15 Juli 2025
14:15 WIB
E-Commerce Luar Negeri Juga Diwajibkan Pungut Pajak Pedagang Online Asal RI
Penunjukan platform e-commerce sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yang akan memungut pajak dari pedagang online akan terus berkembang ke lokapasar yang lebih kecil.
Editor: Rikando Somba
Warga berbelanja secara daring di salah satu aplikasi belanja daring. Antara Foto/Yulius Satria Wijaya
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menunjuk platform lokapasar (marketplace) luar negeri untuk memungut pajak penghasilan (PPh) 22 dari pedagang daring (online) asal Indonesia. Ini dilakukan untuk menghindari risiko kecemburuan sosial dari pedagang daring di dalam negeri.
Adapun pedagang yang menjadi sasaran kebijakan ini adalah yang memiliki omzet di atas Rp500 juta, dibuktikan dengan surat pernyataan baru yang disampaikan ke lokapasar tertunjuk. Sebaliknya, mereka yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta terbebas dari pungutan ini.
"Ada lokapasar seperti di Singapura, China, Jepang, atau Amerika yang ternyata banyak orang Indonesia yang berjualan. Kita bisa menunjuk mereka untuk memungut PPh 22 sebesar 0,5 persen," kata Direktur Perpajakan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Selasa (15/7).
Yoga meyakini, langkah ini bisa dilakukan. DJP telah menerapkan cara serupa pada 2020 untuk menunjuk lokapasar asing sebagai penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN). Maka, DJP meyakini langkah yang sama bisa dilakukan pada rencana pungutan PPh 22 kali ini.
Baca juga: Kemenkeu Beri Marketplace Waktu 2 Bulan Bersiap Pungut PPh 22 Pedagang
"Supaya di dalam negeri tidak teriak, lalu pindah semuanya pakai lokapasar luar negeri," ujarnya.
DJP mengaku telah melakukan audiensi dengan sejumlah lokapasar besar dan berharap mereka bisa mulai mempersiapkan sistem serta kebutuhan teknis lainnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah meneken PMK 37/2025 pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025 untuk menunjuk lokapasar sebagai PPMSE untuk memungut pajak dari pedagang daring. Besaran PPh 22 yang dipungut yaitu sebesar 0,5% dari omzet bruto yang diterima pedagang dalam setahun.
Pungutan itu di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Adapun kriteria lokapasar yang akan ditunjuk untuk memungut PPh 22 dijelaskan dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yaitu menggunakan rekening eskro (escrow account) untuk menampung penghasilan dan memenuhi salah satu dari kriteria, yakni memiliki nilai transaksi dengan pemanfaat jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi di Indonesia melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan; dan/atau memiliki jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan
Terkait batas nilai transaksi dan/atau jumlah traffic, akan ditetapkan lebih lanjut oleh dirjen pajak yang menerima delegasi dari menteri keuangan. “Nanti ditetapkan oleh dirjen pajak. Nilainya kira-kira sama seperti PMSE luar negeri, yaitu transaksinya Rp600 juta setahun atau Rp50 juta per bulan dan diakses oleh masyarakat sebanyak 12.000 setahun. Kami buat sama,” ujar Yoga.
Pengecualian
Meski demikian, ada pengecualian yang berlaku untuk sejumlah transaksi lain, seperti layanan ekspedisi dan transportasi daring (ojek online atau ojol), penjual pulsa, hingga perdagangan emas.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatakan implementasi pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 dari pedagang daring (online) akan dimulai dari lokapasar (marketplace) besar. Adapun penunjukkan bertahap dilakuykan memberikan kesempatan bagi lokapasar mempersiapkan sistem mereka sebelum mulai menerapkan kebijakan pungutan pajak.

Namun, Yoga memastikan, penunjukkan sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yang akan memungut pajak dari pedagang daring akan terus berkembang ke lokapasar yang lebih kecil.
“Kalau yang ditetapkan hanya yang besar saja, nanti semuanya pindah ke yang kecil, lalu yang besar jadi rugi,” jelasnya.
Untuk implementasi kebijakan ini, DJP pun berencana menyiapkan aplikasi khusus untuk para lokapasar. Dengan aplikasi ini ini, DJP terus melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Dia pun memberikan sinyal bahwa lokapasar bisa mengajukan diri secara sukarela untuk ditunjuk sebagai pemungut PPh 22.
Baca juga: Pemerintah Terbitkan Aturan Soal Pemungutan Pajak Di Marketplace
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli, di Jakarta, Senin, mengatakan latar belakang diterbitkannya PMK ini adalah pesatnya perkembangan perdagangan melalui lokapasar (marketplace) di Indonesia, terutama setelah pandemi covid-19 yang mendorong perubahan perilaku konsumen ke arah digital.
Perkembangan itu diperkuat oleh tingginya jumlah penduduk Indonesia, meningkatnya penggunaan smartphone dan internet, serta kemajuan teknologi finansial yang makin memudahkan transaksi secara daring.
Selain itu, pengaturan itu bertujuan menciptakan keadilan berusaha (level playing field) antara pelaku usaha digital dan konvensional. DJP menyatakan praktik kebijakan perpajakan yang serupa telah diterapkan di beberapa negara, seperti Meksiko, India, Filipina, dan Turki.