21 Desember 2024
13:37 WIB
Menaker Jamin Penerapan PPN 12% Tak Abaikan Perlindungan Pekerja
Pemerintah memastikan kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% tidak akan mengabaikan pelindungan pekerja/buruh, terutama pekerja di sektor padat karya maupun yang terdampak PHK.
Editor: Khairul Kahfi
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli. Dok Kemnaker
JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memastikan, kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tidak akan mengabaikan pelindungan pekerja/buruh, terutama yang berada di sektor padat karya maupun yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Menurutnya, pemerintah telah menyiapkan berbagai program sebagai bentuk mitigasi untuk mendukung kesejahteraan pekerja/buruh di tengah implementasi kebijakan tersebut.
"Kenaikan PPN adalah bagian dari kebijakan ekonomi nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang mengusung prinsip keadilan. Mereka yang mampu akan membayar pajak lebih banyak, sementara masyarakat yang tidak mampu akan mendapatkan perlindungan penuh dari negara," ujarnya melansir Antara, Jakarta, Sabtu (21/12).
Untuk pekerja di sektor padat karya, sambungnya, pemerintah akan memberikan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi pekerja dengan penghasilan hingga Rp10 juta per bulan.
Selain itu, pemerintah juga mendiskon 50% iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang ditanggung BPJS Ketenagakerjaan selama enam bulan, guna meringankan beban perusahaan dan pekerja.
Baca Juga: Yuk Simak! Pemerintah Tebar 15 Insentif Ekonomi Sambut 2025
Selanjutnya, pemerintah menawarkan dukungan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja yang terkena PHK. Program ini meliputi manfaat tunai sebesar 60% flat dari upah selama lima bulan, pelatihan senilai Rp2,4 juta, serta kemudahan akses ke Program Prakerja.
"Kami ingin memastikan bahwa para pekerja yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki daya beli dan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan mereka," tegasnya.
Menurut Yassierli, kebijakan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tengah tantangan ekonomi global.
Dengan langkah tersebut, pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara pengumpulan penerimaan negara dan pelindungan sosial. Sehingga dampak kebijakan ekonomi dapat dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Jadi kami ingin memastikan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada penerimaan negara melalui pajak, tetapi juga memastikan setiap kebijakan yang diambil tetap berpihak kepada pekerja dan buruh," katanya.

Efek Penyesuaian PPN Ke Tenaga Kerja
Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, kebijakan penyesuaian PPN tidak akan serta merta menganggu stabilitas ekonomi di dalam negeri. Malahan, pemerintah mensinyalir kebijakan ini bakal ikut memperkuat penambahan tenaga kerja formal maupun pendapatan negara.
Baca Juga: Ekonom: Stimulus untuk Redam PPN 12% Terlalu Pendek
Hal tersebut dibuktikan manakala pemerintah menerapkan penyesuaian PPN dari 10% menjadi 11% pada 2022 silam. Buat pengingat, penyesuaian kebijakan ini ditempuh sebagaimana amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Kita lihat, berbagai data lesson learned adalah menggambarkan perekonomian kita tetap relatif stabil dan bahkan ada indikator perbaikan (pasca penyesuaian tarif PPN),” kata Menkeu Sri, Senin (16/12).
Catatannya menunjukkan, penyesuaian PPN menjadi 11% juga ikut menyumbang kenaikan pekerja sebesar 3,2% atau sebesar 4,2 juta pekerja pada 2022. Di sisi lain, kebijakan sama juga ikut meningkatkan pekerja formal 3,6% atau sebesar 1,9 juta pekerja.
Lainnya, kebijakan ini juga ikut menambah pundi-pundi pendapatan negara via PPh 21 secara maksimal hingga 16,2% atau setara Rp24,5 triliun.