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar penerimaan tahun 2022; Rp220,83 miliar penerimaan tahun 2023; Rp620,4 miliar penerimaan 2024; dan Rp115,1 miliar penerimaan sementara 2025.
Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp560,61 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp642,17 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.
Kemudian, pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp3,28 triliun sampai dengan Maret 2025. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar penerimaan tahun 2022; Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023; Rp1,48 triliun penerimaan tahun 2024; dan Rp241,88 miliar penerimaan sementara di 2025.
Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp834,63 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp720,74 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,72 triliun.
Lalu, penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP). Hingga Maret 2025, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp2,94 triliun.
Baca Juga: Pemerintah Gali Opsi Genjot Penerimaan Pajak
Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan tahun 2022; sebesar Rp1,12 triliun penerimaan tahun 2023; Rp1,33 triliun penerimaan tahun 2024; dan Rp94,18 miliar penerimaan sementara di 2025. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp200,21 miliar dan PPN sebesar Rp2,74 triliun.
Pemerintah, tambah Dwi, akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.
“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ujar Dwi.