08 Mei 2025
15:36 WIB
Infrastruktur Jadi Kendala Utama PTBA Hilirisasi Batu Bara Jadi Gas Sintetis
PT Bukit Asam Tbk harus menghitung tambahan biaya untuk membangun pipa dari lokasi pemrosesan batu bara di Tanjung Enim menuju Stasiun Gas Pagardewa.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (17/12/2024). Antara Foto/Nova Wahyudi
JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk dikabarkan tengah menjalin kerja sama dengan PT PGN Tbk dalam proyek gasifikasi batu bara menjadi gas sintetis atau Synthetic Natural Gas (SNG). Proyek tersebut rencananya bakal dibangun di dekat tambang batu bara milik PTBA di Tanjung Enim, Sumatra Selatan.
Praktisi Minyak dan Gas Bumi Hadi Ismoyo mengungkapkan, aspek infrastruktur menjadi pekerjaan rumah yang paling utama bagi Anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID tersebut pada proyek gasifikasi coal to SNG.
"Persoalannya adalah lokasi batu bara ada di Sumatra dan Kalimantan, market (gas) ada di Jawa. Belum tentu lokasi batu bara ada jaringan pipa gas yang terkoneksi ke Jawa," tutur Hadi kepada Validnews, Jakarta, Kamis (8/5).
Baca Juga: Gas Alam Sintetis Bakal Naikkan Nilai Ekonomis Batu Bara
Rantai proses yang panjang agar produk hilir batu bara betul-betul sampai ke konsumen menjadi hal yang harus PTBA pikirkan secara matang. Pasalnya setelah memproduksi SNG, PTBA harus mengolahnya lagi menjadi metanol, lalu ke produk akhir dalam bentuk DME.
Dia mengingatkan, jangan sampai produk hilir dari batu bara malah menjadi lebih mahal daripada Liquified Petroleum Gas (LPG). Jika lebih mahal, maka tujuan untuk menyubstitusi LPG tidak akan tercapai.
"Perlu dihitung dengan cermat, jangan sampai DME jatuhnya lebih mahal dari LPG, sementara kerusakan penambangan coal juga cukup masif," kata dia.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arsal Ismail mengakui, salah satu tugas utama perusahaan dalam menyukseskan agenda gasifikasi batu bara menjadi SNG ialah membangun infrastruktur dalam bentuk pipa dari fasilitas pengolahan menuju Stasiun Gas Pagardewa.
Adapun pipa tambahan itu bakal dibangun oleh PTBA sepanjang 57 km. Setelah SNG sampai di Stasiun Gas Pagardewa, produk itu bisa langsung dialirkan ke konsumen, baik industri maupun rumah tangga.
Balik lagi, Hadi pun menyampaikan, jika memang fasilitas pemrosesan batu bara bakal dikoneksikan dengan Stasiun Gas Pagardewa, produk SNG bisa langsung digunakan oleh konsumen tanpa harus diolah lebih lanjut sampai ke tahap DME.
"Nanti tinggal menghitung jarak pipa dari Tanjung Enim ke Pagardewa, lalu langsung ke konsumen di Jawa Barat. Jangan lupa juga dihitung keekonomiannya tambahan cost untuk pipa Tanjung Enim-Pagardewa," jelas Hadi.
Baca Juga: PTBA Bakal Sulap 8 Juta Ton Batu Bara Per Tahun Jadi Gas Sintetis
Di samping itu, Hadi juga mengingatkan agar emiten pertambangan pelat merah itu memikirkan biaya untuk membangun CO2 Injection Plant. Berkaca pada standar internasional, karbon dioksida yang dihasilkan dari proses pengolahan batu bara harus diinjeksikan.
Jika tidak memikirkan hal tersebut, PTBA bakal sulit mendapat pendanaan dari sindikasi perbankan global. Paralel, PT Bukit Asam Tbk juga harus menghitung keekonomian proyek konversi batu bara menjadi SNG secara keseluruhan.
"Asal tahu, biaya untuk membangun SNG Plant ini juga mahal. Untuk menghasilkan 1 juta ton DME per tahun dibutuhkan biaya pembangunan plant sekitar nyaris US$2 miliar, jadi tidak mungkin sindikasi perbankan lokal," tandas Hadi Ismoyo.