c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

29 Juli 2025

21:00 WIB

Kesepakatan Tarif AS 19% Halau 'Kiamat' Industri Tekstil RI

Kesepakatan tarif resiprokal 19% Indonesia-AS telah menyelamatkan industri padat karya nasional, khususnya sektor Tekstil. Kesepakatan ini menyelamatkan 3 juta pekerja RI di industri TPT akan PHK.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Kesepakatan Tarif AS 19% Halau &#39;Kiamat&#39; Industri Tekstil RI</p>
<p>Kesepakatan Tarif AS 19% Halau &#39;Kiamat&#39; Industri Tekstil RI</p>

Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengklaim kesepakatan tarif 19% antara Indonesia dan AS telah menyelamatkan industri padat karya nasional, khususnya sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Jakarta, Selasa (29/7). Dok Kemenko Ekonomi

JAKARTA - Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengklaim, kesepakatan tarif resiprokal sebesar 19% antara Indonesia dan AS telah menyelamatkan industri padat karya nasional, khususnya sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).

Susi memaparkan, hasil negosiasi tarif 19% telah mencegah lonjakan beban tarif impor yang sebelumnya hendak Presiden AS Donald Trump terapkan sebesar 32%. Dia pun menerangkan, kebijakan tarif dibedakan menjadi beberapa, yakni tarif Most Favoured Nation (MFN), tarif normal, tarif resiprokal, dan tarif sektoral. 

“Yang kita omongin berbulan-bulan hanya tarif resiprokal, itu tambahan ke MFN. Bayangkan kalau produk pakaian jadi kita, katakanlah biaya masuknya (impor) 20%, ketambahan 32% (tarif resiprokal), (totalnya) di atas 50%. Itu mematikan ekspor kita," jelasnya melansir Antara, Jakarta, Selasa (29/7).

Baca Juga: Menkeu: Tarif Dagang AS 19% Dorong Sektor Padat Karya RI

Sebagaimana diketahui, tarif resiprokal sebesar 19% nantinya akan dijumlahkan dengan tarif MFN. Tarif MFN sendiri merupakan bea masuk standar yang dikenakan suatu negara terhadap barang impor dari negara lain yang menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Karena itu, pemerintah menganggap kesepakatan tarif 19% ini sebagai hasil yang menyelamatkan sekitar 3 juta pekerja RI di industri TPT dari ancaman kehilangan pekerjaan. Industri ini merupakan bagian dari keseluruhan sektor padat karya yang menopang sekitar 12 juta tenaga kerja di Indonesia.

Pekerja menyelesaikan pembuatan bordir pada kemeja di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Cakung, Jakarta, Jumat (11/4/2025). Antara Foto/Jasmine Nadhya Thanaya

Susi menyampaikan, penetapan tarif itu juga datang pada saat yang sangat tepat, mengingat karakter industri fesyen yang bersifat musiman.

Tanpa kepastian tarif pada pertengahan Juli lalu, banyak produsen tekstil nasional akan kehilangan kesempatan untuk mengamankan pesanan untuk musim semi (spring season).

"Bayangkan kalau Bapak Presiden (Prabowo) belum sepakat dengan Trump, enggak ada kepastian Indonesia kena tarif berapa, bisa jadi order para perusahaan ekspor di Indonesia lari ke beberapa negara yang sudah jelas tarifnya. Contohnya di mana? Vietnam, walaupun dia (tarifnya) 20%," ujar Susi.

Baca Juga: Imbas Tarif 19%, Apindo Minta Insentif Fiskal Untuk Sektor Padat Karya

Kepastian tarif impor AS untuk Indonesia menjadi 19% pun memberikan sedikit ketenangan kepada pengusaha tekstil nasional.

"Kalau 15 Juli kemarin kita belum memutuskan, (pengusaha) enggak akan berani bikin order, karena enggak tahu Indonesia dikasih (tarif) berapa. Jadi blessing-nya kemarin, terlepas perdebatan ini paling rendah atau apa, tapi memberikan kepastian," tambahnya.

Cakupan Kesepakatan Dagang Indonesia-AS dan Negosiasi Lanjutan
Sebagaimana diketahui, selain soal tarif, kesepakatan dagang Indonesia-AS juga mencakup komitmen pembelian sejumlah produk asal AS. Di antaranya pembelian energi sebesar US$15 miliar, produk pertanian senilai US$4,5 miliar, serta pembelian 50 unit pesawat Boeing, sebagian besar model Boeing 777.

Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Antara Foto/Mohammad Ayudha

Susi menilai, kesepakatan ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tarif impor yang kompetitif di pasar AS, memberikan keunggulan tersendiri di tengah ketatnya persaingan global di sektor industri padat karya.

Baca Juga: Ada Tarif Resiprokal AS, CSIS Ingatkan Indonesia Waktunya Serobot Pasar Eropa

Meski telah menyepakati tarif resiprokal sebesar 19%, pemerintah Indonesia saat ini masih melanjutkan proses negosiasi lanjutan dengan pihak AS. Upaya ini difokuskan untuk menurunkan tarif impor sejumlah komoditas strategis agar bisa berada di bawah 19%.

Negosiasi lanjutan menyasar berbagai komoditas yang pada dasarnya tidak dapat diproduksi sendiri oleh AS, sehingga memiliki ketergantungan tinggi terhadap impor dari negara lain, termasuk Indonesia. 

Di antara komoditas yang menjadi fokus ialah produk-produk sumber daya alam unggulan Indonesia seperti kelapa sawit, kopi, kakao, dan produk agro lainnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar