22 Juni 2023
20:45 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman menargetkan Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi paling lama rampung pada Oktober 2024 mendatang.
"Pokoknya Revisi UU Migas dan RUU EBET sebelum masa periodisasi kita di Oktober 2024 itu harus sudah selesai," tegasnya saat ditemui awak pers di Kompleks Parlemen RI, Kamis (22/6).
Saat ini, Revisi UU Migas memasuki tahap sinkronisasi di Badan Legislasi DPR. Setelah itu, dokumen akan dikembalikan untuk dibahas di Komisi VII DPR. Sayangnya, Maman tak bisa mengungkapkan detil seputar isi dari revisi UU tersebut.
"Ini kan masih dalam proses politik. Artinya biar teman-teman di Baleg DPR lakukan sinkronisasi, setelah itu baru kita bahas," tutur Maman.
Merujuk pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Revisi UU Migas menggunakan mekanisme kumulatif terbuka mengingat UU tersebut pernah masuk dalam program judicial review di Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga: Arifin Tasrif Serahkan Draft DIM RUU EBET Ke Komisi VII
Artinya karena UU tersebut pernah masuk ke MK, maka pembahasannya tidak melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas), melainkan menggunakan sistem kumulatif terbuka.
Komisi VII DPR sendiri terus mempercepat penyelesaian Revisi UU Migas dalam rangka mengakselerasi produksi minyak dan gas bumi di dalam negeri. Apalagi, produksi migas nasional terus menurun beberapa tahun belakangan.
Dengan rampungnya Revisi UU Migas, ia berharap bisa menjadi payung hukum yang kemudian menarik minat investasi dari luar negeri untuk masuk ke sektor migas di Indonesia.
"Sekarang kan (produksi) di kisaran 630.000 BOPD. Harapan kita dengan percepatan Revisi UU Migas ini bisa menarik atau memberi kepastian hukum kepada investor sektor minyak dan gas bumi," tandas Maman Abdurrahman.
Asal tahu saja, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus mendorong peningkatan investasi di sektor hulu migas, untuk mewujudkan ketahanan energi. Apalagi sektor tersebut tak hanya berperan dalam penerimaan negara, tetapi juga modal pembangunan.
Tak tanggung-tanggung, SKK Migas menargetkan peningkatan investasi eksplorasi senilai US$3 miliar atau sekitar Rp45 triliun, dengan memanfaatkan potensi hulu migas yang masih menjanjikan.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen SKK Migas Benny Lubiantara sebelumnya menerangkan daya saing antarnegara soal investasi hulu migas menjadi acuan investor di bidang eksplorasi. Dalam hal ini, laporan Wood Mackenzie menunjukkan Indonesia berada di peringkat menengah soal prospectivity dan attractiveness.
"Di tataran negara sekitar, posisi Indonesia lebih baik dibanding Thailand dan Brunei Darussalam, namun masih lebih rendah dari Vietnam, Malaysia, dan Australia," imbuh Benny dalam sesi diskusi di Jakarta, Rabu (17/5).
Baca Juga: RUU EBET Penting Untuk Kembangkan Energi Terbarukan Berkelanjutan
Kebutuhan tambahan investasi itu tak lepas dari target pengeboran sumur eksplorasi sebanyak 57 unit tahun ini, kemudian bertambah menjadi 97 sumur di 2024, lalu tahun 2025 dan seterusnya diharapkan bisa melampaui 100 sumur. Target itu dapat direalisasikan dengan investasi eksplorasi hingga US$3 miliar.
"Sebagai industri dengan risiko tinggi dan butuh waktu lama sejak eksplorasi hingga produksi, maka iklim investasi hulu migas harus dijaga. Tidak cukup hanya menarik, tapi harus memberi kepastian hukum," kata Benny.
Karena itu, pemerintah saat ini terus mendongkrak daya saing investasi hulu migas, utamanya di sektor eksplorasi. Khusus tahun 2023, Benny menuturkan sektor hulu migas ditargetkan mampu menyerap investasi hingga US$1,7 miliar.
"Tahun ini targetnya US$1,7 miliar atau naik 112% dan tercatat sebagai investasi eksplorasi tertinggi sejak 2015," pungkasnya.