17 September 2025
17:14 WIB
Menperin: RI Harus Kejar Ketertinggalan Penerapan 4.0 Di Industri Manufaktur
Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan terdapat beberapa manfaat dari penerapan 4.0 di industri manufaktur.
Penulis: Ahmad Farhan Faris
Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita saat acara Indonesia 4.0 Conference & Expo 2025 di JCC Senayan pada Rabu (17/9). ValidNewsID/Ahmad Farhan Faris
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan Indonesia harus mengejar ketertinggalan dalam penerapan 4.0 di industri manufaktur. Menurut dia, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Kementerian Perindustrian sebagai pembina manufaktur atau industri.
“Banyak hal-hal yang harus kita benahi dalam rangka kita terus-menerus mempercepat akselerasi penerapan digitalisasi, penerapan 4.0 diproses produksi di Indonesia,” kata Agus saat acara Indonesia 4.0 Conference & Expo 2025 di JCC Senayan pada Rabu (17/9).
Industri 4.0 adalah konsep yang mengintegrasikan teknologi digital certas seperti kecerdasan buatan (AI) dan Internet of Things (IoT) ke dalam proses industri untuk menciptakan pabrik pintar dan manufaktur yang efisien.
Agus mengajak pelaku industri percaya bahwa digitalisasi penerapan 4.0 akan menjadi katalis bagi terbentuknya ekosistem industri yang lebih cerdas, berkelanjutan dan yang tangguh menghadapi disrupsi.
Baca Juga: Menperin Targetkan 10 Perusahaan National Lighthouse Industri 4.0 Di 2025
“Oleh karena itu, penguatan daya saing digital tidak hanya penting bagi sektor manufaktur, tapi juga bagi pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan,” ujarnya.
Agus menjelaskan kenapa digitalisasi ini penting. Konkretnya berdasarkan laporan dari 29 perusahaan nasional lighthouse industry 4.0, digitalisasi telah memberikan dampak signifikan terhadap berbagai aspek kinerja industri pengolahan.
Pertama, pada aspek speed to market terjadi percepatan yang luar biasa mulai dari 2% hingga mencapai 600% dalam mempercepat literasi desain dan peluncuran produk.
Manfaat kedua, lanjut Agus, dari sisi agility. Perusahaan mampu meningkatkan ketepatan pengiriman, mempercepat proses perubahan, dan mengurangi waktu tunggu dengan peningkatan 10-50%. Sedangkan manfaat ketiga dari digitalisasi yaitu produktivity.
“Produktifitas di dalam perusahaan-perusahaan tersebut juga menunjukkan hasil nyata dengan peningkatan hingga 101%, peningkatan produktivitas seiring dengan efisiensi biaya produksi dan kenaikan efektivitas dari proses produksi,” jelas Agus.
Manfaat keempat yaitu kinerja finansial. Menurut dia, perusahaan dapat meningkatkan pendapatan 4-200%.
Kelima, aspek customer experience. Survei perusahaan menunjukkan peningkatan keterlibatan pelanggan, mengurangi keluhan, serta mempercepat respons layanan dengan capaian 2-9%.
“Dan tak kalah pentingnya, manfaat dari perusahaan yaitu sisi sustainability. Di mana digitalisasi dapat meningkatkan efisiensi terhadap penggunaan energi, terhadap pengurangan konsumsi air, pengelolaan limbah atau penurunan limbah, hingga pemangkasan emisi gas rumah kaca sampai 190%,” ujarnya.
Selanjutnya, Agus mengatakan pihaknya telah melakukan survei dari perusahaan-perusahaan bahwa adopsi teknologi digital dan penerapan 4.0 diproses produksi masing-masing bukan hanya mendukung dari sisi pertumbuhan bisnis saja. Namun, juga berperan strategis dalam memperkuat fondasi pembangunan ekonomi nasional yang berdaya saing tinggi sekaligus berorientasi pada keberlanjutan.
“Sama ketika kita mengupayakan transformasi menuju industri hijau, sama kita hadapi ketika mengupayakan transformasi 4.0 diproses produksi masing-masing. Isu yang klasik adalah cost melawan investasi. Isu klasiknya, perusahaan masih menganggap transformasi ke 4.0 itu sebuah cost, belum secara penuh dianggap sebagai investasi. Sama sebetulnya ya, challenge-nya sama, tantangan sama, mindset-nya harus kita ubah,” imbuhnya.
Baca Juga: Kampus Vokasi Kemenperin Terapkan Kurikulum Industri 4.0
Senada, Kepala Badan Standarisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi mengatakan perusahaan masih menanggap biaya untuk bertransformasi 4.0 atau transisi ke industri hijau sebagai sebuah cost. Padahal, kata dia, sebetulnya dalam jangka panjang terdapat manfaat yang bisa dicapai. Karena itu, biaya transforasi bisa dianggap investasi.
“Baik investasi untuk efisiensi, untuk produktivitas, untuk tingkat kegagalan dan sebagainya. Beliau (Menteri Perindustrian) sampaikan bahwa sebetulnya ini bukan cost, tapi ini adalah investasi. Karena nanti hasilnya akan didapatkan kemudian hari ada produktivitas naik, cost efficiency, kemudian penurunan emisi dan sebagainya,” pungkas Andi.