c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

10 Februari 2025

08:00 WIB

KKP Sebut Perdagangan Karbon Padang Lamun Bisa Mulai Tahun Ini

Padang lamun memiliki potensi besar dalam penyerapan karbon, dan potensial dalam perdagangan karbon. Namun, penelitian soal padang lamun masih minim. 

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">KKP Sebut Perdagangan Karbon Padang Lamun Bisa Mulai Tahun Ini</p>
<p id="isPasted">KKP Sebut Perdagangan Karbon Padang Lamun Bisa Mulai Tahun Ini</p>

Ilustrasi - Kawasan padang lamun di Bintan, Kepulauan Riau (Kepri). ANTARA/HO-KKP.  

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebut perdagangan karbon biru bisa dimulai tahun ini. Salah satunya, perdagangan karbon padang lamun.

“Ekosistem karbon biru yang sudah siap diperdagangkan di antaranya padang lamun,” ungkap Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P4K), Muhammad Yusuf dalam program Bincang Bahari mengupas pengelolaan karbon biru yang berkelanjutan tapi berpotensi cuan di Media Center KKP, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Yusuf menerangkan, Indonesia memiliki estimasi optimal 1,8 juta hektar padang lamun yang sedang tahap akhir validasi pemetaan. Padang lamun memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan emisi karbon lebih banyak dibandingkan dengan hutan tropis.

“Kita berharap tahun ini sudah bisa jalan, dan Pak Menteri concern sekali dengan perdagangan karbon ini,” imbuhnya.

Untuk mendukung perdagangan karbon biru, lanjut Yusuf, KKP telah menerbitkan Permen KP 1 tahun 2025 sebagai payung hukum penyelenggaran nilai ekonomi karbon sektor kelautan. KKP juga tengah menyiapkan sistem informasi untuk menfasilitasi perdagangan tersebut.

Permen KP 1 tahun 2025 menyebutkan penyelenggara nilai ekonomi karbon sektor kelautan bisa dilakukan oleh kementerian, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta masyarakat. Terdapat dua mekanisme penyelenggaran nilai ekonomi karbon yakni melalui perdagangan, maupun pembayaran berbasis kinerja.

Menanggapi hal itu, ESG Solution Group Head - EnviCount, Mochamad James Falahudin mengatakan Indonesia memiliki potensi karbon biru yang sangat besar untuk menyerap emisi karbon penyebab perubahan iklim, sekaligus menghasilkan nilai ekonomi yang tidak sedikit.

“Dengan adanya peraturan seperti ini, dapat mendukung bisnis kita bisa tumbuh,” ujarnya.

Baca Juga: Mengenal Lamun, Tumbuhan Yang Hidup di Dasar Laut

Potensi Padang Lamun
Dilansir dari Low Carbon Development Indonesia (LCDI), lamun merupakan tanaman laut berbunga yang tumbuh di perairan dangkal di sepanjang pantai, terutama di daerah pasang surut.

Seperti tumbuhan darat, lamun memiliki akar, rimpang, daun, bunga, dan buah. Bedanya, lamun bisa beradaptasi dengan lingkungan laut yang memiliki salinitas tinggi, karena itu bisa hidup terbenam di dalam air laut.

Lamun tumbuh berkerumunan dan membentuk padang lamun, yang merupakan habitat, makanan, dan perlindungan bagi berbagai makhluk laut, seperti ikan, udang, kepiting, kerang, penyu, dugong, dan lain-lain.

Keberadaan ekosistem lamun memiliki manfaat ekologis dan ekonomis di wilayah pesisir. Fungsi ekologis, seperti sebagai produsen primer, siklus karbon dan nitrogen, stabilisasi sedimen, dan habitat biota. Sebagai produsen primer, lamun menghasilkan oksigen dan bahan organik melalui fotosintesis. 

Sementara itu, sebagai siklus karbon dan nitrogen, lamun menyerap karbon dioksida dan nitrogen dari air dan mengubahnya menjadi senyawa organik. Terakhir, sebagai stabilisasi sedimen, lamun menahan sedimen dengan akar dan rimpangnya, serta mengurangi kecepatan arus dan gelombang dengan daunnya.

Seperti tumbuhan darat, ekosistem lamun berfungsi sebagai penyerap karbon (carbon sink), yaitu kemampuan untuk menangkap dan menyimpan karbon dioksida dari atmosfer ke laut melalui proses fotosintesis. CO2 yang diserap lamun sebagian digunakan sebagai energi dan sebagian lainnya disimpan dalam jaringan tubuhnya dalam bentuk biomassa, baik bagian atas (daun, bunga, buah) maupun bagian bawah (akar, rimpang).

Mengutip publikasi bertajuk Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir Dalam Kerangka Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Indonesia yang ditulis oleh Simamora, biomassa lamun bisa bertahan lama di dalam sedimen laut dan tidak kembali ke atmosfer.

Ekosistem lamun sangat efektif menyerap CO2 dengan serapan sebesar 1.867 ton/km2 (48%) relatif lebih tinggi dibandingkan mangrove sebesar 806 ton/km 2 (21%) dan karang sebesar 1.197 ton/km 2 (31%).

Baca Juga: KKP: Perlindungan Mangrove dan Lamun Sumbang Pencapaian Target NDC

Minim Penelitian
Perairan Indonesia memiliki kekayaan keragaman lamun yang besar. Dari 60 spesies lamun yang ada di dunia yang terbagi dalam 12 marga (genus), sebanyak 15 spesies dari 7 genus di antara ditemukan di Indonesia.

Secara luasan 5%-10% ekosistem lamun dunia terdapat di Indonesia. Namun, berdasarkan hasil kajian Pusat Riset Oseanografi-BRIN (PRO-BRIN), luas padang lamun Indonesia yang diteliti baru sekitar 16%- 35% dari potensi sesungguhnya.

Spesies yang paling luas sebarannya di pantai Indonesia seperti Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Cymodocea serrulata. Perairan di Indonesia menjadi rumah nyaman untuk bertumbuhnya lamun terutama di pesisir timur dan barat Pulau Sumatra. Seperti di kawasan Pantai Tanjung Kelayang, Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Kawasan sekitar Batam dan Bintan, Nias, dan sebagian Lampung juga menjadi favorit bertumbuhnya ekosistem lamun.

Luasan ekosistem lamun di seluruh perairan Indonesia yang sudah diverifikasi oleh Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI yaitu 293.464 ha dengan perincian luas lamun di perairan timur 284.660 ha dan barat 8.804 ha.

Dari seluruh luasan padang lamun yang sudah tervalidasi, tercatat hanya 15,35% yang kondisinya masuk kategori bagus atau sehat. Sedangkan seluas 53,8% lainnya dinyatakan kurang sehat, dan sisanya sekitar 30,77% dinyatakan miskin.

Penilaian itu mengacu pada standar Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Jika merujuk pada pedoman tersebut padang lamun yang masuk kategori sehat harus memiliki tutupan minimal 60%. Sementara itu, untuk kondisi sekarang, tutupan padang lamun di Indonesia rerata mencapai 42,23%.

Muhammad Yusuf saat berbicara di Agenda Tambahan Ocean-Climate Dialogue: Insight from the 2024 Ocean Dialogue to Drive Climate Ambition and Finance dalam COP 29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, pada November 2024 lalu mengungkapkan KKP tengah Menyusun Peta Nasional Padang Lamun yang diharapkan diluncurkan pada akhir 2024.

“Langkah ini mendukung pengembangan inventarisasi karbon biru dan aksi mitigasi berbasis data,” katanya, dikutip dari Antara, Rabu (27/11/2024).

Namun, diakui terdapat tantangan dalam Menyusun Peta Nasional Padang Lamun itu, sepertinya minimnya penelitian terkait karbn Padang Lamun dan keterbatasan data.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar