c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

06 Agustus 2025

20:34 WIB

Menteri Trenggono: Pangan Biru Punya Potensi Nilai Global US$419 Miliar

Berdasarkan proyeksi Sky Quest, pangan biru atau blue food memiliki potensi nilai global yang diperkirakan mencapai US$419 miliar pada tahun 2030.

Penulis: Al Farizi Ahmad

<p id="isPasted">Menteri Trenggono: Pangan Biru Punya Potensi Nilai Global US$419 Miliar</p>
<p id="isPasted">Menteri Trenggono: Pangan Biru Punya Potensi Nilai Global US$419 Miliar</p>

Nelayan melelang ikan marlin dan ikan tuna sirip kuning kualitas ekspor di Pelabuhan Perikanan Samudera, Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Selasa (8/7/2025). Antara Foto/Ampelsa

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pangan biru (blue food) menjadi bagian penting dalam sistem pangan global. Menurut dia, pangan biru ini memiliki potensi nilai global yang diperkirakan mencapai US$419 miliar berdasarkan data dari Sky Quest pada tahun 2030.

“Pangan biru menjadi bagian penting dalam sistem pangan global. Karena kaya nutrisi, keberlanjutan dengan jejak karbon rendah, serta menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat pesisir,” kata Trenggono di Kantor Bappenas pada Rabu (6/8).

Kata dia, Indonesia sebagai konsumen ikan mencatat produksi stabil 20 hingga 25 juta ton per tahun. Indonesia membukukan ekspor kira-kira US$5,95 miliar di tahun 2024 dan menjadikannya negara pengekspor bersih produk perikanan.

“Produk perikanan sebagai blue food mengandung omega 3 tinggi, bahkan lebih dari 30% dari total lemak pada ikan. Seperti kakap, tongkol, dan kembung serta protein lebih tinggi dibanding daging ayam, sapi, atau telur,” ujarnya.

Selanjutnya, Trenggono mengatakan Kementerian Perikanan telah meluncurkan program Gemarikan untuk meningkatkan konsumsi ikan dan edukasi gizi masyarakat. Kata dia, program tersebut juga sejalan dengan tujuan program Makan Bergizi Gratis dalam mencegah stunting dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Baca Juga: Pemerintah Luncurkan Dua Dokumen Dukung Pengembangan Pangan Biru

Trenggono menegaskan bahwa komitmen ini juga diperkuat di tingkat global melalui bergabungnya Indonesia dalam Aquatic Blue Food Coalition sebagai bagian dari upaya memperkuat ketahanan pangan, gizi, iklim, dan keanekaragaman hayati yang ditindaklanjuti melalui pertemuan bilateral dengan delegasi Islandia.

“Langkah strategis ini sejalan dengan lima program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam strategi ekonomi biru untuk mengoptimalkan potensi kelautan dan perikanan secara berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga kelestarian laut,” jelas dia.

Trenggono melanjutkan Strategi Ekonomi Biru Kementerian Kelautan ini sejalan pula dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJPNN 2025-2045, yang menetapkan ekonomi biru sebagai pilar transformasi ekonomi nasional dan sumber pertumbuhan baru yang berkelanjutan dan inklusif.

“Saya mengajak kita semua menjadikan pangan biru dan ekonomi biru sebagai andalan masa depan dengan terus bersinergi dan berkolaborasi menghadapi tantangan demi terwujudnya tata kelola kelautan dan pemberdayaan yang berkelanjutan,” ungkapnya.

Dengungkan Konservasi Laut
Trenggono menyampaikan Kementerian Kelautan dan Perikanan terus mendengungkan ke internasional terkait menjaga ekologi, yaitu memperluas kawasan konservasi laut. Bahkan, Trenggono sangat keras menekankan bahwa perluasan konservasi laut Indonesia harus mencapai 97,5 juta hektare pada tahun 2045.

“Karena daerah konservasi itu tidak boleh dirambah atau dilalui, baik itu oleh kapal angkut atau kapal penumpang, apalagi kapal penangkap ikan. Untuk menuju ini, kita sudah bicara dengan IMO dan disetujui sudah menjadi model di Bali dan Selat Lombok itu sudah di-protect, tidak boleh ada kapal yang melalui jalur konservasi. Itu salah satu langkah-langkah yang sudah kami lakukan,” tegasnya.

Selanjutnya, Trenggono mengatakan langkah kedua yaitu penangkapan ikan terukur berbasis kuota atau quota based fishing. Kata dia, China sudah melakukan cara ini dengan baik. Sayangnya, lanjut dia, di Indonesia belum bisa menerima cara penangkapan yang dilakukan di beberapa negara termasuk China.

“Kalau di Indonesia itu dilakukan, saya didemo terus-terusan. Mudah-mudahan kalau yang sekarang saya berani. Jadi penangkapan ikan terukur, kalau produksi perikanan tangkap ini terus meningkat, tandanya tidak berhasil. Saya studi ke seluruh dunia (soal) quota based fishing,” jelas Trenggono.

Baca Juga: KKP dan Muhammadiyah Sinergi Dorong Pelaksanaan Program Ekonomi Biru

Padahal, kata dia, quota based fishing ini sudah ada aturannya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur. Maka dari itu, Trenggono akan memulainya pada 2025 ini bahwa seluruh awak kapal penangkap tidak boleh lagi dimiliki oleh perorangan, tapi harus perusahaan.

“Kalau untuk pembangunan nelayan tradisional sudah kita siapkan, namanya kampung nelayan modern atau merah putih, ini salah satu contoh. Dan ini terbukti sekali, telah terjadi peningkatan kualitas produk dan peningkatan pendapatan di Biak. Bapak Presiden, saya diminta untuk membangun 1.100 titik dan sekarang sedang dalam proses menuju itu. Kalau ini kita bisa bangun, maka penangkapan ikan terukur itu akan bisa kita jaga, dan produksi penangkapan terukur itu harus menurun, tajam,” katanya.

Ketiga, Trenggono mengatakan bagaimana membangun budidaya yang berkelanjutan. Kata dia, pertumbuhan umat manusia tidak bisa dicegah secara signifikan, tapi harus selalu siapkan protein untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

“Apa yang harus dilakukan? Protein yang dari laut pasti sulit untuk dijaga, ingredient ini sehat atau tidak. Tapi kalau budidaya, kita sudah bisa desain sedemikian rupa. Ada 5 komoditi yang harus menjadi core competence Indonesia di masa yang akan datang yaitu udang, tilapia, kepiting, rumput laut, terakhir lobster,” katanya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar