14 Juni 2024
20:03 WIB
Kemenperin Akui UKM Lokal Sulit Masuk Ritel
Produk pangan dan olahan pangan hasil Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam negeri tersandung standar perusahaan ritel dan tuntutan branding serta desain kemasan produk.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Ilustrasi minimarket. ANTARAFOTO/Arif Firmansyah
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui, berbagai produk pangan dan olahan pangan hasil Industri Kecil dan Menengah (IKM) lokal ternyata sangat sulit tembus ke perdagangan ritel.
Direktur Industri Kecil dan Menengah Pangan, Furniture, dan Bahan Bangunan Ditjen IKMA Kemenperin, Yedi Sabaryadi mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya produk lokal masuk di ritel. Di antaranya, standar perusahaan ritel yang ketat, kemasan produk kurang menarik, dan branding produk IKM.
"Memang ada beberapa hal, betul terkait standar untuk masuk ritel, seperti Indomaret itu tidak mudah masuk sana. Selain itu, terkait kemasan dan branding," ujarnya dalam press briefing di Kantor Kemenperin, Jakarta, Jumat (14/6).
Selain tiga hal tersebut, Yadi juga menyampaikan ada satu hal yang biasanya membuat nyali IKM ciut. Contohnya, mekanisme pembayaran produk saat berkolaborasi dengan perusahaan ritel. Ada tipikal ritel yang membayar lunas produk IKM yang bakal mejeng di tokonya.
Namun, ada juga perusahaan yang tidak membayar lunas di muka lantaran ragu produk pangan dan olahan pangan besutan IKM tidak laku di toko ritel. Menurut Yadi, hal ini membuat IKM lokal ikut ragu-ragu juga untuk masuk ke sektor ritel.
Baca Juga: Terhambat Regulasi, Perdagangan Ritel Dinilai Dalam Kondisi Kritis
Di sisi lain, Yadi menyampaikan sudah banyak produk IKM furniture yang masuk ke toko ritel, seperti Ace Hardware dan Indogrosiran. Dia mencontohkan produk yang sudah dijual di ritel berupa sendok kayu dan ulekan.
"Balik lagi, rata-rata (terkendala) di standar yang ditetapkan perusahaan ritel, desain kemasan dan branding. Jadi kadang ritel pun setengah-setengah melihatnya (produk IKM), karena takut tidak laku," ucapnya.
Meski banyak kendala, Yadi mengatakan, ada beberapa produk IKM lokal yang mampu tembus ke ritel. Salah satu contohnya, Bolu Kemojo khas Riau yang sudah bisa ditemukan di beberapa toko ritel Pekanbaru, seperti Indomaret dan Alfamart lokal.
Untuk mengatasi kendala tersebut, Kemenperin memiliki wacana untuk membentuk store atau toko khusus yang berisikan produk-produk makanan dan minuman hasil IKM lokal. Yadi menuturkan, konsepnya mirip dengan toko-toko yang ada bandara sekarang ini.
"Kami akan buat supermarket kecil, tapi isinya produk-produk IKM. Sebenarnya sudah ada beberapa seperti di bandara, ada kumpulan-kumpulan IKM, tapi memang masuk ritel besar butuh lebih berusaha," ucap Yadi.
Selain itu, Kemenperin juga mengadakan business matching melalui gelaran seperti pameran. Itu merupakan salah satu cara untuk mewadahi pertemuan ataupun mematik kolaborasi antara pelaku IKM dan para pemain ritel dalam negeri.
Yadi mengatakan, pelaku ritel juga biasanya memberikan konsultasi dan rekomendasi kepada para IKM lokal. Utamanya, tips dan trik terkait standar yang perlu dipenuhi agar IKM lolos memasok makanan dan minuman di toko ritel.
"Ritel itu beri konsultasi kepada teman-teman IKM karena butuh standar a,b,c dan d. Mungkin ini nanti ke depan kita akan bina dan bimbing sesuai dengan standar dari ritel," imbuhnya.
Baca Juga: Pemerintah Segera Perketat Impor Barang, Ini Kisi-Kisi Aturannya!
Meski sulit tembus ke perusahaan ritel, produk makanan dan minuman besutan IKM lokal justru laku di pasar global. Dengan kata lain, banyak pula produk IKM yang sudah diekspor ke mancanegara.
Menurut Yadi, kebutuhan pasar dalam negeri dan luar negeri itu berbeda. Biasanya, buyer luar negeri tidak membutuhkan branding produk IKM Indonesia lantaran akan membeli secara masif untuk dikemas ulang di negara tujuan.
Selain itu, buyer luar negeri biasanya membeli produk pangan RI untuk dijadikan sebagai bahan baku industri di negara tujuan. Hal tersebut yang membuat produk pangan IKM lebih mudah tembus pasar internasional daripada ritel domestik.
"Komoditas ritel dan ekspor itu berbeda. Ritel butuh branding, sedangkan ekspor itu bentuknya bulky (pengiriman bal-balan), sehingga tidak perlu kemasan bagus. Ini jadi intermediate produk yang dipakai lagi sebagai bahan baku industri di negara tujuan," tutup Yadi.