c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

10 Oktober 2024

08:00 WIB

EUDR Ditunda, Indonesia Diminta Tetap Bersiap

Dirjen PEN Kemendag minta Indonesia tetap menyiapkan diri meski kebijakan EUDR ditunda. Persiapan bisa dilakukan dengan penyesuaian kebijakan sesuai kemampuan Indonesia.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">EUDR Ditunda, Indonesia Diminta Tetap Bersiap</p>
<p id="isPasted">EUDR Ditunda, Indonesia Diminta Tetap Bersiap</p>

Pekerja mengangkut kelapa sawit hasil panen di Desa Pucok Lueng, Samatiga, Aceh Barat, Aceh, Sabtu ( 4/2/2023). Antara Foto/Syifa Yulinnas

TANGERANG - Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasionl (Dirjen PEN), Mardyana Listyowati mengungkapkan Indonesia harus tetap bersiap diri menghadapi penerapan Undang-Undang Anti-Deforestasi dari Uni Eropa (EUDR), meski aturan tersebut ditunda setahun ke depan. Selama masa penundaan ini, ia menyarankan agar Indonesia melakukan penyesuaian dan bernegosiasi.

Menurut Mardyana, Indonesia bukan menolak penerapan kebijakan tersebut. Namun baginya, EUDR tetap saja bersifat diskriminatif terhadap negara berkembang.

"Kita kan tidak tahu menundanya sampai kapan, tentunya kita harus bersiap diri walau sebenarnya menolak. Kita menyesuaikan untuk bisa mengikuti EUDR sesuai kemampuan kita. Tetap bernegosiasi supaya EUDR tidak terjadi, karena menurut saya EUDR merugikan terhadap negara-negara berkembang," ucap Mardyana saat ditemui di sela acara Trade Expo Indonesia (TEI) ke-39, di ICE BSD, tangerang, Rabu (9/10).

Baca Juga: Dampak EUDR, GAPKI Kaji Pasar Sawit Luar Eropa

Sementara itu, untuk membenahi ekosistem kelapa sawit nasional, Mardyana menyebutkan, Indonesia telah membangun dashboard nasional. Selain itu juga Indonesia telah mempersiapkan diri untuk menjalankan green campaign kelapa sawit.

"Kita sudah ke beberapa negara, kita mempersiapkan diri untuk menjadi green campaign, bahwa sebenarnya CPO ini bukanlah barang yang berbahaya an tidak ada deforestasi," tutur Mardyana.

Terkait black campaign atau kampanye hitam dari beberapa negara yang menyudutkan minyak kelapa sawit, Mardyana justru menegaskan jika CPO merupakan minyak nabati yang lebih efektif dan efisien dibandingkan minyak nabati lainnya.

"Tapi ya itu memang kita kalah bersaing dengan negara-negara yang memberikan black campaign terhadap CPO," ujar Mardyana.

Seperti diketahui, Komisi Uni Eropa telah mengumumkan usulan penundaan implementasi EUDR sejak awal Oktober lalu. Penundaan implementasi EUDR ini akan berlangsung selama 12 bulan ke depan, artinya EUDR yang seharusnya diterapkan pada 30 Desember 2024 diundur menjadi 30 Desember 2025 khusus perusahaan besar, dan pada 30 Juni 2026 bagi usaha mikro dan kecil.

Baca Juga: CIPS: EUDR Perparah Fragmentasi dan Diskriminasi Petani Sawit Kecil

Sementara itu sebelumnya Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengaku Indonesia tidak perlu khawatir jika kelapa sawit dilarang masuk ke Uni Eropa. Sebab, nyatanya kebutuhan sawit untuk pemenuhan dalam negeri juga semakin tinggi, antara lain untuk pengembangan biodiesel dan avtur atau bahan bakar pesawat.

"Kita nggak usah khawatir, itu kan sebagian besar palm oil kita nanti kurang, karena kita akan bikin, Pak Prabowo akan bikin dari B20 sekarang B35, naik B40, naik B60, selesai. Jadi terima kasih kalau Barat itu nggak beli nantinya," ujar Zulhas saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis (29/8).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar