c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

18 Agustus 2025

19:49 WIB

MBG Ambil 44,4% Anggaran Pendidikan, Ekonom: Harus Pro Pertumbuhan

Rp335 triliun anggaran pendidikan dipakai untuk MBG, ekonom tegaskan praktiknya tidak boleh dipersempit sebagai program konsumtif semata.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">MBG Ambil 44,4% Anggaran Pendidikan, Ekonom: Harus Pro Pertumbuhan</p>
<p id="isPasted">MBG Ambil 44,4% Anggaran Pendidikan, Ekonom: Harus Pro Pertumbuhan</p>

Para siswa sekolah rakyat menikmati makan siang dalam program makan bergizi gratis bersama di ruang kantin sekolah. ValidNewsID/Hasta Adhistra Ramadhan

JAKARTA – Dalam RAPBN 2026, belanja pemerintah untuk pendidikan mengambil porsi paling besar. Yakni, mencapai Rp757,8 triliun atau sekitar 20% dari keseluruhan belanja negara yang sebesar Rp3.786,5 triliun.

Namun jika ditelisik, sekitar 44% atau setara Rp335 triliun anggaran dialokasikan untuk salah satu program prioritas pemerintah yakni Makan Bergizi Gratis (MBG). Artinya, yang tersisa untuk program penting pendidikan lain terbilang kecil.

“Kita bisa melihat bahwa belanja pendidikan terkesan naik cukup signifikan, tapi harus diingat bahwa 44% dari anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk pendidikan itu untuk MBG 44%. Jadi yang tersisa untuk pendidikan sebenarnya sangat kecil,” ujar Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan dalam Media Briefing bertajuk RAPBN 2026: Menimbang Janji Politik di Tengah Keterbatasan Fiskal, Senin (18/8).

Baca Juga: P2G Nilai Anggaran Pendidikan Bukan Untuk MBG

Terpisah, Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi menilai proyek-proyek prioritas seperti Makan Bergizi Gratis harus dipastikan benar-benar mendukung pertumbuhan (pro-growth) dan tidak boleh dipersempit sebagai program konsumtif semata.

“(MBG), harus dikelola sehingga memperkuat rantai pasok pangan lokal, memberdayakan UMKM serta menciptakan lapangan kerja di sektor produksi. Dengan begitu, program ini bisa menjadi penggerak ekonomi dari bawah, bukan sekadar instrumen politik atau seremonial,” tutur Syafruddin dalam keterangan tertulis, Senin (18/8).

Lebih lanjut, Syafruddin mengaitkan program MBG harus bisa menjadi alat untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4% dalam RAPBN 2026, yang meski dinilai tidak realistis oleh kalangan ekonom lainnya, namun harus dipandang sebagai ajakan untuk berani melampaui proyeksi konservatif lembaga internasional.

“Tantangan memang besar, tetapi peluang juga terbuka jika pemerintah mampu mengelola instrumen fiskal dan belanja publik secara tepat sasaran. Kuncinya ada pada keberanian menjadikan setiap rupiah belanja negara sebagai pendorong produktivitas, bukan sekadar rutinitas administratif,” tambahnya.

Alat Pertumbuhan Ekonomi 5,4%
Lebih lanjut, Syafruddin menilai target pertumbuhan ekonomi 5,4% dalam RAPBN 2026 hanya bisa dicapai bila kebijakan pusat dan daerah bergerak seirama untuk menjaga daya beli rakyat.

Sementara itu saat ini, kondisi lapangan menunjukkan daya beli masyarakat sedang rapuh, di mana pasar tradisional dan pusat perbelanjaan cenderung sepi meski di hari libur. Sebab itu, dirinya menilai kebijakan fiskal ke depan harus diarahkan pada instrumen yang benar-benar mendukung pertumbuhan dengan multiplier effect yang besar, salah satunya melalui MBG.

“Program-program prioritas seperti transfer ke daerah dan belanja sosial produktif harus dipastikan mengalir lancar, sehingga mampu menghidupkan aktivitas ekonomi lokal,” ujarnya.

Baca Juga: Belanja Pertahanan 2026 Lebih Besar Ketimbang Pendidikan, Pangan dan Kesehatan

Dirinya menambahkan, pertumbuhan ekonomi nasional tidak akan tercapai jika hanya bertumpu pada daerah kaya sumber daya alam, namun semua daerah perlu diberi ruang fiskal dan dorongan agar bisa tumbuh bersama.

Pada saat yang sama, pemerintah juga perlu menampilkan wajah kebijakan ekonomi yang partisipatif dan demokratis, di mana rakyat perlu merasa dilibatkan dalam arah pembangunan, sehingga tumbuh rasa memiliki meski kehidupan ekonomi tengah diliputi ketidaknyamanan.

“Partisipasi publik ini bukan sekadar simbolis, melainkan diwujudkan melalui forum konsultasi, transparansi belanja, dan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menjadi bagian dari rantai pasok program pembangunan,” tegasnya.

Dengan cara tersebut, Syafruddin meyakini, target pertumbuhan 5,4% bukan hanya mungkin dicapai, tetapi juga akan memiliki legitimasi sosial yang kuat karena dirasakan manfaatnya secara merata di seluruh lapisan masyarakat.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar