c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

29 November 2023

15:45 WIB

Industri Logistik Alami Inefisiensi, Berikut Tiga Faktor Utamanya

Inefisiensi industri logistik menjadi tantangan dalam menurunkan biaya di Indonesia.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Fin Harini

Industri Logistik Alami Inefisiensi, Berikut Tiga Faktor Utamanya
Industri Logistik Alami Inefisiensi, Berikut Tiga Faktor Utamanya
Ilustrasi. Foto udara aktivitas bongkar muat di dermaga peti kemas PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Kendari, Sulawesi Tenggara. Antara Foto/Jojon

JAKARTA - Co-Founder McEasy, Raymond Sutjiono mengatakan, meskipun memiliki peran penting sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia, industri logistik masih memiliki beberapa kekurangan terutama berupa inefisiensi.

Di negara dengan lebih dari 17.000 pulau ini, menurutnya sektor logistik mengalami banyak kendala pada alur distribusi akibat informasi rantai pasok (supply chain) nasional yang tidak terhubung.

"Rumitnya penanganan informasi serta susunan kerja birokrasi yang ketat menghasilkan inefisiensi, yang menjadi tantangan lain dalam menurunkan biaya logistik di Indonesia. Ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab rumitnya rantai pasok di Indonesia," katanya dalam pernyataan tertulis, Rabu (29/11).

Pertama, transparansi data yang rendah. Raymond menuturkan, penyedia jasa logistik di Indonesia masih mengalami tantangan terkait transparansi data pelanggan sehingga menimbulkan berbagai masalah seperti terbatasnya informasi yang sampai ke pelanggan dan ketidakpercayaan.

“Transparansi pengiriman barang masih kurang jelas, jadi itu tidak real-time. Kita melihat kendaraan di Indonesia ada banyak. Kita harus bisa memberikan real-time data (pengiriman),” jelas Raymond.

Menurutnya, transparansi yang tidak memadai di antara para pemangku kepentingan merusak efisiensi rantai pasokan, diperparah dengan kurangnya jadwal transportasi yang dapat diakses dan kebijakan pemerintah yang kurang efektif.

Baca Juga: Pemerintah Bidik Biaya Logistik Nasional Turun Ke Level 8-9%

Hal ini menyebabkan potensi kerugian yang besar dan dapat membuat pelanggan merasa frustrasi dengan solusi logistik yang tidak jelas dan terkadang hanya mendapat kompensasi yang terbatas dan parsial setelah proses pelaporan yang panjang.

"Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan logistik dapat mengadopsi teknologi seperti Transportation Management System (TMS) dari McEasy, sebuah solusi Software-as-a-System (SaaS) yang dirancang untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam manajemen transportasi," kata dia

Kedua, kurangnya kolaborasi antar pemangku kepentingan. Laporan East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2023 menyoroti kolaborasi yang kurang optimal di antara para pemangku kepentingan, seperti pemerintah pusat, pelaku usaha, dan lembaga keuangan, yang mengakibatkan beberapa masalah.

Backhauling, atau mengembalikan kargo dari tempat tujuan (titik B) ke tempat asalnya (titik A), menghadapi tantangan karena biaya awal yang tinggi. Hal ini menyebabkan 70-80% masalah pada industri truk.

"Pemangku kepentingan yang tidak konsisten juga menghambat rantai pasok yang terintegrasi, diperparah dengan perbedaan topografi dan budaya yang beragam di Indonesia," tulis laporan tersebut.

Terlepas dari tantangan ini, menurut Raymond, kolaborasi antara lembaga pemerintah, bisnis logistik, dan asosiasi menjadi sangat penting untuk meningkatkan logistik.

Apalagi kendala penyimpanan barang yang menumpuk di gudang seringkali terjadi karena kemacetan di pelabuhan, hambatan regulasi, dan kesalahan dalam perencanaan inventaris.

"Hal ini membuat perusahaan harus menyimpan stok lebih banyak untuk mengatasi ketidakpastian prediksi permintaan dan kelancaran aliran rantai pasok," ujarnya.

Ketiga, inefisiensi pelaporan. Dia mengungkapkan banyak penyedia layanan logistik di Indonesia masih sangat bergantung pada proses manual atau sistem berbasis kertas, yang menyebabkan keterlambatan, kesalahan, dan biaya yang lebih tinggi.

Selain itu, kesenjangan adopsi teknologi dalam rantai pasok memperparah inefisiensi pelaporan. Inefisiensi teknologi juga mempengaruhi pemeriksaan bea cukai di Indonesia, terutama untuk pengiriman dalam jumlah besar.

"Bea cukai Indonesia membutuhkan waktu rata-rata tujuh hari dibandingkan dengan negara-negara Asia Pasifik lainnya yang hanya membutuhkan waktu 2,6 hari," ucap dia.

Namun, peraturan pemerintah tentang bea cukai sangat berpengaruh. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyederhanakan prosedur, meningkatkan otomatisasi, dan mengurangi birokrasi.

"Meskipun demikian, mendorong peningkatan baik dari segi digitalisasi, manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), dan perbaikan infrastruktur, juga diperlukan untuk meningkatkan efisiensi," imbuhnya.

Baca Juga: Industri Logistik Hadapi Tantangan, McEasy Tawarkan Solusi iFuel

Titik Terang Industri Logistik
Atas berbagai permasalahan ini, East Ventures, sebuah perusahaan venture capital menilai pemerintah Indonesia tengah berupaya mengatasi masalah industri logistik.

Ini dilakukan lewat konektivitas dengan mengimplementasikan Ekosistem Logistik Nasional (National Logistics Ecosystem/NLE), sebuah platform terdigitalisasi untuk meningkatkan kolaborasi di antara para pemangku kepentingan.

"Inisiatif ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan, bertujuan untuk menyederhanakan operasi logistik, menarik investasi swasta untuk efisiensi, dan memaksimalkan pembangunan infrastruktur dengan menyediakan titik akses internet ke Sistem Penyiaran Digital (Digital Broadcasting System)," jelasnya.

Pihaknya menjelaskan ekosistem ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi dalam empat pilar, yakni pemerintah, manajemen spasial, sektor swasta, dan pembayaran. Diharapkan ekosistem ini mengurangi kebutuhan kementerian untuk menavigasi peraturan dan proses terpisah.

“Tujuan pengembangan NLE adalah membuat proses bisnis di Indonesia menjadi lebih kompetitif, baik dari segi waktu, penyederhanaan, kecepatan, dan pada akhirnya dari segi biaya,” sebutnya.

Di portofolio East Ventures sendiri terdapat Waresix yang menjadi startup pertama yang terintegrasi dengan NLE. Startup aggregator layanan logistik dengan platform dan teknologi tanpa aset besar ini menawarkan layanan dan solusi logistik terintegrasi kepada pelanggan dengan lebih efisien.

"Waresix menghubungkan pengirim dan bisnis dengan transportir, truk, dan ruang gudang yang tersedia di seluruh Indonesia dalam satu platform, memberikan transparansi yang lebih baik dan meningkatkan pendapatan bagi pemilik aset," tulisnya.

Selain Waresix, terdapat beberapa startup pemain logistik lain yang didanai East Ventures yakni McEasy. East Ventures juga memiliki portfolio startup pendukung Usaha Kecil Menengah (UKM) di sektor e-commerce, seperti SIRCLO, Praktis, dan Biteship; hingga startup rantai dingin (cold chain), seperti Fresh Factory dan Superkul.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar