01 Maret 2025
09:15 WIB
Kemenko Perekonomian Dorong Implementasi CCS Jadi Daya Tarik Investasi
Tak hanya berperan dalam dekarbonisasi industri, teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) diharapkan dapat berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Penulis: Siti Nur Arifa
Ilustrasi dekarbonisasi. Dekarbonisasi untuk menurunkan emisi CO2 untuk membatasi pemanasan global dan perubahan iklim. Sumber: Shutterstock
JAKARTA - Selain memiliki fungsi sebagai pengurang emisi karbon, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga menilai teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) bisa turut andil dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia melalui skema investasi.
Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kemenko Perekonomian Elen Setiadi mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi besar dari segi karakteristik geologi yang bisa menjadi daya tarik bagi negara-negara besar penghasil karbon.
"Inovasi teknologi seperti CCS menjadi solusi strategis dalam mengurangi emisi karbon tanpa menghambat pembangunan industri. Dengan kapasitas penyimpanan geologi yang luas, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pengembangan CCS di Asia,” ujar Elen, dalam workshop bertajuk Peluang dan Tantangan Implementasi Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS) di Indonesia, Kamis (27/2).
Baca Juga: Hashim Sebut Indonesia Punya Potensi Besar Dalam Bisnis CCS
Berangkat dari latar belakang Indonesia yang telah menunjukkan ketahanan ekonomi yang kuat di tengah ketidakpastian global, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,02% (yoy) pada kuartal IV tahun 2024, implementasi CCS diharapkan tidak hanya berkontribusi dalam dekarbonisasi industri. Tetapi, juga menarik investasi baru, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing industri nasional.
Dalam kesempatan workshop, pembahasan mengulas berbagai aspek penting terkait implementasi CCS, mulai dari implementasinya di Indonesia, operasi lintas batas CCS antara Indonesia dan Singapura, kerangka regulasi, dan kebijakan yang mendukung pelaksanaannya.
Sebagai percontohan, dibahas pula skema pajak karbon di Singapura serta aspek teknis CCS, termasuk mekanisme pengukuran, titik transfer, dan manajemen risiko.
Selain itu pemerintah juga menyoroti berbagai model pendanaan serta dukungan yang dapat diberikan untuk mempercepat berjalannya proyek CCS di tanah air.
"Indonesia dapat menjadi destinasi utama bagi investasi CCS dengan infrastruktur yang terintegrasi dan regulasi yang mendukung. Sinergi antara pemangku kepentingan sangat penting agar CCS dapat berkontribusi secara optimal terhadap transisi energi dan pertumbuhan ekonomi nasional,” tambah Deputi Elen.
Baca Juga: ExxonMobil Investasi US$10 Miliar Untuk CCS Dan Petrokimia Di Selat Sunda
Dalam workshop tersebut, hadir pula perusahaan energi ExxonMobil yang diketahui tengah dalam proses menggarap proyek CCS berkapasitas 3 gigawatt yang berlokasi di sekitar 100 kilometer dari Pantai Utara Banten.
Hadir dalam kesempatan sama, Direktur Eksekutif Bidang Sinkronisasi Kebijakan Program Prioritas Ekonomi Dewan Ekonomi Nasional Tubagus Negara menegaskan, bahwa Pemerintah perlu mengkaji tiga prioritas utama untuk mendukung implementasi teknologi CCS.
Tiga prioritas yang dimaksud di antaranya adalah pengembangan pasar domestik dan luar negeri untuk mencapai harga keekonomian, melakukan percepatan pembahasan peraturan, serta mempercepat proses transisi dan menugaskan CCS Champion di Lembaga Pemerintahan untuk mendukung daya saing di luar negeri.
Sementara itu Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian Lingkungan Hidup Ary Sudijanto menyatakan, pihaknya akan segera menyiapkan peta jalan untuk pelaksanaan teknologi CCS.
"Kementerian Lingkungan Hidup akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk menyiapkan Roadmap Implementasi CCS-Cross Border di Indonesia," pungkas Ary.