06 Januari 2025
15:49 WIB
Menkeu: Kondisi APBN Tertekan Hebat Semester I/2024
APBN cukup tertekan menghadapi sejumlah tantangan sepanjang semester I/2024. Tidak heran kondisi ini sempat pemerintah antisipasi dengan membuat asumsi pelebaran defisit APBN 2024 menjadi 2,7%.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
Menkeu Sri Mulyani Indrawati (tengah) menyampaikan APBN cukup tertekan menghadapi sejumlah tantangan sepanjang semester I/2024, Jakarta, Senin (6/1). Antara/Imamatul Silfia
JAKARTA - Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan, APBN cukup tertekan menghadapi sejumlah tantangan sepanjang semester I/2024. Tidak heran kondisi ini sempat pemerintah antisipasi dengan membuat asumsi pelebaran defisit APBN 2024 dari target 2,29% menjadi 2,7% saat laporan APBN semester I/2024 kepada DPR.
"Semester I/2024, mungkin untuk diingat kembali waktu itu, El Nino sudah mulai terjadi di akhir tahun 2023 dan terus meningkat dampaknya kepada kekeringan yang kemudian menciptakan kondisi harga pangan di seluruh dunia meningkat," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Jakarta, Senin (6/1).
Lebih lanjut, Sri Mulyani menuturkan, Indonesia sendiri mengalami peningkatan inflasi akibat harga pangan bergejolak (volatile food). Imbasnya, pada semester I/2024, inflasi sudah mencapai 3,1% (yoy) pada Maret 2024 atau di atas asumsi yang sebesar 2,8% (yoy).
Di sisi lain, ketidakpastian global akibat kondisi kenaikan harga pangan dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), menyebabkan Fed Fund Rate (FFR) memberikan sinyal bahwa penurunan suku bunga mungkin akan tertunda atau lebih kecil.
Sehingga, rupiah mengalami depresiasi yang cukup tajam dari Rp15.416 per dolar AS di posisi Desember 2023 menjadi Rp16.421 per dolar AS per Juni 2024.
Baca Juga: Menkeu: Tembus Rp507,8 T, APBN 2024 Ditutup Defisit 2,29% PDB
Selanjutnya, Indeks harga saham gabungan (IHSG) juga tertekan dengan sentimen higher for longer dan capital outflow. Akibatnya, indeks harga saham melemah dari 7.272,8 poin per Desember 2023 menjadi 7.063,6 poin pada posisi Juni 2024.
"Tekanan terhadap rupiah, tekanan terhadap saham, capital outflow juga menekan pada Surat Berharga Negara kita. SBN kita mengalami posisi yield tertinggi pada semester I, yaitu pada bulan April dan Juni, hingga mencapai 7,2%," ungkap Sri.
Padahal, pada Desember 2023, yield dari SBN 10 tahun masih di 6,5%. Dengan begitu, yield SBN naik hampir 700 basis poin (bps).
"Situasi ini tentu juga menyebabkan tekanan yang sangat besar. Harga komoditas mengalami pelemahan, dan kami waktu itu menyampaikan pada seluruh publik, media, penerimaan negara justru mengalami kontraksi. Jadi, bukannya tumbuh tapi mengalami tekanan, kontraksinya pada semester I di 6,25%," imbuhnya.
Menurut Menkeu, fenomena El Nino menyebabkan pergerakan harga pangan, geopolitik menimbulkan ketidakpastian, Tiongkok sebagai perekonomian terbesar kedua mengalami pelemahan, dan harga minyak dunia sempat melonjak akibat tersulut krisis di Timur Tengah.
Di sisi lain, harga batu bara yang menyumbangkan penerimaan signifikan bagi APBN beberapa tahun lalu justru masih rendah dan belum mengalami kenaikan. Sehingga terjadi kontraksi yang cukup signifikan pada penerimaan negara dalam Lapsem APBN semester I/2024 di DPR.
"Di sisi lain, kita melakukan beberapa tambahan belanja untuk memitigasi risiko maupun shock dan melindungi masyarakat. Maka kita menyampaikan di dalam laporan semester outlook dari APBN 2024 akan mengalami defisit lebih tinggi, yaitu 2,7% dari PDB," bebernya.
Kondisi Semester II Membaik
Sejalan dengan perubahan yang terjadi di semester II/2024, walau eskalasi perang di Timur Tengah tidak mengalami penurunan, namun tekanan terhadap harga minyak dunia mereda.
Sementara itu, beberapa harga komoditas krusial Indonesia, seperti batu bara, nikel, dan CPO di semester II/2024 mulai lepas dari tekanan, sehingga sebagiannya mulai terjadi perbaikan harga.
"Stimulus dari perekonomian di Tiongkok... menimbulkan harapan ekonomi Tiongkok akan mengalami paling tidak pemulihan atau peredaan terhadap kondisi yang terus menurun," kata Bendahara Negara.
Di sisi lain, tekanan terhadap indeks harga saham juga mulai mereda, dengan posisi 7.063,6 poin di Juni 2024 dan , meningkat tipis ke level 7.079,9 poin per Desember 2024.
Lalu, yield SBN per Desember juga mulai mereda ke level 7%, yang kendati masih tinggi kondisinya relatif lebih rendah dibanding posisi April atau Juni yang tertekan di level 7,2%.
Baca Juga: Sri Mulyani Buka Peluang APBN Perubahan 2025
Selain itu, inflasi juga mulai terkendali terutama harga-harga barang, terutama makanan yang bisa menurun. Sehingga inflasi Desember bisa berada di level 1,57% (yoy), yang jauh lebih rendah dari posisi tertinggi di 3% dan masih di dalam asumsi.
Sri Mulyani melanjutkan, penerimaan negara juga mengalami pembalikan (turning around) dengan adanya pertumbuhan. Sehingga, pada akhir 2024, penerimaan negara masih tumbuh positif sebesar 2,1% (yoy).
Rupiah juga sedikit menguat dari posisi Rp16.421 per dolar AS menjadi Rp16.162 per dolar AS pada Desember 2024. Dengan demikian, semua kondisi tersebut telah berdampak positif dan membuat APBN tetap bisa beroperasi optimal.
Ke depan, Menkeu Sri menyampaikan, pemerintah terus akan menjalankan APBN untuk berkerja keras melindungi masyarakat yang terus-menerus menghadapi suasana ekonomi dan geopolitik yang dinamis dan menjaga ekonomi RI tetap stabil.
"Tentu, pada saat yang sama APBN-nya sendiri harus tetap terjaga sehat karena di dalam suasana naik-turun, dalam suasana terjadinya gejolak dan tekanan selalu fallback posisi. Posisi yang diandalkan adalah APBN harus hadir, melindungi masyarakat, melindungi ekonomi," pungkasnya.