17 Januari 2025
19:07 WIB
Menteri Bahlil: Indonesia Siap Bangun Pabrik Metanol Di Bojonegoro
RI bakal miliki pabrik metanol di Bojonegoro, Jawa Timur untuk menopang program B40. Langkan ini sebagai salah satu strategi pemerintah dalam menjaga ketahanan energi.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan Indonesia telah menyusun strategi guna menjaga ketahanan energi nasional, Jakarta, Jumat (17/1/2025). Antara/Aji Cakti
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pihaknya telah menyusun strategi guna menjaga ketahanan energi nasional.
Sembari memacu lifting minyak, Bahlil yang mendapat mandat sebagai Ketua Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi menyebut, pemerintah bakal menggunakan minyak sawit (CPO) untuk dicampur dengan minyak solar atau yang akrab dikenal dengan biodiesel.
"Salah satu strateginya adalah kita mempergunakan biodiesel dengan mempergunakan CPO. Sekarang, kita sudah B40 tahun 2025. Ke depan, akan menjadi B50," ujarnya selepas menggelar rapat perdana Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/1).
Baca Juga: Pacu B50, Bahlil Sebut Investasi Pabrik Metanol Tembus US$1,2 Miliar
Namun demikian, dia mengutarakan, Indonesia butuh pasokan metanol dan etanol guna memasifkan penggunaan biofuel. Metanol sendiri diketahui menjadi salah satu bahan baku yang penting dalam program B40. Pada program yang dijalankan pada 2025 itu, pemerintah butuh 2,3 juta ton metanol.
"Arahan Bapak Presiden itu langsung kita bangun di dalam negeri. Itu kita bangun di Bojonegoro, bahan bakunya dari gas," sebut Menteri Bahlil.
Bahlil melanjutkan, pabrik metanol itu ke depannya bakal dikelola oleh perusahaan swasta nasional. Artinya, tidak akan ada campur tangan perusahaan asing dalam operasional pabrik tersebut.
"Investornya ada di dalam negeri, tidak ada asing," tegasnya.
Selanjutnya, pemerintah bakal mengembangkan komoditas tanaman tebu untuk menyuplai kebutuhan etanol. Adapun etanol bakal berperan sebagai campuran gasoil. Contohnya adalah Pertamax Green 95.
Nantinya, pengembangan tanaman tebu sebagai bahan baku etanol bukan hanya akan dilakukan di Jawa saja, melainkan juga di Merauke, Papua Selatan.
"Supaya betul-betul perbaurannya itu dilakukan semuanya dalam negeri. Itu untuk menyangkut dengan peta jalan," tambahnya.
Baca Juga: Mentan Sebut Industri Biofuel Sudah Disiapkan Dukung Program B50
Kemudian terkait LPG, Eks-Ketua Umum HIPMI itu tak menampik konsumsinya sangat tinggi di Indonesia, mencapai sekitar 8 juta metrik ton (MT) per tahun.
Sedangkan di sisi lain, industri LPG di dalam negeri hanya mampu memproduksi sekitar 1,4 juta MT per tahun. Artinya, pemerintah harus mengimpor sebanyak 6-7 juta MT per tahun.
Dirinya pun mengaku siap mempercepat proses mengurangi impor LPG tersebut sebagaimana arahan dari presiden. Utamanya dengan pembangunan pabrik dan intensifikasi jargas.
"Caranya, kita bangun (pabrik) LPG dengan menggunakan C3 dan C4 (propana dan butana), kurang lebih sekitar 1,7 juta ton yang sudah ada. Selebihnya, kita akan dorong jaringan gas (jargas) ke rumah rakyat," tandasnya.