18 Desember 2024
19:54 WIB
Industri Pengolahan Salmon dan Tuna Kena Dampak PPN 12%? Ini Penjelasan Wamenperin
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggolongkan ikan tuna dan salmon sebagai bahan pangan premium yang kena PPN 12%.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Pengolahan ikan tuna di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara. Sumber: Humas KKP
JAKARTA - Wakil menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza memberikan respons mengenai dampak pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% tahun depan terhadap industri makanan dan minuman (mamin).
Khususnya, industri yang mengolah ikan salmon dan tuna. Sebab, pemerintah menggolongkan kedua jenis ikan itu sebagai bahan makanan premium dan bakal dikenai PPN 12%.
Faisol menyampaikan, pihaknya belum mengalkulasi dampak pengenaan PPN terhadap industri mamin dan pengolahan tuna dan salmon. Ia hanya berharap, kebijakan tersebut tidak menekan kinerja industri.
"Saya mesti cek yang (industri pengolahan) tuna dan salmon, itu untuk dikonsumsi kalangan tertentu. Mudah-mudahan itu tidak akan banyak terdampak," ujarnya kepada awak media usai Kick Off 2n AIGIS 2025, Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (18/12).
Baca Juga: Ekonom: Penerapan PPN 12% Harus Disertai Perbaikan Tata Kelola Pajak
Wamenperin menilai, salmon dan tuna merupakan bahan baku yang hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu. Menurutnya, keduanya bukan menjadi bahan pangan utama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Karena segmentasi tersebut, dia berharap, kinerja industri pengolahan ikan salmon dan tuna tidak tertekan dengan adanya kenaikan tarif PPN 12%.
Sebagai informasi, Indonesia mengimpor ikan salmon, trout dan kod untuk bahan baku industri, jotel, restoran, katering dan pasar modern. Ketiga ikan tersebut tidak ditemukan di perairan Indonesia.
Pada Januari-September 2024, nilainya mencapai US$18,93 juta, turun 18,91% dibandingkan periode yang sama di 2023 sebesar US$22,51 juta.
Sementara, tuna merupakan produk unggulan Indonesia. Laut Nusantara merupakan produsen tuna terbesar di dunia dengan jumlah produksi sekitar 19,1% dari total pasokan tuna dunia. Jumlah produksi tersebut meningkat dan mencapai 1,5 juta ton pada tahun 2023.
Adapun nilai ekspor tuna Indonesia, termasuk cakalang dan tongkol, pada tahun 2023 sebesar US$927,2 juta atau 16,47% dari total nilai ekspor perikanan Indonesia.
Lebih lanjut, Wamenperin juga memperkirakan, kenaikan tarif PPN tidak berdampak signifikan terhadap industri mamin.
"Insyaallah tidak banyak dampaknya apa yang dirasakan industri. Kalaupun ada, kami sangat terbuka untuk membantu mereka mencari jalan keluar bersama, " kata Faisol.
Baca Juga: Tahun Depan PPN Resmi Naik Jadi 12%, Berikut Jenis Barang Dan Jasa yang Dibebaskan Pajak
Dia menuturkan, kenaikan PPN menjadi 12% merupakan amanat Undang-Undang, yang salah satunya bertujuan untuk menjaga perekonomian. Ia berharap ke depan, pemerintah maupun pelaku industri bisa menjalankan amanat tersebut.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan, setidaknya ada empat kelompok barang premium yang akan dikenakan PPN 12%.
Pertama, Kemenkeu akan menerapkan PPN atas bahan makanan premium. Seperti beras premium; buah-buahan premium; daging premium seperti wagyu dan kobe; ikan mahal seperti salmon premium dan tuna premium; serta udang dan krustasea premium seperti king crab.
Kedua, pemerintah juga akan PPN atas jasa pendidikan premium. Ketiga, PPN atas jasa pelayanan kesehatan medis premium.
Keempat, pemerintah mengenakan PPN untuk listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500-6.600 VA.