02 Juli 2024
15:31 WIB
Kemenkeu: Outstanding Utang Pemerintah RI Naik Jadi Rp8.353,02 T
Kementerian Keuangan melaporkan, outstanding jumlah utang pemerintah per akhir Mei 2024 tercatat mencapai Rp8.353,02 triliun.
Penulis: Khairul Kahfi
lustrasi utang luar negeri. Shutterstock/dok
JAKARTA - Kementerian Keuangan melaporkan, outstanding jumlah utang pemerintah per akhir Mei 2024 tercatat mencapai Rp8.353,02 triliun, dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38,71%. Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan.
Pantauan Validnews, outstanding utang pemerintah ini naik sekitar 0,17% atau setara Rp14,59 triliun ketimbang sebulan sebelumnya yang berada di Rp8.338,43 triliun, dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) 38,64%.
Kemenkeu menilai, rasio utang per akhir Mei ini masih tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40%.
“(Outstanding utang pemerintah akhir Mei 2024) terus menunjukkan tren penurunan dari angka rasio utang terhadap PDB 2021 yang tercatat 40,74%; 39,70% di 2022; dan 39,21% di 2023 Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif,” sebut laporan APBNKita Juni 2024, Jakarta, yang Validnews akses pada Selasa (2/7).
Pemerintah kembali menekankan, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,12%. Selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Baca Juga: Jatuh Tempo Utang Di 2025 Sentuh Rp800 T, Begini Alasan Sri Mulyani
Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 87,96%. Kemenkeu meyakini, pasar SBN yang efisien akan meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan.
“Dengan aktivitas pembiayaan utang melalui penerbitan SBN, pemerintah turut mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik,” urainya.
Surat Berharga Negara juga turut menyediakan referensi untuk menentukan harga instrumen pasar keuangan lainnya dan digunakan oleh para pelaku pasar untuk mengelola risiko suku bunga.
Per akhir Mei 2024, lembaga keuangan memegang sekitar 41,9% kepemilikan SBN domestik, terdiri dari perbankan 22,9% dan perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,9%. Bagi lembaga keuangan, SBN berperan penting dalam memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan likuiditas, serta menjadi salah satu instrumen mitigasi risiko.
Kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia sekitar 22,2% yang antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter. “Sementara, asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,1%, (yang sudah) termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing,” paparnya.
Kemenkeu bangga, kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya di bawah 3% menjadi 8,5% per akhir Mei 2024.
Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah lewat perluasan basis investor, inklusi keuangan, dan peningkatan literasi keuangan masyarakat dari savings society menjadi investment society.
“Sisa kepemilikan SBN domestik dipegang oleh institusi domestik lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan institusi bersangkutan,” terangnya.
Baca Juga: ADB Yakin Makan Siang Gratis Perlebar Defisit Fiskal Indonesia
Selanjutnya, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah terus berupaya mewujudkan pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid. Salah satu strateginya, melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).
Peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung dengan sistem online juga tak kalah penting. Sehingga mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi semakin efektif dan efisien, serta kredibel.
“Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal,” jelasnya.
Secara keseluruhan, profil jatuh tempo utang pemerintah per akhir Mei 2024 terhitung cukup aman. Dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 8 tahun.
Selain itu, pengelolaan utang pemerintah yang diisiplin turut menopang hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit seperti S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCR.
“Hingga saat ini, (lembaga pemeringkat kredit) tetap mempertahankan rating sovereign Indonesia pada level investment grade di tengah dinamika perekonomian global dan volatilitas pasar keuangan,” pungkasnya.