c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

23 Desember 2024

13:48 WIB

Kemenkeu Jamin Tak Ada Biaya Tambahan QRIS Pasca PPN 12%

Kemenkeu menjamin tidak ada biaya tambahan yang dibebankan kepada konsumen ketika melakukan pembayaran digital via QRIS ketika berbelanja, pasca penerapan PPN 12% efektif diterapkan awal 2024.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Kemenkeu Jamin Tak Ada Biaya Tambahan QRIS Pasca PPN 12%</p>
<p>Kemenkeu Jamin Tak Ada Biaya Tambahan QRIS Pasca PPN 12%</p>

Pembeli membayar dengan menggunakan QRIS di Pasar Tomang Barat, Jakarta, Selasa (14/11/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan.

JAKARTA - Kementerian Keuangan menyampaikan, tidak ada biaya tambahan yang dibebankan kepada konsumen ketika melakukan pembayaran digital via QRIS ketika berbelanja, pasca penerapan PPN 12% efektif diterapkan awal 2024. 

Pernyataan ini disampaikan untuk meluruskan simpang-siur penyesuaian PPN 12% terhadap transaksi jual-beli masyarakat yang menggunakan QRIS.

"Transaksi melalui QRIS dan sejenisnya tidak menimbulkan beban PPN tambahan untuk customer," terang Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu dalam keterangan resmi, Jakarta, Minggu (22/12). 

Sebagai info, QRIS merupakan media pembayaran antara merchant (penjual) dan customer (pembeli) sesuai nilai transaksi perdagangan, dengan memanfaatkan teknologi finansial (fintech) yang semakin memudahkan transaksi.

Adapun, Febrio melanjutkan, pemerintah memang mengenakan PPN atas transaksi yang memanfaatkan fintech, termasuk QRIS salah satu di antaranya. Kendati demikian, pembebanan PPN QRIS diterapkan kepada penjual atau pedagang yang menggunakan QRIS.

"Beban PPN atas transaksi via QRIS sepenuhnya ditanggung merchant, berjalan sejak tahun 2022 melalui PMK 69 Tahun 2022," sebutnya. 

Dengan begitu, pemerintah menjamin, kebijakan penyesuaian tarif pajak ini dalam skema QRIS tidak akan membebani finansial konsumen ketika berbelanja.

"Dengan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%, tidak ada tambahan beban (biaya) bagi customer yang bertransaksi via QRIS," bebernya.

Baca Juga: Per 1 Desember 2024, BI Gratiskan Biaya Transaksi QRIS Sampai Rp500 Ribu

Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Dwi Astuti menjelaskan, transaksi pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS merupakan bagian dari Jasa Sistem Pembayaran. Ketentuan pemajakan QRIS bukan kebijakan baru.

Atas penyerahan jasa sistem pembayaran oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada para merchant terutang PPN, sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. 

"Artinya, penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru. Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant," ungkap Dwi, Sabtu (21/12).

Mudahnya, penerapan PPN atas kegiatan jual-beli via QRIS diterapkan hanya kepada penjual, bukan pembeli. Adapun MDR atau biaya akuisisi merupakan biaya yang dibebankan kepada pedagang setiap kali pelanggan melakukan pembayaran.

Baca Juga: BI Uji Coba Implementasi QRIS Tap Berbasis NFC

Ilustrasinya, pada Desember 2024, Pablo membeli produk TV seharga Rp5 juta. Atas pembelian tersebut, terutang PPN 11% sebesar Rp550 ribu, sehingga total harga yang harus Pablo bayarkan untuk TV tersebut adalah sebesar Rp5.550.000.

Atas pembelian TV tersebut, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Pablo tidak berbeda, baik ketika menggunakan QRIS maupun menggunakan cara pembayaran lainnya. 

"Artinya, jasa sistem pembayaran melalui QRIS bukan merupakan objek pajak baru.

Sebagai catatan tambahan, jika diterapkan menggunakan PPN 12% di awal Januari 2024, maka pembelian TV seharga Rp5 juta, terkena terutang PPN 12% sebesar Rp600 ribu, sehingga total harga yang harus dibayarkan konsumen adalah sebesar Rp5,6 juta.

Penerapan PPN Uang Elektronik dan Dompet Digital
Dalam kesempatan sama, Dwi juga menerangkan, PPN atas uang elektronik dan dompet digital (e-wallet) juga terkena kebijakan PPN. Selama ini, serupa dengan QRIS, jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital telah dikenakan PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022.

Namun, dasar pengenaan PPN pada uang elektronik dan e-wallet tersebut tidak terletak pada nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual-beli. Adapun pengenaan PPN diterapkan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut. 

"Artinya, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru," imbuhnya. 

Baca Juga: Kadin: Penggunaan QRIS Masih Terfokus Di Wilayah Jawa

Ilustrasinya, Zain mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp1 juta dengan biaya top up misalnya Rp1.500. Maka, sebelum 2025, hasil perkalian PPN 11% dan Rp1.500 sebesar Rp165. Namun pada 2025 nanti, hasil perkalian PPN 12% dan Rp1.500 sebesar Rp180.

Ilustrasi lain, Slamet ingin mengisi dompet digital atau e-wallet sebesar Rp500 ribu, dengan biaya pengisian dompet digital atau e-wallet misalnya Rp1.500. Maka dari itu, sebelum 2025, hasil perkalian PPN 11% dan Rp1.500 sebesar Rp165. Namun pada 2025 nanti, hasil perkalian PPN 12% dan Rp1.500 sebesar Rp180.

Artinya, Dwi menyampaikan, berapa pun nilai uang yang pengguna top-up tidak akan mempengaruhi PPN terutang atas transaksi tersebut. Karena PPN hanya dikenakan atas biaya jasa layanan untuk top up tersebut. 

"Sehingga, sepanjang biaya jasa layanan tidak berubah, maka dasar pengenaan PPN juga tidak berubah," sebutnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar