24 September 2025
11:35 WIB
Investor Tunggu Data Inflasi AS, Rupiah Diprediksi Melemah Hari Ini
Analis memperkirakan kurs rupiah akan cenderung melemah seiring sikap wait and see investor menjelang rilis data inflasi inti AS. Di sisi lain, sentimen The Fed dan defisit anggaran RI jadi pemberat.
Editor: Khairul Kahfi
Petugas menghitung uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo, Melawai, Jakarta, Senin (15/9/2025). Antara Foto/Dhemas Reviyanto/sgd
JAKARTA - Analis Bank Woori Saudara Rully Nova memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah akan cenderung melemah seiring sikap wait and see investor menjelang rilis data inflasi inti Personal Consumption Expenditures (PCE) Amerika Serikat (AS).
“Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan melemah kisaran sempit Rp16.680-16.710, dipengaruhi oleh faktor global kenaikan index dollar sehubungan dengan wait and see data inflasi inti PCE AS yang akan rilis Jumat (26/9) malam,” ujarnya melansir Antara, Jakarta, Rabu (24/9).
Inflasi inti PCE AS bulanan pada Agustus 2025 diperkirakan berkisar 0,2%, di bawah realisasi Juli 2025 yang sebesar 0,3%.
Baca Juga: Kebijakan Imigrasi Trump Bikin Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS
Berdasarkan pantauan pagi ini, nilai tukar rupiah pada perdagangan Rabu (24/9) di Jakarta, dibuka menguat tipis sebesar 0,03% atau Rp4, dari sebelumnya Rp16.688 menjadi Rp16.684 per dolar AS. Sementara, per 23 September 2025, kurs rupiah sesuai Jisdor Bank Indonesia (BI) berada di level Rp16.636 per dolar AS.
Adapun, Bloomberg mencatat, level rupiah saat ini sudah terpantau lebih lemah ketimbang pekan lalu (17/9) yang berada di kisaran Rp16.437 per dolar AS. Bahkan, pelemahan rupiah sudah terjadi lebih dalam dibanding sebulan lalu (25/8) yang berkisar Rp16.259 per dolar AS.
Pada penutupan perdagangan Rabu (23/9), Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau ditutup menguat ke level 97,36 poin atau naik 0,10 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 97,26 poin.
Adapun pergerakan DXY kemarin (23/9) berkisar antara 97,22-97,36 atau sedikit menguat dibanding kondisi beberapa waktu belakangan terhadap rentang level DXY 52 pekan terakhir yang sudah turun ke kisaran 96,21-110,17 poin.
Sentimen The Fed dan Defisit Anggaran RI
Sentimen negatif rupiah juga berasal dari pernyataan Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell yang kurang dovish perihal potensi pemangkasan lanjutan suku bunga AS. Pernyataan ini ikut menambah ketidakpastian kebijakan suku bunga ke depan.
“Pernyataan Ketua The Fed yang menyatakan bahwa penurunan suku bunga ke depan masih akan terbatas karena risiko inflasi akibat kebijakan tarif. Hal tersebut semakin memperuncing perpecahan dengan anggota The Fed yang lain yang menginginkan penurunan suku bunga lanjutan,” ungkap Rully.
Baca Juga: APBN Per Agustus 2025 Defisit Rp321,6 Triliun
Melihat sentimen dari dalam negeri, pelemahan kurs rupiah dipengaruhi sikap pelaku pasar yang mencemaskan disiplin fiskal pemerintah dan independensi Bank Indonesia (BI).
“(Apa yang dikhawatirkan pelaku pasar adalah) posisi defisit anggaran yang saat ini sudah mendekati batas threshold di 3%,” kata dia.