c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

05 Oktober 2024

15:52 WIB

Kualitas Data Eksplorasi Jadi Penyebab Minimnya Pemanfaatan Panas Bumi

Masih minimnya pemanfaatan energi geothermal di Indonesia karena pemerintah memerlukan data eksplorasi yang lebih akurat tentang potensi-potensi energi panas bumi di Indonesia.

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Kualitas Data Eksplorasi Jadi Penyebab Minimnya Pemanfaatan Panas Bumi</p>
<p id="isPasted">Kualitas Data Eksplorasi Jadi Penyebab Minimnya Pemanfaatan Panas Bumi</p>

Petani memikul Kubis yang baru dipanen melintasi instalasi PLTP PT Geo Dipa Energi kawasan dataran tinggi Dieng, desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jateng, Sabtu (14/8/2021). Antara Foto/Anis Efizudin

YOGYAKARTA - Pakar energi geothermal dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Pri Utami mengatakan pemerintah perlu meningkatkan kualitas data eksplorasi potensi panas bumi untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi rendah karbon itu.

Pri Utami di Yogyakarta, Sabtu (5/10), mengatakan peningkatan data tersebut diperlukan mengingat keberadaan potensi energi panas bumi (geothermal) sangat minim terlihat di permukaan.

"Ada dua hal mendasar yang harus dilakukan yaitu peningkatan kualitas data eksplorasi dan peningkatan pemahaman masyarakat," ujar dia, dikutip dari Antara.

Pri menilai masih minimnya pemanfaatan energi geothermal di Indonesia disebabkan pemerintah memerlukan data yang lebih akurat tentang potensi-potensi energi panas bumi di Indonesia.

Hingga kini, pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih di angka 11% dari total potensi yang ada.

Padahal, dia mengatakan Indonesia memiliki potensi energi geothermal 40% dari potensi dunia, yakni sebanyak 23.965,5 Mega Watt (MW).

Baca Juga: Pertamina-Chevron Dapat Restu Garap Panas Bumi Di Lampung

Potensi energi tersebut tersebar merata di Pulau Sumatra, Jawa, Bali dan Sulawesi, sehingga berpeluang mencukupi kebutuhan energi nasional sekaligus menurunkan produksi emisi karbon.

Dibandingkan energi terbarukan lainnya, menurut Pri, energi geothermal memiliki kadar karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan partikel padat yang jauh lebih rendah.

Selain itu, energi panas bumi juga memiliki kelebihan dari segi keberlanjutannya. Pasalnya, panas bumi yang tersebar di permukaan akan dibawa oleh air hujan dan mengikuti siklus hidrologi sehingga secara alamiah, energi panas akan kembali ke dalam bumi.

Tidak hanya itu, penginjeksian fluida yang telah diekstraksi tenaganya akan kembali ke reservoir panas bumi untuk menjamin keseimbangan panas dan massa dalam sistem panas bumi.

"Serangkaian kelebihan ini menjadikan energi panas bumi sebagai energi terbarukan yang stabil," ujar Pri Utami.

Tidak kalah penting, kata dia, pemanfaatan energi panas bumi perlu disertai peningkatan pemahaman masyarakat akan potensi panas bumi.

Menurut dia, masyarakat perlu dilibatkan dalam aktivitas perekonomian berbasis panas bumi, di antaranya melalui sinergi antara sektor panas bumi dengan pertanian serta pariwisata.

Tambah Tiga Proyek
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan akan membangun tiga Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP) dengan total listrik sebesar 90 Megawatt (MW) sampai akhir tahun ini.

Proyek tersebut nantinya membantu mengejar target 23% energi bauran EBT (Energi Baru Terbarukan) pada 2025.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan penambahan PLTP itu terdiri PLTP Salak Binary 15 MW, dengan progres EPC saat ini sebesar 95,5%,  Blawan Ijen unit 1 sebesar 34 MW dengan progres EPC saat ini sebesar 92,02%, dan Sorik Marapi unit 5 sebesar +-40 MW dengan progres EPC saat ini sebesar 87%.

“Ketiga PLTP ini diharapkan dapat beroperasi pada akhir tahun 2024," ujarnya di acara Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) ke-10 di Jakarta, Rabu (18/9).

Baca Juga: Investasi Panas Bumi RI Bertambah US$1,82 Miliar

Selain tambahan kapasitas, Eniya juga mengharapkan realisasi investasi dari pengembang panas bumi, baik di lapangan brownfield maupun greenfield, bisa mencapai ratusan juta dolar tahun ini.

"Prognosa investasi sebesar US$664 juta diharapkan dapat terealisasi, sehingga capaian investasi selama 10 tahun terakhir dapat mencapai US$5,4 miliar," tambah Eniya.

Dari 2014 hingga 2024, penambahan kapasitas PLTP mencapai 1,2 GW, sehingga total kapasitas terpasang panas bumi menjadi 2,6 GW, atau sekitar 11% dari total potensi panas bumi nasional. Energi panas bumi juga berkontribusi 5,3% dalam bauran energi, menjadikan Indonesia sebagai produsen listrik panas bumi terbesar kedua di dunia.

Tambahan kapasitas ini mampu melistriki 1,3 juta rumah serta mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 17,4 juta ton CO2 per tahun, mendukung pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia dalam Paris Agreement.

Hingga akhir 2024, pemerintah telah mengidentifikasi 362 titik panas bumi dengan potensi 23,6 GW. Sebanyak 62 Wilayah Kerja Panas Bumi dan 12 Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi telah disiapkan. Selain itu, pemerintah telah menerbitkan 16 izin panas bumi, memberikan 14 penugasan kepada BUMN, serta 13 penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar