27 Oktober 2023
17:37 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana memastikan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan kondisi demand hidrogen hijau di dalam negeri sebelum melakukan ekspor.
Artinya, ekspor akan tetap dilakukan dengan pertimbangan kebutuhan dalam negeri yang sudah tercukupi, atau kondisi industri di dalam negeri yang belum membutuhkan green hydrogen.
"Kita pakai di dalam negeri juga. Kalau berlebih atau di dalam negeri belum diperlukan ya kita ekspor," terangnya kepada awak media di kantor Kementerian ESDM, Jumat (27/10).
Sebelumnya, PT PLN (Persero) resmi bekerja sama dengan Singapura Sembcorp Utilities Pte. Ltd. untuk mengembangkan produksi hidrogen hijau.
Nantinya, hidrogen hijau yang diproduksi PLN akan diekspor untuk memenuhi kebutuhan Singapura.
Penandatanganan Joint Development Study Agreement untuk mengembangkan green hydrogen plant dilakukan pada gelaran Singapore International Energy Week 2023.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menerangkan proyek energi bersih untuk memenuhi kebutuhan listrik Singapura itu diprediksi menghasilkan 100 ribu ton hidrogen hijau per tahunnya.
"Tak hanya mampu menghasilkan listrik bersih, kami menggandeng beberapa pihak untuk produksi green hydrogen. Dalam agenda transisi energi, langkah percepatan perlu terus dilakukan beriringan pengembangan inovasi teknologi," ujarnya beberapa waktu lalu.
Dadan menambahkan, hidrogen hijau yang akan diproduksi PLN bukan merupakan energy resources, melainkan energy carrier atau pembawa energi. Artinya, produksi harus menggunakan sumber energi seperti surya dan panas bumi sebagai sumber energi untuk menghasilkan green hydrogen.
"Kalau panas bumi, matahari, itu ada energinya. Nah, ini (hidrogen) harus ada dulu dari yang lain, baru jadi hidrogen sehingga disebut energy carrier," kata Dadan.
Sementara untuk pemanfaatannya, Dadan menerangkan pemerintah membidik sektor industri dan transportasi. Khusus industri, hidrogen hijau tak dimanfaatkan sebagai sumber listrik melainkan sumber panas.
Dia mencontohkan pada industri besi dan baja yang memerlukan sumber panas untuk melebur biji, bisa menggunakan hidrogen sebagai bahan bakarnya.
Sementara itu, industri yang tidak memiliki proses peleburan tidak perlu menggunakan hidrogen.
"Kalau memang untuk listrik tidak usah pakai hidrogen, (sumber) listriknya saja yang hijau. Misal untuk industri besi dan baja yang perlu panas, bahan bakarnya yang diubah, itu menjadi target-target hidrogen, termasuk di situ amonia," pungkas Dadan Kusdiana.