16 Juli 2024
12:56 WIB
LPEM FEB UI: Inflasi Dan Rupiah Stabil, BI Perlu Tahan BI Rate
Untuk saat ini, inflasi cenderung bukanlah isu yang mendesak dan perbedaan tingkat suku bunga masih cenderung atraktif untuk menarik modal masuk dan menjaga stabilitas Rupiah.
Penulis: Khairul Kahfi
Pegawai berjalan keluar gedung saat jam istirahat tiba di Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (20/3/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - LPEM FEB UI merekomendasikan Bank Indonesia (BI) untuk tetap mempertahankan suku bunga kebijakan BI Rate di level 6,25 pada Juli 2024.
"BI perlu mempertahankan suku bunga kebajikannya di level 6,25% bulan ini," kata Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam keterangan resmi, Jakarta, Selasa (16/7).
Dia menjelaskan, inflasi umum saat ini berada pada level 2,51% pada Juni 2024, melambat dari Mei 2024 yang sebesar 2,84%. Ini berarti inflasi masih berada di tengah kisaran target BI.
Riefky menyebutkan melambatnya inflasi umum disebabkan oleh turunnya harga pangan setelah musim panen dan rendahnya permintaan setelah perayaan Idulfitri yang berakhir pada bulan April 2024.
Lebih lanjut, Riefky mengatakan, karena The Fed saat ini mengambil sikap yang lebih dovish, arus modal telah masuk ke pasar negara berkembang.
Rupiah pun telah terapresiasi secara signifikan selama beberapa minggu terakhir, saat ini berada di kisaran Rp16.110 per dolar AS, menandai kenaikan 2,23% selama sebulan terakhir.
"Selain itu, cadangan devisa Indonesia meningkat sekitar US$1,2 miliar, dari US$138,97 miliar di bulan Mei menjadi US$140,18 miliar di bulan Juni 2024," terangnya.
Oleh sebab itu, LPEM FEB UI menilai BI perlu tetap waspada dalam merumuskan bauran kebijakannya untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan tingkat harga domestik.
"Untuk saat ini, inflasi cenderung bukanlah isu yang mendesak dan perbedaan tingkat suku bunga masih cenderung atraktif untuk menarik modal masuk dan menjaga stabilitas Rupiah," katanya.
Baca Juga: Bank Indonesia Tahan BI-Rate Juni 2024 Di 6,25%
Sebelumnya, BI tetap mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 6,25%. Level suku bunga moneter ini terhitung bertahan dan melanjutkan posisi suku bunga April lalu.
BI juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility di level 5,50% dan suku bunga Lending Facility tetap berada di kisaran 7,00%. Perry menjelaskan, keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,25% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability.
Kebijakan itu diambil sebagai langkah pre-emptive dan
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan, BI akan kembali mempertahankan BI-Rate tetap di level 6,25%. Mempertimbangkan ketidakpastian global dan domestik yang sedang berlangsung, “Meskipun indikator-indikator ekonomi Amerika Serikat menunjukkan pelemahan,” urai Josua.
Di dalam negeri, tingkat inflasi Indonesia cenderung terkendali karena peningkatan pasokan pangan setelah musim panen raya. Neraca perdagangan terus mencatat surplus meskipun menyempit, sehingga mendorong berlanjutnya defisit neraca transaksi berjalan (CAD) yang masih dalam level terkendali.
Faktor-faktor ini berkontribusi pada stabilitas ekonomi. Namun, risiko-risiko muncul dari meningkatnya ketidakpastian mengenai keberlanjutan fiskal, yang berasal dari perbedaan pendapat mengenai utang publik dan defisit fiskal.
“Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya twin deficit, dengan melebarnya defisit neraca transaksi berjalan dan defisit fiskal. Isu-isu tersebut memicu sentimen risk-off, yang berpotensi membatasi aliran modal masuk dan mempengaruhi stabilitas rupiah,” jelasnya.
Secara global, indikator-indikator ekonomi AS baru-baru ini mengonfirmasi perlambatan ekonomi AS. Dengan sektor manufaktur dan jasa yang mengalami kontraksi, disinflasi yang terus berlanjut, dan pasar tenaga kerja yang melemah.
Baca Juga: Ada Global Bond, Cadangan Devisa RI Naik Di Mei 2024
Namun, ketidakpastian global juga cenderung meningkat, terutama terkait kondisi politik di Zona Euro dan AS. Perubahan kepemimpinan di Inggris dan Perancis telah membuat investor lebih berhati-hati, “Karena mereka menilai kembali potensi dampak dari kebijakan ekonomi baru di pasar keuangan, terutama pasar obligasi,” katanya.
Selain itu, upaya penembakan terhadap Trump telah meningkatkan peluangnya untuk memenangkan pemilu AS yang akan datang, meningkatkan ketidakpastian pasar karena kemungkinan kebijakannya seperti kebijakan perdagangan yang restriktif dan pemotongan pajak yang diusulkan, yang dapat meningkatkan inflasi.
Secara keseluruhan, sentimen risk-off meningkat, dan permintaan terhadap aset-aset safe-haven menguat, membatasi pelemahan indeks dolar AS di tengah melemahnya data ekonomi AS.
“Kami memperkirakan bahwa arah kebijakan moneter BI di masa depan terkait BI-rate akan sangat bergantung pada perkembangan kondisi ekonomi dan politik global, terutama di AS,” urainya.
Pihaknya pun memandang the Fed hanya akan menurunkan Fed Funds Rate (FFR) satu kali di kuartal IV/2024. Meskipun pasar saat ini mengantisipasi dua kali penurunan FFR di 2024, mulai dari September.
“Fed diperkirakan akan data dependent, dan juga mempertimbangkan aspek-aspek yang lebih luas dari ekonomi AS, termasuk implikasi dari dinamika politik domestik di tengah pemilihan umum tahun ini,” tegasnya.
Untuk itu, pihaknya masih mempertahankan peluang penurunan BI-Rate yang muncul ketika The Fed memulai penurunan FFR. “Oleh karena itu, kami tetap mengantisipasi bahwa BI akan mempertahankan BI-Rate di level 6,25% hingga akhir 2024 dan ruang penurunan suku bunga BI diperkirakan akan lebih terbuka pada kuartal I/2025,” pungkasnya.