c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

03 Agustus 2024

16:37 WIB

Kakao Ditopang Anggaran BPDPKS, Kementan: Positif Untuk Pengembangan

Kementan menyambut baik rencana pengelolaan kakao di bawah naungan BPDPKS ke depannya, terutama untuk meningkatkan produksi dan produktivitas petani.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Kakao Ditopang Anggaran BPDPKS, Kementan: Positif Untuk Pengembangan</p>
<p id="isPasted">Kakao Ditopang Anggaran BPDPKS, Kementan: Positif Untuk Pengembangan</p>

Petani memilah biji kakao di Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rabu (23/9/2020). ANTARAFOTO/Siswowidodo

JAKARTA - Pemerintah memutuskan tata kelola komoditas kakao ke depannya akan berada di bawah manajemen Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) atau BPDP. Kementerian Pertanian (Kementan) menilai rencana tersebut merupakan hal positif guna mengembangkan kakao nasional.

Dirjen Perkebunan Kementan Andi Nur Alamsyah mengatakan, kakao nantinya akan mendapatkan perhatian khusus dari Badan Layanan Umum (BLU) BPDP. Ia berharap hal tersebut bisa mendongkrak produksi sekaligus produktivitas para petani kakao dalam negeri.

"Ini positif untuk pengembangan kakao ke depan, di mana akan diperhatikan secara khusus oleh suatu Badan Layanan Umum yang anggarannya dikelola oleh BLU tersebut," ujarnya kepada Validnews, Sabtu (3/8).

Andi berharap mekanisme pengelolaan kakao di bawah BPDP akan lebih memudahkan  secara teknis, salah satunya dalam memberikan bantuan kepada petani kakao. Ia meyakini upaya tersebut memiliki andil untuk meningkatkan produksi dan produktivitas petani.

Baca Juga: Peringkat RI Turun Sebagai Negara Penghasil Kakao Dunia, Ada Apa?

Ia berpandangan, BPDP bisa segera bekerja untuk melaksanakan tugas sebagaimana amanat Presiden. Pasalnya, pengalihan kakao menjadi di bawah BPDPKS ini sudah didiskusikan dalam rapat terbatas (ratas) dengan Kepala Negara. Menurutnya, perbaikan tata kelola saat ini sangat mendesak guna meningkatkan produksi kakao.

"Selain itu, perlu dilakukan segera perbaikan on farm dan off farm serta dukungan kemitraan dengan industri," imbuh Andi.

Perbaikan produksi kakao perlu segera dilakukan karena dalam 5 tahun terakhir ini, panen biji kakao di Indonesia cenderung anjlok. Sementara secara global, itu tercermin pula dari merosotnya peringkat Indonesia sebagai negara produsen biji kakao di dunia.

Berdasarkan International Cocoa Organization (ICCO) pada 2022-2023, Indonesia berada di posisi ke-7 negara produsen biji kakao dunia. Padahal sebelumnya, sempat menduduki peringkat ke-3 penghasil kakao terbesar di dunia.

Tanaman Rusak
Secara rinci, Kementan mencatat terjadi penurunan produksi biji kakao sepanjang 2020-2024 ini. Pada 2020, jumlahnya mencapai 720.661 ton, lalu pada 2021 turun menjadi 688.210 ton. Kemudian pada 2022 turun lagi menjadi 650.612 ton, pada 2023 sebanyak 641.741 ton, dan diperkirakan pada 2024 sebanyak 641.248 ton.

Selain produksi, luas lahan perkebunan kakao juga menyusut dalam 5 tahun terakhir. Kementan mencatat, pada 2020 luas lahan kebun kakao mencapai 1,5 juta hektare (ha), lalu pada 2021 turun menjadi 1,46 juta ha, pada 2022 seluas 1,42 juta ha, pada 2023 seluas 1,41 ha, dan pada 2024 diperkirakan menyusut lagi menjadi 1,34 juta ha.

Namun perlu diingat, tidak semua lahan kebun kakao itu pohonnya bisa menghasilkan buah kakao untuk dipanen. Produktivitas kebun kakao dibagi menjadi 3 kategori, TBM atau Tanaman Belum Menghasilkan, TM atau Tanaman Menghasilkan, serta TTM/TR atau Tanaman Tidak Menghasilkan/Tanaman Rusak.

Baca Juga: Cuaca Dan Hama Jadi Tantangan, Bagaimana Petani Cokelat Mengatasinya?

Kementan pun melaporkan luas lahan tanaman yang mengasilkan kakao dalam 5 tahun. Pada 2020, ada seluas 996.761 ha, lalu pada 2021 berkurang menjadi 952.237 ha, pada 2022 seluas 910.274 ha, pada 2023 seluas 902.515 ha, dan pada 2024 diperkirakan luas tanaman menghasilkan (TM) berkurang drastis menjadi 870.635 ha.

Sementara itu, Tanaman Tidak Menghasilkan/Tanaman Rusak (TTM/TR) justru cenderung meningkat dalam 5 tahun belakangan. Pada 2020 luas lahan TTM/TR hanya seluas 257.287 ha, lalu pada 2021 naik menjadi 275.730 ha, pada 2022 menjadi 290.383 ha. Kemudian pada 2023 turun tipis menjadi seluas 287.906 ha, dan pada 2024 menjadi seluas 264.670 ha.

"Diharapkan BPDP bisa segera bekerja untuk melaksanakan tugas sebagaimana amanat Presiden karena saat ini sangat mendesak untuk dilakukan perbaikan dalam meningkatkan produksi kakao," kata Dirjenbun Kementan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar