c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

07 September 2023

13:42 WIB

Menko Luhut: Indonesia Buka Peluang Kolaborasi Atasi Krisis Iklim

Krisis iklim diperkirakan menyebabkan Indonesia kerugian 0,66% hingga 3,45% dari PDB pada 2030.

Editor: Fin Harini

Menko Luhut: Indonesia Buka Peluang Kolaborasi Atasi Krisis Iklim
Menko Luhut: Indonesia Buka Peluang Kolaborasi Atasi Krisis Iklim
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Antara Foto/Risa Krisadhi

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Indonesia terbuka untuk berkolaborasi dan bekerja sama dalam mengatasi tantangan keberlanjutan global.

Luhut menyebutkan krisis iklim telah merugikan perekonomian global sebesar US$23 triliun pada 2050 dengan 3 juta kematian setiap tahunnya. Oleh karena itu, sudah saatnya Indonesia bersama negara-negara lain berkolaborasi mengatasi masalah krisis iklim.

"Indonesia mempunyai peran penting dalam upaya dekarbonisasi global. Indonesia terbuka untuk berkolaborasi dan bekerja sama dalam mengatasi tantangan keberlanjutan global," ujar Luhut dalam pembukaan Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023 di Jakarta, Kamis (7/9).

Menurut Luhut, untuk mengatasi krisis iklim tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Harus ada kerja sama dari berbagai pihak untuk saling bergandengan tangan.

Lebih lanjut, setiap orang perlu mengambil tindakan dan bertindak untuk menyelamatkan masa depan bumi dari perubahan iklim. Namun, kolaborasi internasional dengan kecepatan dan skala yang besar semakin dibutuhkan saat ini.

Baca Juga: Yellen: Kerugian Perubahan Iklim Naik Lima Kali Lipat

"Dengan semangat kolaborasi global, kami memprakarsai Indonesia Sustainability Forum, sebuah forum tempat para pemimpin global berkumpul untuk mendorong kolaborasi internasional yang konkrit dalam mengejar pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif," kata Luhut.

Luhut mengangkat beberapa topik penting mengenai tantangan keberlanjutan seperti mengurangi emisi gas rumah kaca serta timbunan limbah dari kegiatan ekonomi, melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistem untuk menjamin kesejahteraan alam dan melindungi planet yang layak huni.

Selain itu, meningkatkan ekonomi hijau melalui pembangunan bisnis baru yang ramah lingkungan hingga menerapkan faktor finansial, teknologi, sumber daya manusia, dan faktor pendukung lainnya untuk mempercepat pertumbuhan berkelanjutan.

"Kami berupaya mendorong diskusi yang bermanfaat dan produktif di antara para pemimpin dan pemangku kepentingan utama yang hadir dalam dua hari ke depan," katanya.

Kerugian Indonesia
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut estimasi nilai kerugian yang ditanggung Indonesia akibat bencana yang ditimbulkan krisis ikim bisa menyentuh 0,66% hingga 3,45% dari PDB pada 2030.

Dia menambahkan, ukuran PDB Indonesia sekitar Rp20 ribu triliun pada 2023. Dengan estimasi pendapatan nasional bisa meningkat ke US$10 ribu/kapita dan asumsi pertumbuhan ekonomi terjaga di angka 5-7% plus inflasi, maka ukuran PDB Indonesia bisa mencapai dua kali lipat dalam kurang dari tujuh tahun.

“Katakanlah (PDB Indonesia) Rp40.000 triliun dan you can multiply 3,45% dari GDP, itu adalah kerugian. So, for sure kita akan menghadapi potential damage and lost yang sangat signifikan,” sebutnya dalam The 11th Indonesia EBTKE Conference and Exhibition 2023, Jakarta, Rabu (12/7).

Baca Juga: 2023, Indonesia Kehilangan Rp112,2 Triliun Akibat Perubahan Iklim

Mengacu asumsi hitungan Menkeu, hitungan Validnews nilai potensi kerugian akibat bencana alam nasional pada 2030 bisa menyentuh sekitar Rp264 triliun hingga Rp1.380 triliun.  

Karena itu, lanjutnya, pemerintah sudah tidak bisa membiarkan lagi persoalan climate change terus membesar di Indonesia. Apalagi hingga kini, sekitar 80% bencana alam di Indonesia berhubungan dengan air atau hidrometeorologi dan membawa kerugian konkret pada perekonomian.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar