26 Agustus 2025
19:12 WIB
Kemenkeu Klaim Aturan Pajak Digital Baru Mudahkan Pedagang Online
Kemenkeu mengklaim penyesuaian kebijakan pajak digital dilakukan untuk memudahkan administrasi wajib pajak, khususnya pedagang yang berjualan di e-commerce.
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - Warga mengakses aplikasi belanja daring di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Jumat (24/1/2025). Antara Foto/Muhammad Bagus Khoirunas/tom
JAKARTA - Kementerian Keuangan mengklaim penyesuaian kebijakan pajak digital dilakukan guna memberikan kemudahan administrasi bagi wajib pajak, khususnya pedagang daring yang berjualan melalui platform niaga elektronik (e-commerce).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, pertumbuhan ekonomi digital yang terus meningkat menjadi latar belakang penyesuaian aturan tersebut.
“Tahun 2024 yang lalu, totalnya (nilai transaksi digital) itu sudah Rp1,45 triliun dengan pertumbuhan 6,6%. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan PDB,” jelasnya melansir Antara, Jakarta, Selasa (26/8).
Baca Juga: Pemerintah Terbitkan Aturan Soal Pemungutan Pajak Di Marketplace
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, pemerintah menunjuk platform Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pemungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto penjualan pedagang dalam negeri.
Dengan skema tersebut, dia mengatakan, pedagang tidak lagi harus menghitung dan menyetorkan sendiri pajaknya, karena pemotongan dilakukan langsung oleh platform dan dilaporkan dalam SPT.
“Saat ini platform tersebut yang melakukan pemotongan dan kemudian menyetorkannya ke kantor pajak. Hal ini sebenarnya bukan suatu jenis pajak yang baru juga, sehingga ini hanya mengatur cara pelaporan pajaknya. Dan ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang ingin memenuhi kewajiban perpajakannya,” katanya.
Bagi pedagang kecil, menurut dia, aturan tersebut dinilai meringankan karena pajak yang dipotong tetap dapat dijadikan kredit pajak.
Baca Juga: idEA Setuju Pajak Pedagang E-commerce, Asal Ada Masa Transisi 1 Tahun
Mekanisme itu berlaku baik untuk pedagang dengan omzet di atas Rp4,8 miliar maupun yang dikenakan tarif final 0,5%.
Pelaku UMKM melakukan siaran langsung penjualan pakaian melalui aplikasi e-commerce di Studio Nukadua Thrift, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (23/10/2024). Antara Foto/Abdan SyakuraYon Arsal menilai, langkah tersebut penting di tengah derasnya pertumbuhan transaksi digital yang kian mendominasi sektor jasa di Indonesia.
Menurutnya, penyederhanaan administrasi pajak digital juga bertujuan memberikan keadilan bagi pelaku usaha konvensional dan digital sekaligus menjaga kesetaraan dalam perkembangan ekonomi digital.
"Kita melihat bagaimana perpajakan transaksi digital ini juga menciptakan kondisi yang setara atau level playing field bagi seluruh industri," ujarnya.
Pemerintah mengidentifikasi, sektor informasi dan komunikasi terus menjadi pendorong utama transformasi ekonomi digital nasional. Pada kuartal II/2025, sektor ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,92% (yoy) melanjutkan tren positif dari kuartal I yang tumbuh sebesar 7,72% (yoy).
Baca Juga: E-Commerce Luar Negeri Juga Diwajibkan Pungut Pajak Pedagang Online Asal RI
Pertumbuhan didorong oleh meningkatnya adopsi layanan digital seperti e-commerce, fintech pendidikan dan kesehatan berbasis daring serta didukung oleh infrastruktur digital yang makin kuat. Transaksi digital meningkat signifikan termasuk QRIS dan BI-FAST yang mencerminkan tingginya penetrasi sistem pembayaran berbasis teknologi.
Sistem pembayaran digital seperti QRIS, BI-FAST, dan layanan digital banking tumbuh pesat, baik dari sisi volume maupun jangkauan pengguna. Pemanfaatan QRIS lintas negara turut menjadi indikator penting dalam integrasi sistem pembayaran regional.