01 Juli 2025
09:10 WIB
Makin Jeblok, Lifting Minyak RI Baru Sentuh 568 Ribu BOPD Sampai Mei 2025
Legislator desak pemerintah agar segera ajukan Revisi UU Migas untuk penyederhanaan birokrasi dan mendorong lifting minyak.
Penulis: Yoseph Krishna
Ilustrasi. Suasana anjungan lepas pantai Yakin Field Daerah Operasi Bagian Selatan (DOBS) Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT), Kalimantan Timur, Senin (25/3/2024). Antara Foto/Hafidz Mubarak A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat rerata lifting minyak bumi sepanjang Januari-Mei 2025 di kisaran 568 ribu barel per hari (BOPD).
Angka tersebut masih jauh dari target yang dipatok dalam APBN TA 2025 sebesar 605 ribu BOPD. Bahkan, capaian lifting minyak sampai Mei 2025 belum bisa menyamai capaian sepanjang 2024 yang kala itu tercatat di angka 580 ribu BOPD.
"Sesuai dengan hasil koordinasi, tercatat realisasi lifting minyak bumi sebesar 568 ribu BOPD dari target 605 ribu BOPD," ucap Plt. Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tri Winarno dalam RDP bersama Komisi XII DPR, Senin (30/6).
Melihat kondisi aktual dari setiap lapangan migas di Indonesia, Tri menyebut target lifting minyak tahun 2026 mendatang masih berada di rentang 600 ribu-610 ribu BOPD.
Untuk mencapai target tahun ini maupun 2026 mendatang, pemerintah telah meracik sejumlah strategi, salah satunya ialah optimalisasi lapangan yang sudah berproduksi lewat teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR).
Baca Juga: Bertambah 30 Ribu BOPD, ExxonMobil Bakal Topang 25% Lifting Minyak Nasional
Kemudian, pemerintah juga tengah berupaya melakukan reaktivasi sumur maupun lapangan minyak yang sudah tidak berproduksi atau tak diusahakan dalam jangka panjang (idle).
"Reaktivasi sumur dan lapangan idle baik yang akan dikerjakan sendiri oleh KKKS maupun bergerak bersama mitra yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, serta memasifkan eksplorasi migas," jabarnya.
Bukan hanya minyak bumi, realisasi lifting gas pun masih belum memenuhi target yang dipatok dalam APBN. Hingga Mei 2025, tercatat lifting gas bumi sebesar 5.530 MMSCFD atau 987,5 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD).
Adapun untuk 2026 mendatang, target yang bisa dipatok dalam APBN terkait lifting gas bumi adalah sebanyak 5.695 MMSCFD atau kisaran 953 ribu-1,01 juta BOEPD.
"Realisasi lifting gas bumi (sampai Mei 2025) 5.530 MMSCFD dari target 5.628 MMSCFD atau setara dengan 987,5 ribu BOEPD," kata Tri.
Revisi UU Migas
Di tempat yang sama, Anggota Komisi XII DPR Ramson Siagian mengungkapkan pemerintah harus segera mengajukan Revisi Undang-Undang (UU) Migas kepada legislator sebagai salah satu upaya strategis menyederhanakan birokrasi dan ujungnya berdampak pada peningkatan lifting minyak.
"Untuk ini diperlukan Revisi Undang-Undang Migas. Ini lebih bagus kalau yang diajukan oleh pemerintah, bukan inisiatif DPR-RI. Ini tolong Pak Dirjen Migas dan SKK Migas berkoordinasi, dikasih tahu ke Pak Menteri," tutur Politisi dari Partai Gerindra tersebut.
Tak dapat dipungkiri, ruwetnya birokrasi menjadi tantangan konservatif yang dihadapi oleh para pelaku industri hulu minyak dan gas bumi.
PT Pertamina sebagai perusahaan pelat merah sekaligus penopang lifting minyak nasional dengan porsi lebih dari 60% saja merasakan tantangan tersebut. Tantangan birokrasi, sambung Ramson, utamanya terjadi pada fase eksplorasi migas.
"Eksplorasi birokrasinya juga masih panjang. Jadi, sudah ditemukan data cadangan minyak, tapi kalau mau mulai eksplorasi sampai mulai dan baru ada seismiknya itu lama prosesnya, bisa dua tahun. Jadi, bagaimana mau meningkatkan lifting minyak?" tambah Ramson.
Baca Juga: Rerata Lifting Minyak Kuartal I/2025 Baru 582 Ribu BOPD
Sejak 2012 silam, Ramson mengungkapkan tak ada kemajuan sejengkal pun dari proses Revisi UU Migas. Hal tersebut menurutnya jadi salah satu akar permasalahan lifting minyak RI yang terus anjlok setiap tahunnya.
"Jadi musti lembur juga ini dari pemerintah untuk mengajukan Revisi UU Migas kepada DPR-RI. Kalau inisiatif DPR, menurut pengalaman saya di sini, dua periode kita belum beres-beres nih. Jadi lebih bagus dari pemerintah supaya menyesuaikan arahan Bapak Presiden," jabar dia.
Dalam UU Migas, semestinya dijabarkan langsung penyederhanaan birokrasi, termasuk soal koordinasi dengan semua pemerintah daerah. Dengan begitu, proses eksplorasi hulu migas bisa berjalan lebih cepat.
"Karena saya sudah cek ke lapangan memang lambat itu birokrasinya. Jadi di mana hambatannya, bisa ditemukan solusi di dalam RUU Migas yang diajukan pemerintah," tandas Ramson Siagian.