JAKARTA - Wamentan Sudaryono menyampaikan, pihaknya telah berkomunikasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN) agar tidak memaksakan menggunakan susu, dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan dimulai pada Januari 2025 mendatang.
Sudaryono menjelaskan, hal ini sejalan dengan upaya Kementan yang masih akan mendongkrak produksi susu nasional.
"Tentu saja jika susu memang masih impor ya. Maksudnya, susu itu memang produksinya belum cukup. Kita menyarankan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk tidak terlalu memaksa harus minum susu," kata Sudaryono saat ditemui di Kantor Kementan, Jakarta, Selasa (29/10).
Menurutnya, sumber protein dapat dipenuhi melalui bahan pangan lainnya, seperti daging ayam atau telur ayam yang kebutuhan keduanya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Sementara penggunaan susu sapi lokal, Kementan akui, akan dipenuhi secara bertahap dengan meningkatnya produksi susu dari dalam negeri.
"Nanti pelan-pelan seiring dengan produktivitas susu kita (naik), kita akan tingkatkan (produksi susu). Tentu saja kita ingin
ngasih susu," ucapnya.
Baca Juga: Lampu Kuning Produksi Susu Sapi Asli IndonesiaNamun, ia mengecualikan pembatasan pemberian produk susu dalam MBG itu bagi wilayah-wilayah sentra produksi susu, seperti Banyumas dan Boyolali. Wilayah sentra produksi susu sebaiknya menggunakan susu sapi sebagai sumber protein di program MBG.

Langkah ini, Sudaryono sebut, agar tidak membebani industri lokal terkait yang memang belum mampu memproduksi susu secara optimal. Sehingga, Indonesia tidak perlu memaksakan impor susu bubuk sebagai pengganti pemenuhan susu untuk MBG.
Lebih lanjut, Sudaryono menyatakan, Kementan terbuka bagi pihak mana pun yang ingin berinvestasi peternakan sapi pedaging dan susu di tanah air untuk mencapai swasembada pangan.
Adapun terkait rencana Vietnam, Brasil, hingga Australia yang hendak investasi peternakan sapi pedaging dan perah di dalam negeri, Sudaryono memastikan, sah-sah saja jika negara-negara tersebut mendatangkan sapi hidup.
"Pemerintah itu membuka ruang kepada siapa pun, kepada perusahaan dalam dan luar negeri, kepada (perusahaan)
size besar atau kecil, koperasi atau perorangan, silakan untuk mendatangkan sapi hidup. Itu pakai uang mereka sendiri, tidak pakai APBN," jelasnya.
Baca Juga: Mengejar Asupan Protein Hewani Untuk Cegah Stunting
Sebelumnya, Dewan Persusuan Nasional mengonfirmasi, kondisi produksi susu sapi segar di dalam negeri yang jauh di bawah kebutuhan nasional sudah berlangsung lama. Bahkan, produksi susu segar pun relatif stagnan dalam kurun 20 tahun terakhir, sehingga bisa dikatakan produktivitas susu sapi segar dalam kondisi 'lampu merah'.
Adapun produksi susu segar dalam negeri saat ini hanya mampu menopang 20% kebutuhan susu nasional. Itu pun terjadi di tengah konsumsi susu per kapita per tahun yang masih sangat rendah. Bahkan, konsumsi susu warga Indonesia merupakan yang terendah di antara negara ASEAN.