c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

25 Oktober 2025

08:36 WIB

Menperin Klaim Industri Tekstil RI Tetap Tangguh Di Tengah Ketidakpastian Global

Menperin Agus memaparkan sederet keberhasilan industri tekstil dan produk tekstil (TPT), yang tak lagi berstatus ‘sunset industry’.

Penulis: Ahmad Farhan Faris

<p id="isPasted">Menperin Klaim Industri Tekstil RI Tetap Tangguh Di Tengah Ketidakpastian Global</p>
<p id="isPasted">Menperin Klaim Industri Tekstil RI Tetap Tangguh Di Tengah Ketidakpastian Global</p>

Pekerja menyelesaikan pembuatan bordir pada kemeja di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Cakung, Jakarta, Jumat (11/4/2025). AntaraFoto/Jasmine Nadhya Thanaya

JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan Indonesia siap menjadi mitra strategis sekaligus pusat inovasi dan pertumbuhan global industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Menurut dia, sektor tekstil dan produk tekstil Indonesia telah terbukti tangguh, adaptif, dan kompetitif di tengah ketidakpastian global.

“Indonesia bukan sekadar sebagai tuan rumah kegiatan ITMF (International Textile Manufacturers Federation), tetapi sebagai mitra strategis yang siap berperan aktif dalam memajukan industri tekstil global,” kata Agus melalui keterangan resmi pada Jumat (24/10).

Agus menyampaikan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus tumbuh dan tidak lagi berstatus ‘sunset industry’. Selama 1 tahun pertama Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dari Kuartal IV/2024 hingga Kuartal II/2025 industri TPT tumbuh sebesar 5,39% dan berkontribusi sebesar 0,98% terhadap PDB nasional Indonesia.

Kata Agus, Kementerian Perindustrian berupaya menjaga momentum pertumbuhan ini dengan menerapkan beberapa kebijakan kunci yang disusun untuk memperkuat daya saing, menumbuhkan investasi, dan mengakselerasi transformasi industri TPT. Pertama, Kemenperin berupaya memberikan kemudahan dan kepastian dalam berinvestasi.

Baca Juga: Industri Tekstil Melesat 5,39%, Kemenperin: Berkat Revisi Permendag 8/2024

“Melalui Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pemerintah telah menyederhanakan proses bisnis melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang telah diperbarui untuk mamastikan prosedur yang lebih cepat, lebih transparan, dan dapat diprediksi,” ujarnya.

Kedua, Kementerian Perindustrian menjalankan program restrukturisasi mesin dan peralatan untuk mendukung penggantian mesin lama dengan peralatan modern yang hemat energi bagi industri TPT. Sejak dimulai, program ini telah meningkatkan kapasitas produksi sebesar 21,75%, efisiensi energi sebesar 11,86%, lapangan kerja sebesar 3,96%, dan volume penjualan sebesar 6,65%.

Ketiga, menyalurkan skema Kredit Industri Padat Karya (KIPK). Skema ini memberikan akses pembiayan fasilitas di tahun 2025 hingga Rp20 triliun, sehingga mampu membantu sekitar 2.000 hingga 10.000 perusahaan industri, termasuk produsen tekstil dan apparel, untuk berekspansi dan mempertahankan tingkat penyerapan tenaga kerja.

Keempat, memberikan fasilitas masterlist untuk impor barang modal. Menurut Agus, kebijakan ini dapat memberikan jaminan pengecualian bea masuk untuk barang modal yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan keberlangsungan produksi.

Terakhir, pemerintah memberikan insentif fiskal meliputi tax holidays, tax allowances, investment allowances, dan super deduction tax untuk perusahaan yang berinvestasi pada riset dan pengembangan serta pendidikan vokasi.

“Dalam kondisi ini, industri TPT tetap menjadi pilar strategis dari basis manufaktur industri, serta berperan penting dalam menjaga pertumbuhan yang inklusif, menciptakan lapangan kerja, dan menopang kehidupan negeri ini,” jelas dia.

Paling Efisien
Di tingkat dunia, Agus mengungkapkan Indonesia masuk dalam lima besar produsen tekstil paling efisien. Di subsektor pemintalan benang misalnya, biaya produksi Indonesia mencapai US$2,71 per kilogram, lebih efisien daripada India, Tiongkok dan Turki, serta setara dengan Vietnam dan Bangladesh.

Di subsektor pertenunan, Agus menambahkan Indonesia mencatat biaya US$8,84 per meter, salah satu yang terendah di dunia. Di sektor fabric finishing, biaya produksinya mencapai US$1,16 per meter, lebih rendah daripada sebagian besar pesaing regional.

“Angka-angka tersebut merupakan bukti daya saing global Indonesia dan bisa menjadi fondasi yang kuat bagi pertumbuhan di masa mendatang,” ungkapnya.

Sementara itu, Agus mengatakan daya saing produk tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia terlihat di salah satu pasar tujuan ekspor terpenting yaitu Amerika Serikat. Produk TPT asal Indonesia dengan HS 61 (pakaian dan aksesori rajutan) menduduki peringkat sebagai komoditas surplus perdagangan terbesar kedua Indonesia, dengan nilai US$1,86 miliar, bahkan melampaui alas kaki (HS 64) hanya US$1,85 miliar.

“Hal ini menegaskan daya saing dan ketahanan sektor TPT Indonesia yang berkelanjutan, dan mampu memberikan posisi menguntungkan bagi Indonesia untuk memanfaatkan pengaturan tarif resiprokal dengan Amerika Serikat baru-baru ini,” imbuhnya.

Sebagai informasi, dilansir dari World Population Review, Indonesia berada di urutan 13 negara pengekspor TPT terbesar dunia dengan nilai US$13,4 miliar. Indnesia berada di bawah Kamboja yang berada di urutan 12, dengan nilai ekspor US$14,2 miliar.

Berturut-turut di posisi tiga besar adalah China dengan nilai ekspor US$260,8 miliar, Bangladesh US$48,9 miliar dan Vietnam US$42,1 miliar.

Baca Juga: Industri Fesyen Potensial Jadi Tulang Punggung Ekonomi, Menperin: Perkuat Kolaborasi

Agus menekankan dengan sumber daya yang melimpah, kebijakan industri yang adaptif, sumber daya manusia yang terampil, Indonesia menegaskan kesiapannya untuk menjadi mitra tepercaya industri tekstil global dalam membangun pertumbuhan berkelanjutan hingga dekade-dekade berikutnya.

“Di era transformasi besar-besaran, tantangan iklim, pergeseran geopolitik, disrupsi digital, dan restrukturisasi rantai pasok, Indonesia percaya bahwa peluang tetap ada. Indonesia siap menjadi pusat inovasi, manufaktur, dan pertumbuhan tekstil global,” tegas Agus.

Sementara Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa mengapresiasi pemerintah yang terus berjuang melahirkan regulasi-regulasi bagi untuk kepentingan industri padat karya, tekstil, dan produk tekstil domestik. Untuk itu, penting kolaborasi para pemangku kepentingan industri tekstil dan fesyen di tengah ketidakpastian global.

“Dengan kuatnya perlindungan kebijakan pemerintah, maka posisi industri Indonesia akan semakin kuat menghadapi persaingan global yang penuh tantangan perubahan rantai pasok dan perdagangan dunia," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar