c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

26 Agustus 2025

11:23 WIB

Kebakaran Sumur Rakyat Blora, IRESS Dorong Pengetatan Aturan Tambang

IRESS meminta peninjauan ulang Permen ESDM 14/2025, seusai kasus kebakaran hebat sumur rakyat di Blora. Kebijakan harus dilengkapi berbagai persyaratan untuk memenuhi prinsip aturan pertambangan.

Editor: Khairul Kahfi

<p id="isPasted">Kebakaran Sumur Rakyat Blora, IRESS Dorong Pengetatan Aturan Tambang</p>
<p id="isPasted">Kebakaran Sumur Rakyat Blora, IRESS Dorong Pengetatan Aturan Tambang</p>

Tim gabungan berhasil memadamkan api sumur minyak ilegal di Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Sabtu (24/8/2025). Antara/HO-BPBD Blora

JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menekankan, peristiwa kebakaran sumur minyak rakyat di Blora, Jawa Tengah, yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia harus menjadi pelajaran penting agar ke depan tidak terjadi lagi.

"Keterlibatan masyarakat dalam operasi migas memang berbahaya oleh karena itu kejadian tersebut harus jadi pembelajaran berharga supaya tidak ada korban selanjutnya," katanya melansir Antara, Jakarta, Selasa (26/8).

Baca Juga: Sumur Minyak Rakyat Blora Meledak, ESDM: Sudah Saatnya Permen 14/2025 Dilaksanakan

Sebelumnya pada 17 Agustus 2025, sumur minyak rakyat di Desa Gandu Kecamatan Bogorejo Kabupaten Blora, Jawa Tengah mengalami kebakaran hebat. Api baru bisa dipadamkan pada hari keenam, sementara korban meninggal dunia sebanyak empat orang.

Terkait hal itu, Marwan berharap dan meminta peninjauan ulang Peraturan Menteri (Permen) ESDM 14/2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.

Dia menyebut, kasus kebakaran hebat sumur rakyat di Blora harus menjadi momentum evaluasi menyeluruh bahwa pelanggar harus diberi sanksi sekaligus perbaikan aturan yang kurang lengkap.

Menurutnya, kebijakan tersebut harus dilengkapi berbagai persyaratan untuk memenuhi prinsip-prinsip yang sesuai aturan pertambangan, termasuk aspek pertambangan yang baik, good mining practice, terutama memenuhi aspek-aspek keselamatan kerja.

Baca Juga: Pertamina Masih Suka Kebobolan Soal HSE, Apa Kabar UMKM?

Marwan membenarkan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan Permen ESDM 14/2025 di lapangan sangat sulit, termasuk mengenai aturan bahwa masyarakat hanya boleh menggarap sumur yang sudah ditinggalkan karena tidak layak secara bisnis korporasi, bukan sumur baru, yang belum diekspolitasi oleh BUMN.

"Jadi dalam mengeluarkan izin, seharusnya disertai kelengkapan aspek-aspek yang memang ada kaitannya dengan keselamatan kerja dan kepentingan negara serta BUMN. Begitu juga aspek lingkungan, harus diperhatikan,” jelasnya.

Menurut dia, yang tidak kalah penting yakni keterlibatan pemerintah, pejabat, termasuk BUMN, BUMD dan Pemda, untuk menjamin bahwa aturan sudah dijalankan dengan konsisten sehingga tak ada lagi pelanggaran aturan di lapangan.

Butuh Aturan Ketat
Secara terpisah, pakar keselamatan kerja Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Juwari sependapat bahwa sumur minyak rakyat sangat berbahaya dan kebakaran sumur minyak rakyat di Blora harus jadi pembelajaran. Untuk itu, pengelolaannya harus dibarengi aturan ketat, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

”Ya, sangat berbahaya. Harus ada undang-undang atau peraturan yang ketat,” ujar Juwari.

Begitu pula terkait Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025, Juwari berharap, agar lebih mengedepankan aspek teknologi dan tata kelola sumur rakyat tersebut.

”Apakah kaidah-kaidah pengolahan, penyimpanan, dan pengangkutan sudah sesuai untuk bahan berbahaya mudah terbakar (migas)?” ucapnya.

Baca Juga: ASPERMIGAS Dorong Pemerintah Bentuk Badan Khusus Pemberantas Sumur Ilegal

Secara kuantitas, perlu ada batasan maksimal kuantitas yang dapat dikelola masyarakat. Pembatasan ini penting untuk mengurangi bahaya dan potensi kecelakaan kerja yang makin tinggi.

Pemerintah perlu membatasi kuantitas minyak yang dikelola oleh sumur minyak rakyat. Juwari mencontohkan aturan industri kimia di Amerika Serikat, pekerjaan yang mengelola lebih dari 10.000 kg bahan kimia dianggap berisiko tinggi dan berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja fatal.

"Di AS, jika kuantitas tersebut dipenuhi maka harus mengikuti peraturan keselamatan Process Safety Management (PSM)," ujarnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar