c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

03 Juli 2024

18:12 WIB

Ini Kata DPR Hingga Pengamat Soal Batalnya Akuisisi Bank Mualamat Oleh BTN

Pengamat perbankan menduga pembatalan akuisisi ini penyebabnya karena beberapa hal. Apa saja?

Penulis: Fitriana Monica Sari

<p>Ini Kata DPR Hingga Pengamat Soal Batalnya Akuisisi Bank Mualamat Oleh BTN</p>
<p>Ini Kata DPR Hingga Pengamat Soal Batalnya Akuisisi Bank Mualamat Oleh BTN</p>

Muamalat Tower yang berlokasi di Jakarta Selatan. Bank Muamalat/Dok

JAKARTA - Kabar mengenai batalnya akuisisi Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI) oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menarik perhatian kalangan legislatif. Mereka menilai langkah BTN merupakan sebuah bentuk kehati-hatian bank milik negara yang perlu diapresiasi.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Fathan Subchi memuji sikap manajemen BTN dalam proses akuisisi atau merger BTN Syariah dengan Bank Muamalat.

Tahapan due diligence yang dilakukan selama empat bulan terakhir dengan melibatkan sejumlah auditor dan konsultan bisnis kredibel, menunjukkan sisi profesionalisme manajemen dalam melakukan aksi korporasi yang terbilang sangat signifikan ini.

Hasil uji tuntas tersebut menjadi pijakan manajemen untuk melangkah ke tahap berikutnya. Kendati demikian, pada titik ini, beredar kabar, BTN memutuskan untuk tidak lanjut karena terdapat perbedaan visi, strategi, dan valuasi.

Keputusan tersebut, kata Fathan, dapat dimengerti karena telah melalui proses yang benar dan kredibel. Selain itu, pertimbangan yang diambil telah melihat kedua sisi, baik dari sisi BTN maupun dari sisi Bank Muamalat.

"Keputusan yang diambil didasarkan pada kajian dan analisis dengan mengedepankan asas kehati-hatian. Termasuk proses due diligence yang telah dilakukan. Ini menjadi jalan terbaik buat BTN dan Muamalat," ujar Fathan dalam keterangan resmi yang diterima Validnews, Rabu (3/7).

Baca Juga: OJK Sebut Tahapan Merger Bank Muamalat-UUS BTN Masih Bergulir

Menurut Fathan, sebelum mengambil keputusan, BTN juga harus memastikan bahwa setiap aksi korporasi, termasuk akuisisi, telah sesuai dengan strategi bisnis dan nilai-nilai perusahaan.

"Termasuk kesesuaian budaya dan visi antara dua entitas juga harus dipertimbangkan. Tidak bisa hanya dilihat dari satu entitas saja," tambahnya.

Jangan sampai, lanjut dia, keputusan yang diambil justru merugikan salah satu pihak, atau bahkan kedua belah pihak. Hal ini dengan mempertimbangkan posisi BTN sebagai badan usaha milik negara (BUMN) dan Bank Muamalat yang di dalamnya ada dana umat melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Jika batalnya rencana akuisisi Bank Muamalat oleh BTN misalnya karena masalah harga yang belum sepakat, tentu masing-masing mempunyai pertimbangan yang telah dipikirkan masak-masak.

"Makanya, kita mengapresiasi langkah BTN jika batal mengakuisisi Bank Muamalat dengan pertimbangan unsur kehati-hatian," kata Fathan.

Perbedaan Visi
Direktur Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat menilai batalnya akuisisi dan merger BTN Syariah dan Muamalat lebih terkait perbedaan visi dan desakan agar Muamalat dibiarkan berdiri sendiri di luar BUMN. 

“Tampaknya rumor tersebut (BTN batal akuisisi) memang benar adanya. Saat melakukan due diligence, kedua pihak mungkin merasa tidak memiliki visi yang sama dan akhirnya memilih strategi berbeda,” ungkap Sutan Emir Hidayat.

Adapun, visi yang dimaksud terkait dengan strategi pengembangan bank syariah hasil merger. BTN mungkin akan membawa bisnis model yang sangat fokus pada ekosistem perumahan, sementara banyak pihak berharap Bank Muamalat melanjutkan strategi yang sudah dirintis oleh para pendirinya.

Selain itu, lanjutnya, mungkin ada sejumlah kendala teknis yang proses penyelesaiannya membutuhkan waktu cukup lama, seperti masalah akad kredit nasabah eksisting atau struktur pemegang saham Muamalat itu sendiri.

“Kalau hambatannya terlalu banyak, mungkin berpisah adalah pilihan terbaik. Karena, jika terus dipaksakan, malah hasilnya bisa tidak bagus untuk semuanya,” katanya.

Emir mencium gelagat batalnya akuisisi ketika Muhammadiyah menyuarakan pentingnya Bank Muamalat untuk berdiri sendiri, bukan menjadi bagian dari keluarga BUMN. Masukan tersebut mungkin membuat para pihak menjadi gamang untuk melangkah lebih jauh.

“Apa pun keputusannya, kami tentu mengapresiasi selama keputusan tersebut didasari pertimbangan yang sangat matang. Yang penting semangatnya tetap sama yakni demi kemajuan industri keuangan syariah negeri ini,” tegas dia.

Sementara itu, mengutip pernyataan salah satu tokoh Muhammadiyah Anwar Abbas, keberadaan “bank milik umat” perlu dipertahankan untuk kemaslahatan bersama sekaligus merawat warisan para pendirinya yang sudah bersusah payah menjaga Muamalat.

“Dengan beberapa pertimbangan, ide untuk memergerkan Bank Muamalat dan BTN Syariah sebaiknya tidak dilanjutkan,” kata Anwar Abbas, tokoh Muhammadiyah yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ini (MUI), beberapa waktu lalu.

Menurut Buya Anwar, di tengah-tengah persaingan dunia perbankan di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, sebaiknya tetap ada bank swasta milik umat Islam.

Dia berharap dalam menangani masalah Bank Muamalat perlu pendekatan yang tidak hanya murni mempergunakan hitung-hitungan ekonomi dan bisnis saja.

"Kita juga harus bisa memperhatikan dan mempertahankan sejarah, maksud dan tujuan dari kita mendirikan bank ini, yaitu kita ingin umat Islam punya bank yang berdasarkan prinsip syariah, yang diharapkan akan dapat membantu ekonomi umat, terutama usaha-usaha yang berada di kelompok UMKM, terutama usaha kecil, mikro dan ultra mikro yang jumlahnya 99% dari seluruh pelaku usaha di negeri ini, yang oleh sistem perbankan yang ada secara sistemik telah termarginalkan," tutur Anwar.

Apa Kata Pengamat?
Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengaku belum menemukan penjelasan resmi terkait batalnya akuisisi Bank Muamalat oleh BTN.

Kendati demikian, dia menduga pembatalan akuisisi ini penyebabnya karena beberapa hal. Mulai dari perbedaan fokus hingga model bisnisnya.

"Saya belum menemukan penjelasan resmi tentang hal ini, namun kemungkinan pembatalan ini dapat saya berikan pendapat berasal dari setidaknya perbedaan fokus dan model bisnisnya," kata lelaki yang akrab disapa Didiet kepada Validnews, Rabu (3/7).

Dia menjelaskan, saat ini BTN memiliki fokus pada bisnis perumahan, sedangkan Bank Muamalat memiliki fokus pada segmen ritel dan korporasi.

Selain itu, lanjutnya, saat ini model bisnis BTN mungkin ingin membawa model bisnis yang fokus pada ekosistem perumahan, sedangkan banyak pihak berharap Bank Muamalat melanjutkan strategi yang sudah dirintis oleh para pendirinya.

"Meskipun dari pengalaman bank/perusahaan lain bahwa akuisisi tidak serta merta menyamakan fokus bisnis dan model bisnis, namun bisa jadi hal ini menjadi salah satu alasan batalnya akuisisi karena membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan kembali fokus dan model basis setelah akuisisi," imbuh dia.

Terkait peta persaingan perbankan syariah dengan batalnya akuisisi ini, Didiet melihat bahwa batalnya akuisisi ini bukan berarti tidak ada peluang untuk munculnya pesaing baru BSI.

Baca Juga: Belum Rampung, BTN: Proses Akuisisi Bank Muamalat Terganjal Teknis Due Diligence

Menurutnya, terdapat beberapa kemungkinan. Terkait munculnya Bank Syariah Baru, dia yakin akan ada Bank baru dengan fokus pada segmen pasar tertentu, seperti UMKM atau digital, yang dapat menjadi pesaing baru.

Kemudian untuk ekspansi Bank Syariah yang ada, bank syariah yang sudah ada dapat memperluas jangkauan dan layanan mereka untuk menjadi pesaing yang lebih besar.

Sementara itu, untuk akuisisi oleh Lembaga Keuangan Lain, lanjutnya, lembaga keuangan lain, seperti asuransi atau perusahaan investasi syariah, dapat mengakuisisi bank syariah yang ada untuk memperluas penawaran produk mereka.

"Jadi, meskipun secara size of assets BSI belum memiliki pesaing terdekat, namun dengan masih kecilnya prosentase/market share nasabah bank syariah dibandingkan bank konvensional, maka alternatif pihak yang bisa dianggap sebagai pesaing BSI di atas, maka persaingan tetap akan muncul bukan dalam ruang skala ekonomi, tetapi bisa pada sisi lain, seperti kualitas layanan, inovasi teknologi, kemampuan menghasilkan laba, termasuk efisiensi, dan lain-lain," jelasnya.

Didiet optimistis masih terdapat peluang bagi industri perbankan syariah di Indonesia untuk berkembang dan bersaing.

Munculnya pemain baru dan ekspansi bank syariah yang ada dinilai dapat meningkatkan pilihan bagi nasabah dan mendorong pertumbuhan sektor ini.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar