20 Juli 2024
13:09 WIB
Kemenperin Amankan Lebih Dari 25 Ribu Speaker Aktif Tanpa SNI
Hitungan Kemenperin, nilai speaker aktif ilegal dan tak ber-SNI ditaksir mencapai lebih dari Rp10 miliar
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Sejumlah speaker aktif yang tidak memiliki SPPT-SNI ditampilkan pada konferensi pers hasil pengawasan Kemenperin di Jakarta, Jumat (19/7). Sumber: Kemenperin
JAKARTA - Kementerian Perindustrian melalui Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) telah melakukan pengawasan terhadap produk-produk elektronik yang beredar di Provinsi DKI Jakarta.
Dari pengawasan tersebut BSKJI Kemenperin mengamankan sebanyak 25.257 unit speaker aktif yang tidak memiliki SPPT-SNI senilai Rp10,2 miliar dari tiga perusahaan, yakni PT BSR 24.099 unit senilai Rp8,6 miliar, PT SEI 353 unit Rp1,4 miliar, serta PT PIS sebanyak 805 unit speaker aktif dengan nilai Rp281,7 juta.
“Ketiganya diwajibkan untuk menghentikan kegiatan impor dan dilarang untuk mengedarkan produk tersebut,” ungkap Kepala BSKJI Kemenperin Andi Rizaldi lewat keterangan tertulis, Sabtu (20/7).
Temuan tersebut ia jelaskan erat kaitannya dengan ketidakpatuhan pelaku usaha dalam memenuhi ketentuan SNI yang dinyatakan dalam UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan SNI Audio Video dan Elektronika Sejenis secara wajib.
Baca Juga: Soal Razia Barang Impor, IKAPPI Sampaikan Empat Poin
Hasil pengawasan terhadap PT BSR, PT SEI, dan PT PIS pada bulan Juli 2024 di Jakarta sendiri menunjukkan adanya produk speaker aktif hasil importasi dari RRT yang tidak memiliki SPPT-SNI yang dikhawatirkan dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pengguna serta merugikan produsen dalam negeri.
"Produk yang tidak memiliki SPPT-SNI ini berpotensi merugikan konsumen dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Kami tidak akan menoleransi pelanggaran semacam ini," tegas Andi.
Asal tahu saja, speaker aktif merupakan produk yang termasuk dalam daftar SNI wajib dan larangan terbatas (lartas) yang proses importasinya memerlukan dokumen SPPT-SNI dengan kode Harmonized System (HS) sesuai ketentuan yang berlaku.
Karena itu, Andi mengimbau seluruh pelaku usaha supaya mematuhi regulasi yang telah ditetapkan, termasuk keharusan pelaku usaha memiliki SPPT-SNI pada produk yang diwajibkan.
Baca Juga: Menperin: Pemberantasan Impor Ilegal Jangan Hangat-hangat Tahi Ayam
Kemenperin, lanjutnya, berkomitmen kuat untuk terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk-produk yang tidak sesuai ketentuan melalui kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait.
”Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif,” kata dia.
Andi menambahkan, pihaknya juga bertekad untuk terus meningkatkan kualitas pengawasan dan memastikan setiap produk yang beredar di pasar memenuhi standar yang telah ditetapkan.
“Pengawasan adalah kunci untuk melindungi konsumen dan industri dalam negeri,” jelas Andi.