09 Januari 2025
13:36 WIB
Luhut: Munculnya Coretax Gara-Gara Kritik World Bank Soal Cara RI Pungut Pajak
Coretax merupakan salah satu upaya untuk mempercepat transformasi ekonomi Indonesia melalui digitalisasi.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
Seorang wajib pajak mengakses Simulator Coretax yang diluncurkan Ditjen Pajak. ValidNewsID/Arief Rachman
JAKARTA - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pihaknya mendukung kehadiran Coretax atau sistem yang melayani seluruh administrasi perpajakan yang diluncurkan oleh Kementerian Keuangan mulai 1 Januari ini.
Luhut menceritakan, kehadiran sistem digital perpajakan ini lantaran kritik dari World Bank yang menyebut penerimaan pajak Indonesia yang tidak maksimal lantaran cara penghimpunan yang tidak mendukung.
"Sebenarnya kita ter-trigger karena briefing kami dengan World Bank, jadi World Bank itu mengkritik kita bahwa kita salah satu negara yang meng-collect pajak tidak baik kita disamakan dengan di Nigeria," kata Luhut dalam konferensi pers perdana DEN, Kamis (9/1).
Luhut mengatakan World Bank memproyeksikan potensi optimalisasi dari penghimpunan pajak Indonesia berkontribusi sebesar 6,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp1.500 triliun, jika langkah perbaikan diambil.
Baca Juga: DJP Luncurkan Simulator Coretax, Begini Cara Aksesnya
"Menurut mereka kalau kita bisa lakukan program ini itu, bisa kita dapat 6,4% dari GDP (PDB) atau setara kira-kira Rp1.500 triliun dan angka ini kita break down," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut Luhut juga mengatakan, Coretax merupakan salah satu upaya untuk mempercepat transformasi ekonomi Indonesia melalui digitalisasi. Pihaknya sendiri telah melakukan rapat bersama Presiden Prabowo dan mengusulkan empat hal.
"Pertemuan kemarin, presiden saya lihat sangat menikmati usulan-usulan yang diberikan DEN termasuk planning untuk eksekusinya," kata Luhut.
Empat Government Technology
Dia menuturkan, hal yang sangat penting untuk transformasi ekonomi Indonesia salah satunya lewat government technology. Ini lantaran penerapan teknologi dalam pekerjaan pemerintah dapat menjawab banyak hal dari permasalahan yang ada saat ini.
"Misalnya mengenai korupsi, efisiensi, single data dan segala macam. Dan Presiden kemarin kasih shock therapy kepada dewan, dia mau program ini sudah mulai jalan di bulan Agustus. Dan kita sudah harus kerja round the clock untuk membuktikan ini karena ini menyangkut game changer untuk Indonesia," jelasnya.
Pertama, upaya dalam mengoptimalkan pendapatan negara. DEN akan mengimplementasikan sistem Coretax dan Sistem Informasi Mineral dan Batubara (SIMBARA).
Sekretaris Eksekutif DEN Septian Hario Seto mengatakan Coretax dan SIMBARA diluncurkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak dan penerimaan sektor mineral dan batu bara.
Sistem Coretax memungkinkan pencatatan dan verifikasi transaksi secara real-time, mendukung kepatuhan wajib pajak, dan mengoptimalkan penerimaan negara. Sedangkan SIMBARA akan mendukung pendapatan negara bukan pajak yakni tambang terutama dalam bentuk royalti.
"Ini adalah dua pilar utama dalam optimalisasi pendapatan negara. Jadi kalau kita bicara pajak dalam konteks digitalisasi ini adalah salah satunya saja dari bangunan yang komprehensif," ucapnya.
Baca Juga: Ini Aturan Teknis Pelaksanaan Coretax Dalam PMK 81/2024
Kedua, efisiensi belanja negara. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendigitalisasi sistem e-catalogue versi 6.0 untuk memastikan proses pengadaan barang dan jasa lebih transparan dan efisien.
E-catalogue 6.0 sendiri hadir dengan fitur baru seperti pengawasan real-time, integrasi lintas kementerian dan lembaga, analisis kebutuhan otomatis, serta evaluasi vendor berbasis data untuk memastikan belanja negara tepat sasaran dan bebas dari pemborosan.
Ketiga, kemudahan pelayanan publik. Pemerintah akan melakukan digitalisasi layanan seperti administrasi kependudukan, SIM, paspor, pendidikan, dan kesehatan untuk meningkatkan akses dan efisiensi pelayanan masyarakat.
"Sistem digital ini dirancang untuk mengurangi birokrasi berlebih dan memberikan pengalaman yang lebih mudah serta cepat bagi masyarakat," ujarnya.
Keempat atau yang terakhir adalah kemudahan dalam berusaha. Seto menuturkan, penyempurnaan sistem Online Single Submission (OSS) dilakukan pemerintah untuk mempercepat proses perizinan usaha dan meningkatkan daya saing investasi di Indonesia.
"Sistem OSS yang lebih terintegrasi ini akan mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM) dan menarik lebih banyak investasi langsung," terangnya.