16 Mei 2024
13:51 WIB
Mobil Hidrogen Jadi Solusi Energi Bersih, Mengaspal Di IKN Setelah 2040
Pemerintah kembali menggaungkan pentingnya mengembangkan kendaraan berbasis hidrogen (fuel cell electric vehicle/FCEV) yang berenergi bersih dan berkelanjutan.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Mobil listrik yang dipamerkan pada event GIIAS 2023 di ICE BSD, Tangerang, Banten, Senin (14/8/2023) . ValidNewsID/Fikhri Fathoni
JAKARTA - Pemerintah menilai pengembangan mobil listrik berbahan bakar hidrogen atau fuel cell electric vehicle (FCEV) menjadi solusi energi bersih dan berkelanjutan untuk sektor transportasi di Indonesia, dan wajib mengaspal di jalanan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Asisten Deputi Pengembangan Industri Eko Harjanto mewakili Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim, implementasi mobil FCEV sebagai transportasi sudah masuk dalam rencana jangka panjang pengembangan IKN Nusantara di Kalimantan Timur.
Eko juga menyampaikan dalam roadmap IKN, nantinya sekitar 50% transportasi umum akan menggunakan kendaraan berbasis listrik atau hidrogen pada tahun 2035. Sementara kendaraan hidrogen sendiri, ditargetkan mulai implementasi setelah 2040.
"Target finalnya pada periode setelah 2040, seluruh sarana transportasi di IKN wajib berbasis hidrogen," ujarnya dalam Seminar 'Potensi Besar dan Masa Depan Mobil Hidrogen', Kamis (16/5).
Untuk mendorong pengembangan dan pemakaian mobil listrik dengan bahan bakar hidrogen yang lebih luas, tentu para pengguna kendaraan memerlukan dukungan infrastruktur terlebih dahulu.
Baca Juga: Ini Pertimbangan Pemerintah Jual Hidrogen Hijau ke Luar Negeri
Eko membeberkan pemerintah dan BUMN berkolaborasi menyediakan infrastruktur untuk mobil hidrogen. Salah satunya, stasiun pengisian hidrogen atau hydrogen refueling station (HRS). Ada dua BUMN yang mengoperasikan HRS, PLN di Senayan, Jakarta dan Pertamina di SPBU Daan Mogot, Jakarta Barat.
"Pembangunan hydrogen refueling station menjadi salah satu milestone dalam membangun ekosistem hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan di Indonesia," kata Eko.
Tidak hanya soal infrastruktur, menurut Eko, keterlibatan pemain otomotif besar juga berperan penting mendorong adopsi FCEV di dalam negeri. Dia mencontohkan saat ini, Toyota menjadi salah satu perusahaan yang memproduksi FCEV, yakni Toyota Mirai.
Dia juga mengklaim, beberapa pabrikan mobil dunia sudah mengembangkan kendaraan hidrogen yang ramah lingkungan. Menurutnya, kendaraan dan teknologi FCEV ini cocok menjadi alat transportasi masa depan. Tidak hanya mobil, kendaraan besar seperti bus dan truk pun diharapkan beralih menggunakan bahan bakar hidrogen.
"Pengembangan mobil listrik dengan bahan bakar hidrogen bagian dari upaya untuk mempromosikan solusi energi yang berkelanjutan dan bersih untuk sektor transportasi di Indonesia," ucap Deputi Menko Airlangga itu.
Pemetaan Potensi Kebutuhan Hidrogen
Eko menerangkan, teknologi FCEV disebut lebih ramah lingkungan lantaran bisa menghasilkan listrik tanpa emisi. Sebab, satu-satunya produk sampingan dari reaksi tersebut adalah air.
Lebih lanjut, dia menyampaikan Kementerian Perhubungan telah melakukan pemetaan terhadap potensi kebutuhan hidrogen rendah karbon untuk sektor transportasi. Hasilnya, bus ditargetkan akan beralih menggunakan hidrogen pada 2040 dengan permintaan awal sebesar 6 GWh atau setara 0,21 juta ton hidrogen.
Kemudian, untuk kendaraan angkutan berat, permintaan hidrogen pada sektor tersebut diperkirakan mencapai 161 GWh atau 4,88 ton hidrogen pada 2040.
Untuk sektor perkeretaapian, sambung Eko, PT KAI (Persero) juga berencana mengembangkan kereta api yang menggunakan bahan bakar kombinasi, baterai listrik dan hidrogen. Pemerintah mengklaim kereta api tersebut nantinya akan menggantikan lokomotif yang masih memakai bahan bakar batu bara.
"Jadi berdasarkan pemetaan Kementerian Perhubungan, sebenarnya peluang untuk pengembangan kendaraan hidrogen cukup besar," tutur Deputi Kemenko Perekonomian.
Baca Juga: PLN Rencanakan Pembangunan Stasiun Pengisian Hidrogen
Di satu sisi, Eko meyakini Indonesia memiliki modal yang besar untuk mengembangkan hidrogen karena potensi sumber daya energi baru terbarukan (EBT) yang melimpah. Menurutnya, pemakaian hidrogen bakal mendukung upaya transisi energi dan dekarbonisasi sistem energi global.
Tidak hanya itu, dia juga menyampaikan posisi wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan yang strategis dan berada dalam jalur perdagangan internasional. Kedua aspek tersebut, EBT dan posisi, dinilai menguntungkan RI ketika mengembangkan bahan bakar kendaraan hidrogen.
"Indonesia memiliki modal yang kuat untuk mendukung pengembangan hidrogen, yaitu potensi sumber daya energi baru terbarukan atau EBT yang melimpah," tutup Eko.
Sebagai tambahan informasi, selain dari pembangkit listrik milik PLN, sumber bahan bakar hidrogen bisa berasal dari gas dan panas bumi. Dalam catatan Validnews, PLN sudah meresmikan operasional 21 pabrik hidrogen hijau. Sebanyak 21 Green Hydrogen Plant (GHP) itu digadang-gadang dapat menghasilkan 199 ton hidrogen hijau per tahunnya.