19 Juni 2025
09:40 WIB
Indonesia Peringkat Kedua Global Potensi Energi Surya Di Lahan Bekas Tambang
Indonesia menduduki peringkat kedua global untuk potensi pengembangan energi surya di lahan bekas tambang dan area tidak terpakai, dengan perkiraan kapasitas mencapai 59,45 GW.
Editor: Khairul Kahfi
Foto udara areal pasca tambang nikel yang sebagian telah di reklamasi di Kecamatan Motui, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Kamis (8/2/2024). Antara Foto/Jojon
JAKARTA - Indonesia menduduki peringkat kedua global untuk potensi pengembangan energi surya di lahan bekas tambang dan area tidak terpakai, dengan perkiraan kapasitas mencapai 59,45 gigawatt (GW).
Laporan terbaru Global Energy Monitor (GEM) berjudul 'Bright Side of the Mine: Solar's Opportunity to Reclaim Coal's Footprint' mencatat, secara global ada 446 lokasi tambang batu bara seluas 5.820 kilometer persegi yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga surya hingga hampir 300 GW.
Peluang angka pemanfaatan itu setara 15% dari kapasitas surya dunia saat ini. Adapun Indonesia memiliki salah satu pemegang potensi terbesar dari situasi tersebut.
Namun, meski memiliki potensi yang sangat besar, Indonesia baru merencanakan pengembangan energi surya sebesar 600 megawatt (MW) di lahan bekas tambang. Jumlah ini dinilai relatif kecil dibandingkan kapasitas potensial yang ada.
“Transisi tambang batu bara ke surya sedang berlangsung, dan potensi ini siap dimanfaatkan di negara-negara produsen batu bara utama seperti Australia, AS, Indonesia, dan India,” kata Manajer Proyek Energy Transition Tracker di Global Energy Monitor Cheng Cheng Wu, Jakarta, Rabu (18/6) melansir Antara.
Baca Juga: PLTS Terbesar Akan Dibangun Di Banyuwangi
Menurut analisis GEM, Indonesia memiliki 1.190 kilometer persegi lahan bekas tambang di 26 lokasi yang diperkirakan akan ditutup pada 2030, terutama di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Lahan ini berpotensi menghasilkan hingga 59,45 GW energi surya apabila dikonversi menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Meskipun pemanfaatan lahan bekas tambang untuk PLTS dapat membantu Indonesia mencapai target netral karbon 2060, upaya yang ada dinilai masih sangat minim. Hingga kini, baru ada rencana pembangunan PLTS 600 MW di lahan bekas tambang.
Sebagai contoh, PT Bukit Asam Tbk telah mengumumkan rencana proyek PLTS di tiga lokasi bekas tambang di Sumatera Barat (200 MW), Sumatera Selatan (200 MW), dan Kalimantan Timur (30 MW) sejak 2021. Sayangnya, proyek ini kembali dinilai belum menunjukkan kemajuan berarti.
Laporan yang sama menyebutkan bahwa mengubah bekas lahan tambang menjadi PLTS merupakan peluang emas untuk meningkatkan energi terbarukan dan memulihkan lingkungan.
Cheng menyebutkan, lokasi-lokasi lahan bekas tambang untuk PLTS ideal karena sudah kosong, seringkali dekat dengan jaringan listrik, dan memiliki tenaga kerja yang relevan.
Baca Juga: PLTS Singkarak Diyakini Bisa Wujudkan Sumbar Jadi Provinsi Hijau
Namun, pemerintah perlu memperbaiki kebijakan agar transformasi ini berhasil. Termasuk menyediakan kerangka kebijakan yang mengutamakan EBT di lahan tambang, strategi investasi yang menggabungkan reklamasi dan EBT, serta memastikan partisipasi pekerja lokal dan masyarakat dalam setiap tahap pembangunan.
“Kami telah melihat apa yang terjadi terhadap komunitas batu bara saat perusahaan bangkrut, yakni adanya pemecatan dan kerusakan. Namun, lahan bekas tambang juga menyimpan potensi besar untuk masa depan energi terbarukan dan ini sudah mulai terjadi,” kata Direktur Asosiasi di Global Energy Monitor Ryan Driskell Tate.
Menurut laporan itu, mengubah lahan bekas tambang untuk pengembangan energi terbarukan dapat menciptakan banyak lapangan kerja.
Diperkirakan ada 259.700 pekerjaan permanen dan 317.500 pekerjaan konstruksi/sementara yang muncul. Angka ini bahkan melebihi jumlah pekerjaan yang diprediksi hilang dari industri batu bara secara global hingga 2035.