c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

18 September 2025

20:04 WIB

Indonesia Siap Jadi Bagian Aktif Revolusi Industri Dalam Kemitraan BRICS

Kolaborasi dengan negara-negara BRICS dinilai akan mempercepat riset, inovasi, dan berbagi pengetahuan dalam mendukung transformasi industri global menuju ekonomi hijau dan inklusif

Penulis: Ahmad Farhan Faris

<p id="isPasted">Indonesia Siap Jadi Bagian Aktif Revolusi Industri Dalam Kemitraan BRICS</p>
<p id="isPasted">Indonesia Siap Jadi Bagian Aktif Revolusi Industri Dalam Kemitraan BRICS</p>

Wakil Menteri Perindustrian RI Faisol Riza mewakili Menteri Perindustrian RI, hadir dalam BRICS PartNIR Opening Ceremony di Xiamen, Tiongkok, pada 16 September 2025. Sumber: Kemenperin

JAKARTA – Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian, Tri Supondy mengungkapkan kesiapan Indonesia untuk menjadi bagian aktif dalam kemitraan BRICS pada Revolusi Industri Baru, demi menghadirkan kemajuan yang dapat dirasakan oleh semua pihak.

“Bersama mitra BRICS, kita memiliki pengetahuan, sumber daya, dan kapasitas untuk membentuk masa depan industri yang lebih hijau, inklusif, dan berbasis inovasi,” jelas Tri melalui keterangannya pada Kamis (18/9).

Hal itu dikatakan Tri terkait pelaksanaan BRICS Forum on Partnership on New Industrial Revolution (PartNIR) Opening Ceremony di Xiamen, Tiongkok pada 16 September 2025.

Indonesia terus mendorong ekosistem industri digital yang tangguh, riset material maju, serta pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Ia menilai, diperlukan kemitraan untuk membangun industri masa depan yang mampu menciptakan lapangan kerja bernilai tinggi, menurunkan emisi karbon, dan memperkuat ketahanan energi nasional.

“Kolaborasi dengan negara-negara BRICS akan mempercepat riset, inovasi, dan berbagi pengetahuan dalam mendukung transformasi industri global menuju ekonomi hijau dan inklusif,” imbuhnya.

Baca Juga: Mengenal BRICS: Aliansi Negara Berkembang Yang Kian Berpengaruh

Selain itu, Tri mengatakan Forum BRICS kali ini juga membahas sektor farmasi dan alat kesehatan mengingat hal tersebut sangat fital bagi kesejahteraan publik sekaligus mendorong inovasi industri. Selama satu dekade terakhir, industri farmasi Indonesia tumbuh pesat dibandingkan banyak negara ASEAN, terutama pada formulasi berbasis kimia.

“Namun, kami masih menghadapi tantangan besar, mulai dari ketergantungan impor bahan baku obat aktif hingga keterbatasan produksi obat biologis. Oleh karena itu, kolaborasi dengan mitra BRICS sangat penting untuk memperkuat kapasitas domestik di sektor ini,” katanya.

Sementara itu, Wakil Menteri Perindustrian RI, Faisol Riza mengapresiasi Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) serta Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi (MIIT) yang menyelenggarakan PartNIR. Menurut dia, tema yang diangkat sangat relevan dengan visi pembangunan industri Indonesia yakni ‘Unlocking the Potential of BRICS Cooperation for Inclusive and Sustainable Industrialization’.

“Di tengah transformasi global yang dipengaruhi digitalisasi, transisi hijau, serta pergeseran rantai nilai internasional, kerja sama BRICS PartNIR dinilai hadir pada waktu yang tepat sekaligus semakin penting,” kata Faisol.

Bagi Indonesia, kata dia, keterlibatan dalam forum BRICS PartNIR memiliki arti strategis. Apalagi, Indonesia telah memiliki peta jalan Making Indonesia 4.0untuk memperkuat daya saing industri manufaktur, mempercepat adopsi digital, dan membangun perekonomian yang berbasis inovasi.

Faisol juga menyinggung komitmen negara-negara BRICS yang dituangkan dalam Deklarasi Rio de Janeiro pada awal tahun 2025. Menurut dia, seruan untuk memperkuat kerja sama Global South demi tata kelola dunia yang inklusif dan berkelanjutan sangat relevan dengan arah kebijakan Indonesia.

“Bahwa industrialisasi harus berjalan beriringan dengan inklusivitas, keadilan, dan keberlanjutan, sekaligus memastikan bahwa suara negara berkembang ikut menentukan masa depan industri dan rantai pasok global,” jelas dia.

Arah Kebijakan Industri Nasional
Selanjutnya, Faisol memaparkan arah kebijakan industri nasional melalui Strategi Baru Industri Nasional (SBIN) yang berlandaskan empat pilar utama. Pertama, percepatan hilirisasi sumber daya alam, khususnya nikel, tembaga, dan bauksit agar dapat menghasilkan produk bernilai tambah tinggi yang memperkuat daya saing ekspor sekaligus menarik investasi.

Kemudian, digitalisasi industri melalui Making Indonesia 4.0, dengan adopsi teknologi Industri 4.0 untuk memperkuat inovasi, produktivitas, dan daya saing manufaktur. Lalu, pengembangan industri hijau sejalan dengan target nasional net zero emission 2060.

“Upaya ini diwujudkan melalui transisi energi bersih, praktik ekonomi sirkular, dan pembangunan kawasan industri rendah karbon,” ujarnya.

Baca Juga: Indonesia Bawa Isu Berkelanjutan Di BRICS+ Fashion Summit Moscow

Berikutnya, penguatan sumber daya manusia industri berbasis kompetensi. Pemerintah terus berinvestasi pada pendidikan vokasi dan platform pembelajaran digital untuk menghasilkan SDM industri yang kompeten, adaptif, dan siap menghadapi perubahan.

Dengan empat pilar strategi ini, lanjut Faisol, Indonesia berkomitmen membangun manufaktur cerdas, memperluas adopsi teknologi digital seperti kecerdasan buatan, Internet of Things, dan cloud computing.

“Bagi kami, manufaktur cerdas bukan sekadar efisiensi, melainkan juga jalan menuju ketahanan, keberlanjutan, dan inklusivitas,” bebernya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar