28 Juli 2025
20:30 WIB
Menkeu: Tarif Dagang AS 19% Dorong Sektor Padat Karya RI
Menkeu menilai tarif dagang AS 19% untuk RI dapat berdampak positif bagi sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur. Kendati, pemerintah mencermati perkembangan risiko kebijakan ini.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
DK OJK Mahendra Siregar, Menkeu Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan DK LPS Purbaya Yudhi Sadewa saat melaksanakan Konferensi Pers KSSK III Tahun 2025, Jakarta, Senin (28/7). ValidNewsID/Fitriana Monica Sari
JAKARTA - Menteri Keuangan sekaligus Koordinator Anggota KSSK Sri Mulyani memproyeksi kesepakatan tarif dagang antara Indonesia dengan AS yang ditetapkan sebesar 19% dapat berdampak positif bagi ekonomi Indonesia. Sektor utama yang diuntungkan atas tarif ini adalah sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur.
"Keberhasilan dari negosiasi penurunan tarif resiprokal Amerika Serikat untuk Indonesia menjadi 19% diperkirakan dapat mendorong kinerja sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur," ujar Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Kantor LPS, Jakarta, Senin (28/7).
Baca Juga: Pemerintah Optimis Tarif 19% Bisa Kerek Pertumbuhan Ekonomi 5%
Asal tahu saja, AS sepakat untuk memangkas tarif resiprokal kepada Indonesia menjadi 19%, dari sebelumnya sebesar 32%. Namun, sebagai klausul tambahan, Presiden Trump meminta Indonesia untuk mengeliminasi 99% kebijakan hambatan tarif sekaligus meningkatkan impor sejumlah produk AS.
Di sisi lain, Sri juga memperkirakan, impor barang AS yang makin lancar dengan kebijakan bebas tarif maksimal hingga 0% dapat mendorong harga produk minyak dan gas (migas) serta pangan di Indonesia menjadi lebih rendah.
Kendati, bendahara negara tetap akan terus mencermati perkembangan risiko rambatan dari kebijakan ini kepada ekonomi nasional.
"Perkembangan risiko rambatan perlu untuk terus dicermati," imbuh Sri Mulyani.
Kemudian, pemerintah juga turut menyorot kinerja sektor manufaktur yang tergambar pada PMI manufaktur Juni 2025 yang masih kontraksi di level 46,9 poin. Sebagai konteks, PMI manufaktur RI sudah terpantau ambles sejak April di kisaran 46,7 poin dan sempat membaik sedikit pada Mei di level 47,4 poin.
Untuk itu, Sri Mulyani mengatakan, peranan sektor swasta sebagai penggerak pertumbuhan akan terus didorong melalui kebijakan dan percepatan deregulasi termasuk mendorong peranan Danantara yang makin optimal.
"Berbagai perkembangan dan kondisi strategi kebijakan akan terus ditingkatkan untuk mendorong multiplier effect yang lebih besar, sehingga ekonomi Indonesia tahun 2025 diproyeksikan masih akan tumbuh di sekitar 5%," tutur Menkeu.
Baca Juga: Simulasi DEN: Tarif AS 19% Bisa Naikkan PDB dan Serap Tenaga Kerja RI
Sebelumnya, Direktur Celios Bhima Yudhistira mewanti-wanti, impor produk dari AS akan membengkak, salah satunya sektor migas, produk elektronik, suku cadang pesawat, serealia (gandum dan sebagainya), serta produk farmasi.
Tercatat, total impor lima jenis produk ini sepanjang 2024 mencapai US$5,37 miliar atau setara Rp87,3 triliun.
"Yang harus dimonitor adalah pelebaran defisit migas, menekan kurs rupiah dan menyebabkan postur subsidi RAPBN 2026 untuk energi meningkat tajam," tegas Bhima, Kamis (17/7).
Menurutnya, alokasi subsidi energi 2026 yang sedang diajukan pemerintah Rp203,4 triliun tidak akan cukup karena setidaknya butuh Rp300-320 triliun. Apalagi, ketergantungan impor BBM dan LPG yang kian besar.