c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

25 November 2024

15:55 WIB

KIP: Belum Ada Laporan Formal Dari Masyarakat Yang Keberatan PPN 12%

KIP mengakui belum ada laporan atau aduan formal yang masuk dari masyarakat terkait kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025. Kemensetneg dan Kemenkeu patut berinisiatif menginformasikan soal PPN 12%.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Khairul Kahfi

<p>KIP: Belum Ada Laporan Formal Dari Masyarakat Yang Keberatan PPN 12%</p>
<p>KIP: Belum Ada Laporan Formal Dari Masyarakat Yang Keberatan PPN 12%</p>

Komisioner KI Pusat Rospita Vici Paulyn (kanan) saat memberikan keterangan pers di Kantor KI Pusat, Jakarta, Senin (25/11/2024). Antara/Rio Feisal

JAKARTA - Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Rospita Vici Paulyn mengakui, sampai sekarang belum ada laporan atau aduan formal yang masuk dari masyarakat terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.

Dia mengatakan, berbagai keluhan termasuk soal PPN 12%, perlu masyarakat sampaikan secara resmi ke pemerintah melalui kementerian/lembaga (K/L).

"Sejauh ini, belum ada (pengaduan formal soal PPN 12%), tapi kemarin kami baru habis RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Komisi I, dan kami diminta untuk merespons setiap isu-isu yang berkaitan dengan banyak orang, karena di sini ada hak masyarakat," ujarnya kepada awak media di Jakarta, Senin (25/11).

Rospita menyebut, masyarakat bisa menyampaikan keluhan salah satunya ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Apabila tidak ada respons yang baik, masyarakat bisa mengadu ke Komisi Informasi.

Dia mengungkapkan, pihaknya akan mencoba merespons setiap persoalan yang terjadi di publik. Dengan demikian, pemerintah bisa mendengarkan suara masyarakat melalui Komisi Informasi.

"Jadi prosedurnya harus seperti itu, karena Komisi Informasi itu sifatnya pasif, kami harus menerima pengaduan dari masyarakat, dan pengaduan itu harus sifatnya tertulis dan resmi," jelasnya.

Baca Juga: Pemerintah Tetap Bebaskan Tiga Kelompok Barang Dari PPN 12%

Karena sampai sekarang tidak ada pengaduan resmi dari masyarakat mengenai keberatan tarif PPN 12%, Rospita pun mengeklaim tidak ada kendala antara dua pihak, baik dari masyarakat maupun Komisi Informasi.

Hanya saja, dia mengakui, prosedur dan waktu yang ditempuh untuk mengajukan aduan formal cukup panjang. Sebab, secara prosedural masyarakat mesti mengadu ke badan publik terlebih dahulu, baru bisa mengadu ke Komisi Informasi.

"Waktunya itu yang menurut undang-undang KIP cukup panjang, 10 hari kerja masa respons dari badan publik. Sehingga kadang-kadang pemohon informasi merasa terlalu lama, terlalu panjang waktunya, sementara dia butuh sesuatu yang direspons dengan cepat," tuturnya.

Lebih lanjut, Komisioner Komisi Informasi Pusat menilai, keterbukaan informasi dari pemerintah merupakan hal yang penting. Sebab, persoalan kebijakan pajak menyangkut hidup masyarakat luas, sehingga jangan sampai kebijakan yang bakal pemerintah jalankan terkesan tidak transparan.

Oleh karena itu, ia mendorong agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku Bendahara Negara dan penyusun kebijakan PPN 12% lebih informatif kepada masyarakat.

Menurutnya, keterbukaan informasi melalui website resmi Kemenkeu sudah baik. Namun, perlu ditingkatkan untuk keterbukaan informasi mengenai permasalahan di lapangan, seperti isu PPN 12% ini.

"Ketika ada persoalan-persoalan yang muncul di lapangan seperti ini (PPN), ini nanti akan menjadi bahan kajian kami dalam hal melakukan penilaian lebih lanjut kepada kementerian-kementerian terkait, mengenai keterbukaan informasinya," ucapnya.

Dia menerangkan, berdasarkan Undang-Undang KIP, sebesar 90% informasi dalam badan publik bersifat terbuka. Sisanya, hanya sekitar 10% informasi yang boleh bersifat tertutup karena menyangkut rahasia negara, bisnis, dan pribadi.

Itu sebabnya, informasi mengenai laporan keuangan, kebijakan, barang dan jasa, serta sederet informasi yang dihasilkan dari anggaran negara atau APBN bersifat terbuka.

Baca Juga: Ekonom: Tarif PPN Jadi 12% Bikin Harga Makanan Di Level Ritel Makin Mahal

Nantinya, menurutnya, masyarakat bisa memilah bagaimana cara memanfaatkan, meminta, sampai mengontrol informasi yang diberikan. Kemudian, menakar, sudah benar atau belum penggunaan anggaran negaranya.

"Sudah atau belum (penggunaan anggaran negara) itu diinformasikan secara terbuka kepada publik, kebijakan-kebijakan yang diambil sudah melibatkan masyarakat enggak, sehingga ada pertimbangan dan masukan dari publik," imbuhnya.

Senada, Komisioner Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta Agus Wijayanto Nugroho menilai, belum ada pergerakan masif dari badan publik untuk menjelaskan soal kenaikan tarif PPN.

"Kita tidak perlu menunggu ada pengaduan ataupun permohonan sengketa. Inisiatif sendiri untuk 'ayo dong badan publik jelaskan terkait dengan sebenarnya kenaikan PPN', ini rasionalisasinya untuk apa, terus kira-kira dampaknya kepada masyarakat langsung itu apa," kata Agus.

Agus pun menyarankan, agar badan publik pemerintah seperti Kemensetneg dan Kemenkeu lebih informatif dan komunikatif, berkaca pada kondisi masyarakat makin resah karena PPN 12% mulai berlaku awal 2025.

Utamanya, dalam memberikan penjelasan mengenai kebijakan yang diambil seperti PPN 12% kepada masyarakat luas.

"Ya sebenarnya kalau narasinya sih bukan mendesak. Sebenarnya kami lebih untuk badan publik ketika sudah men-declare dirinya sebagai badan publik yang informatif itu harusnya bisa membangun komunikasi yang lebih baik kepada publik terkait dengan kebijakan yang diambil," terang Agus.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar