23 Februari 2024
11:37 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku terus menyoroti dan mewaspadai harga komoditas beras dan sejumlah komoditas pangan lainnya yang mengalami kenaikan harga jelang momen Ramadan. Sejumlah harga komoditas pangan ini terpantau mulai mengalami kenaikan harga sepanjang tahun berjalan.
Kemenkeu mencatat, rata-rata harga harga beras di dalam negeri konsisten naik mencapai 7,7% (year-to-date/ytd). Saat ini, komoditas beras memiliki bobot dalam keranjang inflasi sebesar 3,42%.
“Hingga tanggal 21 Februari, (beras RI) telah mencapai rata-rata harga di Rp15.175/kg. (Kenaikan harga) ini yang memberikan kontribusi terhadap inflasi volatile food di dalam headline inflasi kita,” katanya saat memaparkan APBN Kita Edisi Februari 2024 yang diselenggarakan secara daring, Jakarta, Kamis (22/2).
Pemerintah juga mengakui terus memantau harga cabai merah yang naik sebesar 17,0% (ytd), telur ayam 3,9%, daging ayam 2,2%, dan bawang putih 1,9% (ytd). Di sisi lain, terdapat komoditas panganyang tengah mengalami penurunan harga seperti cabai rawit -17,9% (ytd) dan bawang merah -7,5% (ytd).
Sebagai pengingat, laju inflasi RI sepanjang Januari 2024 berada di level 2,57% (yoy); 0,04% (mtm); dan 0,04% (ytd). Pemerintah pun berkomitmen untuk bisa segera menstabilkan harga pangan bergejolak (volatile food) menuju Ramadan, bahkan hingga Idulfitri.
“Tentu, agar headline inflasi (inflasi umum) kita masih bisa terjaga rendah, pada saat inflasi dunia dan negara maju juga mengalami penurunan,” paparnya.
Baca Juga: Kepala Bapanas Akui Harga Beras Sulit Turun
Kendati inflasi pangan bergejolak coba diantisipasi, Menkeu menilai, komponen inflasi lainnya masih cukup terkendali. Yakni, perkembangan inflasi inti yang masih rendah sekitar 1,68% (yoy) dan inflasi harga diatur pemerintah (administered price) yang masih kecil di kisaran 1,74% (yoy) selama Januari 2024.
“Inflasi di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara maju maupun inflasi gobal. Dalam hal ini, inflasi yang rendah masih terjaga hingga awal tahun,” ungkapnya.
Menkeu memperkirakan, secara umum perekonomian global di 2024 masih dalam posisi yang lemah. Meski pergerakan inflasi mengalami moderasi atau penurunan, namun belum serta-merta menurunkan tingkat suku bunga global yang melonjak cukup tinggi dalam 18 bulan terakhir.
“(Belum lagi), kondisi geopolitik dan ekonomi global kita perlu terus waspadai karena situasinya tidak membaik, bahkan ada ketegangan-ketegangan baru,” urainya.
Sementara ini, perkembangan inflasi global yang mulai termoderasi memberikan harapan akan terjadinya penurunan suku bunga yang diperkirakan baru akan terjadi pada semester II/2024.
Baca Juga: Asal Usul Harga Beras di Indonesia Terus Melambung
Di sisi risiko, ruang kebijakan fiskal dan moneter saat ini di berbagai negara masih sangat terbatas. Hal ini terjadi lantaran keputusan banyak negara di dunia yang jor-joran menggunakan instrumen fiskalnya untuk menghadapi pandemi covid-19 lalu, kemudian menghadapi situasi inflasi dan suku bunga yang tinggi dalam jangka panjang.
Kondisi ini pun tidak menguntungkan, karena perekonomian global dan perekonomian domestik berbagai negara sedang dalam posisi lemah. Semestinya, kondisi ini direspons melalui intervensi instrumen fiskal maupun moneter.
“Namun (sekali lagi), space dari kebijakan moneter dan fiskal di berbagai negara sudah sangat terbatas. Inilah yang harus menjadi perhatian bahwa kita perlu untuk menavigasi situasi yang sangat rentan dan risiko dari sisi global, namun Indonesia dalam situasi yang relatif baik,” jelasnya.